Manajer baru Newcastle United, Steve Bruce, bertujuan untuk menjalin hubungan dekat dengan sang pemilik klub berjuluk The Magpies tersebut. Namun, ambisinya itu masih terlalu dini, dan masih banyak pula suporter Newcastle yang belum menyambut kedatangan Bruce.
Di satu sisi, pada waktu yang hampir bersamaan pada hari Rabu dua pekan lalu, perdana menteri baru Inggris berdiri di Downing Street dengan menguraikan “resep” untuk perubahan, dan Steve Bruce juga melakukan ceramah sama dengan merinci ambisinya di waktu yang sama.
Seolah-olah, Boris Johnson dan Steve Bruce memiliki sedikit kesamaan. Bahkan tak sedikit para pengamat yang memprediksi bahwa masa jabatan dua orang ini akan berakhir dengan air mata. Kendati begitu, keduanya sama-sama terobsesi dengan “keadaan” sebuah hubungan.
Johnson sendiri sangat terobsesi dengan memisahkan Inggris dari Uni Eropa, sedangkan Bruce lebih menginginkan kemitraan yang dekat dengan sang pemilik Newcastle, Mike Ashley. Di sisi lain, Ashley bertemu dengan manajer terbarunya tersebut di Tyneside pada Rabu (17/7) setelah ia mendarat di tempat latihan dengan helikopternya.
Hal ini sedikit memunculkan respon dari Bruce, yang mengatakan bahwa dirinya akan membuat hubungan yang dekat dengan Ashley. Karena menurutnya, kedekatan dengan orang yang bekerja dengannya akan menjadi kunci dari keberhasilan.
“Berhubungan dengan orang-orang yang bekerja untuk Anda selalu menjadi kunci keberhasilan. Saya sudah yakini hal ini sejak lama. Terserah saya nanti apakah saya yang akan memulai hubungan dekat atau tidak. Sejauh ini, dia (Mike Ashley) masih dingin dan seperti mati. Saya yakin sifat itu akan berlanjut,” tutur Steve Bruce dilansir dari The Guardian.
Mengingat bahwa para suporter Newcastle sangat kecewa dengan pengunduran diri Benítez. Diketahui jika alasan dibalik itu adalah karena Benitez tidak nyaman dengan kondisi hubungan antar dirinya dan Ashley. Oleh karenanya, Bruce yakin bahwa diplomasi yang nantinya terjalin dengan sang pemilik klub akan rumit. Ia juga sangat menyadari situasi para pendahulunya yang lain. Alan Pardew misalnya, ia hampir diusir dari klub setelah dianggap sebagai boneka Ashley.
“Saya tidak akan menjadi seperti pelatih sebelumnya. Saya sudah terlalu lama berada di dunia seperti ini. Saya pernah mendengar bahwa saya akan menjadi boneka, akan tetapi saya bukanlah kacung bagi Mike Ashley atau yang lainnya. Saya hanyalah saya sendiri. Yang saya minta adalah diberi kesempatan baik,” ungkap Steve Bruce.
“Siapa pun yang duduk di sini (manajer Newcastle) pasti akan merasa sulit. Rafa mendapat dukungan yang cukup fenomenal dari para suporter, tapi dia tidak dapat dipercaya oleh mereka karena tidak memiliki hubungan baik dengan Mike Ashley. Tampaknya situasi seperti itulah yang membuatnya pergi.”
Rafael Benitez memang berhenti setelah memutuskan bahwa Mike Ashley tidak bisa menyamai ambisinya untuk Newcastle. Menanggapi hal itu, Steve Bruce juga sangat membutuhkan dukungan yang sama untuk ambisinya, dan semua ini lebih dari sekadar menghindari degradasi.
“Rafa akhirnya pergi dan bekerja di Cina. Jelas itu bukan karena dia menyelesaikan musim lalu di urutan 17. Tapi, dia tidak bisa menjalankan ambisinya. Tentu saja, Mike Ashley menginginkan posisi yang baik dari klubnya, setidaknya di atas posisi ke-17. Tapi saya mungkin lebih dari Rafa, karena di Hull, saya bisa mencapai sebuah final,” pungkas Bruce.
“Maka, itu semua harus menjadi tujuan di sini. Saya langsung mempertaruhkan hal itu. Semua orang tahu sekarang, sangat sulit untuk mencapai puncak Liga Premier. Tapi saya akan mencoba yang terbaik. Bisakah tim ini memenangkan Piala FA? Bisakah kita memenangkan Piala Liga? Jika Hull bisa bertahan di Liga Premier dan mencapai final Piala FA, tentu Newcastle juga bisa kan?”
“Saya mengerti saya bukan manajer yang didukung mayoritas suporter, dan aku bukan Rafa Benítez. Saya memiliki bahu lebar dan saya akan membutuhkannya untuk bertaan. Mudah-mudahan, saya bisa menjamin semua ucapan saya ini dan saya akan memenangkan hati banyak orang, termasuk para suporter yang nantinya akan mengatakan; ‘manajer baru tidak begitu buruk’.”
Sumber: The Guardian