Perjalanan Belgia di Piala Dunia harus terhenti di semifinal usai dikalahkan Prancis 0-1. Namun, para pemain maupun suporter mestinya tak meratapi kekalahan ini secara berlebihan.
Permainan Belgia disebut-sebut sebagai salah satu yang paling menghibur. Belum lagi para pemain yang dipanggil merupakan generasi emas Belgia. Kombinasi tepat antara pemain muda dengan senior pun disebut-sebut sebagai kunci utama The Red Devils.
Vincent Kompany, Jan Vertonghen, dan Thomas Vermaelen, selaku nama-nama senior memimpin Belgia. Sedangkan Romelu Lukaku, Youri Tielmans, dan Michy Batshuayi, tampil sebagai pemain menjanjikan bagi Belgia ke depannya. Tentu perpaduan ini tidak akan berfungsi tanpa satu komando yang apik. Fungsi ini ada pada Roberto Martinez sebagai pelatih kepala.
Banyak yang beranggapan bahwa kesuksesan Martinez merupakan hasil eksperimennya selama di Everton. Martinez mampu membawa Everton menjadi tim yang diperhitungkan di Premier League. Selain itu mesin gol Belgia sekaligus pencetak gol terbanyak Tim Nasional Belgia, Romelu Lukaku, berkembang menjadi predator menakutkan di depan gawang ketika memperkuat Everton di bawah asuhan Roberto Martinez.
Namun benarkah demikian? Sebelum berangkat ke Piala Dunia, Februari lalu. Martinez menjelaskan ke BBC, bahwa permainan Belgia merupakan replikasi dari apa yang ia lakukan bersama Wigan Athletic 9 tahun silam. Menurut Martinez, Wigan Athletic memberikan inspirasi mengenai taktik, etos kerja, dan menjadi adaptif dengan situasi.
Wigan Athletic, kesebelasan semenjana yang menjadi juara Piala FA.
Roberto Martinez ketika masih aktif bermain pernah memperkuat Wigan yang berkompetisi di Divisi 3 kala itu, sejak musim 1995/1996 hingga 2000/2001. Roberto Martinez juga dianggap sebagai salah satu legenda Wigan Athletic. Martinez sempat memperkuat beberapa klub seperti Swansea City, Motherwell, dan Walsall, sebelum pensiun bersama Chester City.
Martinez kemudian diberikan kesempatan menjadi Manajer Swansea pada musim 2006/2007. Targetnya membawa Swansea promosi ke Championship Division. Bersama Martinez, Swansea hanya menderita 11 kekalahan dalam satu musim. Sayangnya mereka dikalahkan Blackpool 3-6 dan menutup peluang Swansea ke babak play-off. Satu musim berselang Swansea sukses promosi ke Championship Division.
Dave Whelan yang kala itu menjabat sebagai Chairman Wigan Athletic, kemudian mendekati Martinez untuk menjadikannya Manajer The Latics. Setelah sejumlah pendekatan yang dilakukan Martinez setuju menangani Wigan Athletic pada musim 2009/2010 yang saat itu berkompetisi di Premier League.
Bersama Wigan Athletic, Martinez sukses membawa Wigan Athletic secara konsisten bertahan di Premier League. Tentu ini sebuah pencapaian bagi Wigan Athletic. Soalnya, Wigan sering bermasalah dengan dana yang minim, sementara Premier League kerap tak bersahabat buat kesebelasan dengan dana minim.
Martinez tidak habis akal. Ia membeli pemain-pemain dengan harga murah, atau meminjam pemain dari klub besar. Franco Di Santo yang dipinjam dari Chelsea, Victor Moses dari Crystal Palace, hingga Jordi Gomez dari Espanyol. Dana transfer Wigan Athletic di bawah Martinez tidak pernah lebih dari 20 Juta paun tiap musim.
Wigan pun terkenal sebagai klub yang selalu lolos dari jeratan degradasi di situasi rawan. Musim 2009/2010 misalnya, Wigan baru bisa memastikan bahwa mereka aman dari degradasi di pekan ke-36 menghadapi Arsenal dimana mereka secara dramatis menang 3-2 lewat gol N’Zogbia di menit ke-91. Mentalitas ini yang kemudian menjadi ciri khas Wigan selama beberapa musim.
Puncaknya pada musim 2012/2013. Wigan Athletic secara tidak terduga lolos ke Final Piala FA, menghadapi Manchester City yang diperkuat pemain kaliber dunia seperti David Silva, Kun Aguero, Vincent Kompany hingga Carlos Tevez harus dihadapi Wigan Athletic.
Tentu pertandingan sepertinya tampak mudah bagi Manchester City. Tapi di luar dugaan Wigan tampil cukup solid, membuat City frustrasi sepanjang permainan. Puncaknya kartu merah Zabaleta pada menit ke-84 membawa angin segar bagi Wigan Athletic. Setelahnya Ben Watson mencuri satu gol pada injury time babak kedua lewat skema sepak pojok, memastikan gelar Piala FA diberikan pada Wigan Athletic. Sayangnya Wigan harus degradasi di musim tersebut. Sekaligus mengakhiri kerjasama antara Martinez dengan Wigan Athletic.
Adaptif dan etos kerja
Roberto Martinez menjelaskan bagaimana era menangani Wigan Athletic merupakan inspirasi baginya dalam menangani Belgia, “Saya pikir Anda harus menjadi tim yang sangat kuat secara mental sebelu, mencoba menemukan taktik yang dapat membantu Anda bermain melawan siapa pun,” kata Martinez, di BBC.”Di Piala FA Anda harus siap beradaptasi dengan lawan dan tantangan yang berbeda yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Hal yang sama terjadi di Piala Dunia, ketika segala sesuatunya dapat berubah dengan sangat cepat dan Anda harus menyesuaikan diri dengan situasi itu.”
Roberto Martinez menjelaskan bagaimana Wigan sebenarnya kalah segalanya, namun Martinez mengadaptasi hal tersebut secara taktikal, “Mengalahkan City untuk memenangkan trofi pertama dalam sejarah Wigan adalah contoh terbaik dari itu. Kami kalah dari segi apapun namun kami berhasil secara taktis membuat tekanan ada di pihak mereka (Manchester City)”.
Apabila melihat secara taktis apa yang dilakukan Martinez bersama Belgia merupakan replikasinya ketika menangani Wigan, 3-4-3 merupakan formasi Martinez ketika menangani Wigan. Skema 3 pemain bertahan dengan 1 pemain bertipikal sweeper merupakan ciri pertahanan Wigan Athletic. Tugas tersebut diemban Alacaraz di Wigan Athletic, sedangkan bersama Belgia tugas tersebut diberikan Martinez kepada Vincent Kompany yang mencatat 3,8 sapuan per pertandingan selama Piala Dunia berlangsung.
Pun dengan komposisi gelandang dan lini depan. Menempatkan 1 gelandang kreatif seperti De Bruyne di Belgia dan Jordi Gomez di Wigan. Yang unik bagaimana peran Lukaku yang cukup sering melebar adalah merupakan striker impian bagi Martinez, di mana Wigan dulu menempatkan Aouruna Kone sebagai striker yang “dipaksa” melebar oleh Martinez. Tujuannya? Membuat gelandang kreatif diberikan ruang berkreasi di lini depan.
Lalu setelah sukses membawa Belgia berbicara banyak di Piala Dunia. Menarik melihat langkah Martinez bersama Belgia, mengingat inilah salah satu generasi emas Belgia. Akankah tetap menggunakan replikasinya bersama Wigan atau mencoba berkesperimen dengan taktik lain?