Premier League dan Dua Calon Penantang Gelar Juara yang Sama

Gelar juara Premier League agaknya sudah tertuju pada dua kesebelasan yang musim lalu berlari bersama: Liverpool dan Manchester City. Hal ini agaknya dirasakan pula oleh penantang lain dalam big six. Karena setelah empat pertandingan, mulai terlihat mana yang serius, mana yang memang tak bisa menandingi kualitas.

Di puncak klasemen, Liverpool mantap dengan empat kemenangan beruntun. Lawan yang mereka hadapi salah satunya adalah Arsenal yang mereka libas dengan skor 3-1. Di peringkat kedua, Manchester City siap mengejar. Mereka hanya terpeleset setelah ditahan imbang Tottenham Hotspur.

Di akhir musim, bukan tidak mungkin City dan Liverpool menjadi yang tercepat dan meninggalkan peserta big six lainnya, seperti yang terjadi musim lalu. Di musim 2018/2019, Chelsea yang berada di peringkat ketiga, tertinggal 25 poin dari Liverpool di peringkat kedua.

“Bukan berarti kalau musim ini akan kurang asyik, tapi ini menenangkan untuk tahu ke arah mana angin bertiup di sisa 34 pertandingan lagi. Dua penantang gelar yang sama,” tulis Phil McNulty dari BBC Sport.

Chelsea saat ini tengah dalam transisi besar. Di bawah Frank Lampard yang tak mendapatkan kesempatan menghamburkan duit Roman Abramovich di bursa transfer, Chelsea justru menjual Eden Hazard. Untungnya, Lampard tak cengeng. Ia malah membawa pulang pemain favoritnya di Derby County, Mason Mount, yang menjadi sentral serangan The Blues.

Namun, namanya juga transisi, pasti perlu waktu. Di bawah Lampard, Chelsea sempat oleng setelah dihajar 0-4 di pertandingan pembuka menghadapi Manchester United. Akan tetapi di bawah Lampard pula, Tammy Abraham tak pernah sebersinar ini. Pun dengan Mount. Hingga pekan keempat, Chelsea berada di peringkat ke-11.

Chelsea memang masih berbenah dengan segala proses yang ada. Namun, melihat situasinya saat ini, agak sulit bagi Christian Pulisic dan kolega untuk mengejar dua kuda cepat di Premier League yang ditunggani Liverpool dan Manchester City.

Sementara itu, Manchester United awalnya punya semangat baru di bawah Ole Gunnar Solskjaer. Namun, bursa transfer yang lesu, yang tak sesuai dengan keinginan penggemar, membuat mereka seperti de javu. Permainan United tak jelas juntrungannya. Banyak yang melihat bahkan lebih kacau dari David Moyes, apalagi Louis van Gaal dan Jose Mourinho.

Visi Solskjaer menarik. Solskjaer ingin memaksimalkan pemain muda. Ia bahkan mencatatkan rekor dengan menurunkan rataan pemain termuda sejak 2013. Pemain paling tua saat itu bahkan adalah Jesse Lingard yang berusia 27 tahun. Tapi tak semua yang menarik itu bagus dan berhasil.

Bagaimana tidak? Lini serang United hanya dihuni oleh Anthony Martial, Marcus Rashford, dan Mason Greenwood. Martial memang disebut-sebut sebagai salah satu striker muda potensial. Akan tetapi, itu tak terbukti selama masa baktinya di United. Pun dengan Rashford. Ia memang bagus sejak dipromosikan Louis van Gaal, tapi usianya masih 21 tahun. Terlalu besar beban yang ada di pundaknya. Apalagi Greenwood.

Baik Chelsea dan Manchester United agaknya masih harus menunggu bertahun-tahun kemudian untuk menyiapkan fondasi yang tepat untuk mengarungi liga. Mereka masih mungkin juara, tapi peluangnya amatlah kecil.

Bagaimana dengan Arsenal dan Tottenham Hotspur?

Semuanya terlihat di Derby London Utara pekan lalu. McNulty menyebut permainan keduanya tak akan membuat mereka mendekati dua teratas Premier League.

Spurs sendiri mulai memperlihatkan masalah. Hal ini terlihat dari sang pelatih, Mauricio Pochettino, yang mengaku tak diberi wewenang dalam hal transfer pemain. Hal ini bahkan sudah terlihat sejak pertandingan pramusim.

Spurs bermain tak konsisten. Di pertandingan pertama mereka menang meyakinkan 3-1 dari Aston Villa. Di pertandingan kedua, mereka menahan imbang Manchester City di Etihad. Di pertandingan ketiga, di hadapan publik mereka sendiri, Spurs justru kalah 0-1 dari Newcastle United.

Selain soal Pochettino, Spurs juga punya masalah dalam hal mempertahankan pemain. Yang terhangat tentu adalah Christian Eriksen. Menurut McNulty, salah satu alasan mengapa ia masih di klub adalah karena sepinya peminat di bursa transfer. Padahal, Eriksen punya peran besar buat Spurs.

Di pertandingan menghadapi Arsenal, Eriksen mencetak gol pertama Spurs. Ia pun menjadi pemain dengan jumlah tendangan terbanyak, dengan empat tendangan yang semuanya mengarah ke gawang. Eriksen juga memberikan dua umpan kunci.

Untungnya, bursa transfer Eropa sudah ditutup. Ini membuat Pochettino bisa lebih berkonsentrasi menyusun skuat, karena ia tahu dengan siapa jelasnya ia bekerja. Eriksen juga bisa lebih nyaman karena satu-satunya cara ia bisa pindah adalah dengan bermain bagus.

Bagaimana dengan Arsenal? Musim ini mereka mengawalinya dengan berita positif mengingat mereka konon hanya punya duit 45 juta paun. Namun, Arsenal berhasil mendatangkan Nicolas Pepe serta dengan cerman meminjam Dani Ceballos dari Real Madrid.

The Gunners pun mencatat dua kemenangan beruntun, tapi dari Newcastle United dan Burnley. Di dua pertandingan selanjutnya, Arsenal tampaknya tak seperti kesebelasan yang siap beradu cepat dengan City dan Liverpool.