Taktik dan Gaya Main Negara Peserta Euro 2020

Ditunjuk sebagai Pengamat Teknik Euro 2020, Fabio Capello menyimpulkan bahwa Euro 2020 adalah turnamennya para penggiring bola. Hal ini dibuktikan dari hampir sepertiga dari 142 gol yang dicetak di Euro 2020 tercipta lewat umpan silang.

Capello menyebut kalau para pemain di sisi lapangan seperti pemain sayap dan fullback, meninggalkan jejak yang penting: “Buatku ini adalah Euro, para pemain muda, satu lawan satu, mencoba untuk mendribel.”

“Bukan hanya bek kanan dan bek kiri, tapi juga pemain sayap. [Raheem] Sterling selalu membuat perbedaan. Di timnas Italia, pada periode ini, kami beruntung punya pemain seperti [Federico] Chiesa dan [Leonardo] Spinazzola,” kata Capello.

Pentingnya permainan sayap hanyalah salah satu tren yang telah diidentifikasi oleh tim Pengamat Teknik UEFA. Hal menarik lainnya termasuk penggunaan inverted full-back, tiga bek tengah, dan fleksibilitas taktis tim dalam permainan.

Permainan Sayap di Euro 2020

Salah satu alasan mengapa hampir sepertiga gol di Euro 2020 tercipta lewat umpan silang, adalah sebagai respons taktik mereka sendiri. Soalnya, sejumlah kesebelasan bertahan begitu dalam, dengan bentuk yang padat. Formasi tiga bek dengan satu gelandang bertahan juga membuat tim lain kesulitan menyerang langsung dari tengah. Sehingga, mereka memindahkan bola ke sayap.

Tim di semifinal juga bermain dengan tiga pemain di lini serang: 4-3-3 digunakan Spanyol dan Italia, 3-4-3 untuk Denmark, dan 4-2-3-1 untuk Inggris yang berubah menjadi 4-3-3.

“Tim yang bermain dengan tiga peneyrang berarti lebih banyak gol dan umpan silang,” kata Capello.

Karena mengandalkan umpan silang, maka gol dari sundulan pun meningkat drastis. Inggris menjadi yang paling banyak dengan lima gol disusul Swiss dengan tiga gol.

Anggota Pengamat Teknik UEFA, David Moyes, menunjuk peran inverted wingers dan fullback yang masuk ke dalam, lalu mengirimkan bola yang menukik ke dalam gawang. “Aku pikir itu adalah bagian besar dari sepakbola dan aku menikmati menyaksikan umpan silang dan gol yang dicetak,” kata David Moyes.

Sebagai contoh, Jan Boril (Republik Ceko), Joakim Maehle (Denmark), Kieran Trippier (Inggris), Spinazzola (Italia) dan Tomas Hubocan (Slovakia), beroperasi sebagai inverted fullback atau wingback di satu pertandingan atau lebih.

Contoh lainnya digambarkan Mixu Paatelainen yang mencontohkan Leandro Trossard yang bergerak bersama Jeremy Doku. Wingback Belgia tersebut biasanya bergerak ke dalam, sementara Doku ke luar.

“Fullback biasanya bergerak ke dalam dengan membuat pemain sayap lawan keluar dari zona nyamannya, dan pemain sayap, seperti kita tahu, biasanya bukan bek yang baik,” kata Paatelainen.

Tiga Bek dan Fleksibilitas

Di fase grup, terdapat 13 negara yang menggunakan sistem tiga bek. Jumlah ini bertambah karena pada babak 16 besar, Prancis dan Inggris juga menggunakan tiga bek tengah. Prancis melakukannya karena dua fullback kiri mereka cedera. Namun, Didier Deschamps kembali ke empat bek di pertengahan pertandingan.

Prancis gagal melaju ke perempatfinal karena kalah di babak adu penalti. Sementara perubahan formasi Inggris merupakan kesuksesan besar. Inggris menggunakan formasi 3-4-3 ketika menghadapi Jerman dengan formasi yang sama.

Wingback kedua negara saling menutup sama lain, sehingga ancaman bisa ditahan di sana. Sampai akhirnya masuklah Jack Grealish yang masuk ke dalam, ke ruang di antara wingback dan bek tengah.

Menurut Moyes, ketika sebuah kesebelasan menekan dengan tiga penyerang, akan sangat sulit buat lawan untuk membangun serangan dari bawah. Capello pun memuji strategi pressing yang dilakukan Gareth Southgate.

“Southgate mengejutkanku dengan gaya bertahan mereka sekarang,” kata Capello.

Menurut mantan pelatih timnas Inggris itu, dulu empat bek biasanya mundur dan melindungi gawang mereka. Kini, empat bek justru menekan pemain yang memegang bola. Ini membuat pemain lawan menjadi kian sulit untuk mendekati gawang Inggris.

Capello pun menyebut kalau Declan Rice dan Kalvin Phillips adalah pemain yang sangat penting. “Rice dan Phillips adalah gelandang yang paling sulit dihadapi karena mereka banyak berlari. Ketika Anda punya bola, maka bagus dan keseimbangan Inggris tergantung pada dua pemain ini,” kata Capello.

Sumber: UEFA.com