Timnas Turki dan Keistimewaan di Bandara yang Memang Tak Seharusnya Mereka Dapatkan

Pertandingan Turki menghadapi Islandia di babak kualifikasi Piala Eropa memang sudah berakhir dengan kemenangan Islandia 2-1. Dua gol Ragnar Sugurdsson pada menit ke-21 dan ke-31, hanya mampu dibalas oleh satu gol Dorukhan Tokoz pada menit ke-40. Namun, ada cerita lain sebelum pertandingan ini berlangsung yang melibatkan pejabat kedua negara.

Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, mengekspresikan kemurkaannya atas perlakuan yang diterima timnas Turki di Bandara Reykjavik, Islandia. Dalam cuitannya di Twitter, Menteri Cavusoglu menyebut pelayanan buat timnas Turki tidak bisa diterima dalam hal diplomatik dan praktik kemanusiaan. Ia pun berjanji bahwa Turki akan melakukan apa yang perlu dilakukan untuk menangani masalah ini.

Awal ceritanya adalah Turki baru saja tiba di Bandara Rekjavik pada Minggu (9/6). Cengiz Under dan kolega langsung terbang dari Turki setelah sehari sebelumnya secara mengejutkan baru saja mengalahkan juara Piala Dunia 2018, Prancis, 2-0 juga di kualifikasi Piala Eropa 2020.

Ketika keluar dari bandara, sejumlah jurnalis mengerubungi para pemain. Hal ini membuat para pemain tak nyaman. Apalagi sebelumnya, mereka menjalani pemeriksaan panjang. Striker Turki yang bermain untuk Besiktas, Burak Yilmaz, menyatakan kalau rekan-rekannya tertahan di bagian imigrasi selama tiga jam. Salah satu alasannya karena pemeriksaan tas yang anehnya dilakukan berulang-ulang.

“Ini tidak sopan,” kata Yilmaz. “Mereka mengambil barang bawaan semua orang lalu mencarinya berulang-ulang. Kami terbang selama 6,5 jam dan menunggu di sini selama tiga tahun. Sejumlah rekan kami bahkan belum beres.”

“Ada pencarian yang tak perlu sejak kami tiba di bandara. Timnas digeledah oleh Kepolisian Islandia dari kepala hingga kaki di bandara,” kata Kapten Turki, Emre Belezoglu.

Menurut Menlu Islandia, apa yang dilakukan operator bandara, Isavia, sudah sesuai prosedur untuk memeriksa kedatangan dari luar wilayah Uni Eropa. Di sisi lain, Turki bukanlah bagian dari Uni Eropa atau Zona Schengen, yang biasanya punya aturan keamanan yang sama dengan Islandia.

Berdasarkan TV Turki, NTV, Turki pun mengirimkan protes diplomatis pada Islandia. Sementara itu, Menteri Luar Negeri Islandia menyatakan kalau Turki kelewat terlambat untuk mengirimkan permohonan akses “fast-track” untuk para pemain timnas mereka. Namun, Kedutaan Turki baru mengirimkan permohonan akses cepat tersebut hanya satu jam sebelum kedatangan tim, sehingga hal ini tak sempat diproses. Mereka pun menyatakan kalau kebijakan fast track itu hanya bisa didapatkan oleh pejabat tinggi negara.

“Pemeriksaan Timnas Turki dan staf membutuhkan waktu 1 jam 23 menit,” kata Menlu Islandia. “Sayangnya, permintaan resmi untuk fast track security check dari Kedutaan Turki di Oslo tidak diterima sesuai waktu untuk bisa diproses, karena baru dikirim satu jam sebelum kedatangan tim. Biasanya, keistimewaan itu hanya didapatkan untuk pejabat tinggi negara.”

Juru bicara Presiden Turki, Ibrahim Kalim, mencuit bahwa rasa tidak hormat yang diberikan pada timnas mereka di Islandia, tak bisa diterima. “Bangsa dan negara kita berdiri di samping tim nasional, yang akan memberikan jawaban terbaik di lapangan,” katanya.

Hubungan dengan Prancis yang Memanas

Sebelumnya, kala melawan Prancis di Torku Arena, Konya, ada pula hubungan diplomatik antara kedua negara yang mulai memanas. Presiden Prancis, Emmanuel Marcon, menyatakan kalau siulan yang dilakukan oleh fans Turki saat lagu kebangsaan Prancis diputar tidaklah bisa diterima.

Senin lalu, Federasi Sepakbola Prancis, Noel Le Graet, menyatakan kalau siulan itu disesalkan. Namun, ia menambahkan kalau mereka tak akan memperpanjang masalah itu dengan Turki.

Presiden Marcon sendiri merupakan pihak yang paling vokal di Uni Eropa yang menentang Turki untuk masuk. Kini, pembicaraan keanggotaan Turki di Uni Eropa masih deadlock.

Sumber: Al-Jazeera.