Terlibat dalam 18 gol AFC Bournemouth dari 24 pertandingan yang ia jalani dan mendapat kepercayaan untuk mewakili tim nasional Inggris, Callum Wilson, tengah merasakan masa-masa terbaik kariernya. Hanya tujuh tahun setelah merasakan sepakbola semi-profesional bersama Tamworth (2012), Wilson kini jadi incaran berbagai kesebelasan Premier League.
Bagaimana tidak? Hingga pekan ke-32 Premier League 2018/2019, Wilson tercatat sebagai pemain Inggris paling produktif keempat di liga dengan 12 gol. Ia hanya kalah dari Harry Kane, Raheem Sterling, dan Jamie Vardy. Mengalahkan Marcus Rashford, Troy Deeney, dan Wilfried Zaha, meski memiliki jam terbang yang lebih sedikit ketimbang ketiga nama itu.
Kabarnya, Everton, Chelsea, Leicester City, dan West Ham United menginginkan jasa Wilson. The Toffees -julukan Everton- bahkan disebut telah menyiapkan tawaran resmi untuk Wilson. Jumlah peminat Wilson memiliki peluang untuk terus bertambah dengan enam laga tersisa di Premier League 2018/2019. Namun, akan lebih baik jika ia bertahan.
Bukan sekedar untuk berterimakasih pada Bournemouth yang telah memberi kepercayaan dan menjadikan dirinya salah satu penyerang terbaik Inggris. Tapi juga karena the Cherries memiliki peluang besar untuk mengubah tatanan sepakbola Inggris.
Everton dan West Ham mungkin dengan lantang menyatakan ambisi mereka untuk menjadi kekuatan baru di Inggris. Wolverhampton secara terang-terangan ingin melakukan hal serupa dan memiliki sumber finansial yang dibutuhkan. Bournemouth, tanpa banyak bicara banyak memperlihatkan ambisi yang sama.
Maxim Demin Bukan Pengusaha Asing Biasa
Foto: RT / Russia Beyond
Dikendalikan oleh pengusaha asal Rusia, Maxim Demin, AFC Bournemouth mungkin masih tergolong ‘miskin’ dibanding kesebelasan Premier League lainnya. Dengan kekayaan yang mencapai 100 juta paun, Demin hanya lebih kaya dibandingkan pemilik Burnley FC, Mike Garlick dan John Banaszkiewicz (60,8 juta paun).
Harta Demin bahkan kalah jauh dari pemilik Newcastle United, Mike Ashley yang mencapai dua triliun paun. Namun berbeda dengan Ashley, Demin terlihat peduli kepada klub yang ia kendalikan. Memiliki 50% saham Bournemouth pada 2011, Demin mengakuisisi penuh the Cherries pada 2013. Sejak saat itu, kondisi keuangan the Cherries terlihat stabil. Tidak lagi terancam punah seperti 2008/09.
Ketika pertama jadi pemegang saham Bournemouth bersama Eddie Mitchell pun, Demin juga langsung membantu mereka memecahkan rekor transfer yang telah bertahan sejak 1989. Mendatangkan Matt Tubbs dari Crawley Town dengan dana 800 ribu paun pada 2011 untuk melengserkan nama Gavin Peacock yang sudah jadi pembelian termahal klub selama 22 tahun.
Uang 800 ribu pauns mungkin tidak terdengar besar di dunia sepakbola pada 2011. Akan tetapi hal itu memberikan sebuah pernyataan kuat bahwa Bournemouth memiliki keinginan untuk bersaing. Mengingat Bournemouth saat itu masih bermain di divisi tiga Inggris alias League One, dana 800 ribu pauns tergolong besar.
Buktinya, hingga 2018/2019, Matt Tubbs masih jadi salah satu pemain termahal yang pernah dibeli kesebelasan League One. Lebih mahal ketimbang Billy Sharp ketika dibeli Sheffield United (2015 – 635.000), ataupun Grant Holt saat didaratkan Norwich (2009 – 428.000).
Pada 2012/13, Bournemouth berhasil promosi ke Championship, dan dua tahun kemudian, mereka menjuarai liga itu untuk merasakan Premier League untuk pertama kalinya dalam sejarah klub. Presiden Bournemouth Jeff Mostyn mungkin dapat memberi gambaran lebih jelas tentang pengaruh Demin. “Tanpa dirinya, Anda tidak akan bisa melihat Bournemouth hari ini,” katanya.
Perlahan Tapi Pasti
Foto: Zimbio
Pemilik baru menyediakan dana segar untuk manajer atau kepala pelatih berbelanja di bursa transfer adalah hal normal. Hal yang membuat Demin berbeda dibanding pemilik lainnya adalah sosok Eddie Howe. Hampir setiap kali pemilik baru datang, manajer sering menjadi korban. Tapi tidak Howe.
Liverpool tidak memberikan Roy Hodgson satu musim penuh setelah Fenway mengambil alih the Reds. Begitu juga Mark Hughes di Manchester City. Bahkan sekelas Birmingham City juga melakukan hal yang sama, menendang Gary Rowett dari kursi kepelatihan usai berpindah tangan ke Trillion Trophy Asia.
Howe bertahan dipertahankan di Bournemouth. Nahkoda yang juga mantan pemain the Cherries itu sebenarnya pernah hengkang ke Burnley, namun tak lama di Turf Moor, Howe kembali ke Bournemouth.
Kembalinya Eddie Howe menjadi kunci kesuksesan Bournemouth mencapai Premier League. Sama seperti Leicester yang menunjuk kembali Nigel Pearson atau Stoke City dengan Tony Pulis.
Kepercayaan Bournemouth kepada Eddie Howe itu mencerminkan sikap klub yang percaya akan sebuah progress. “Demin sangat peduli kepada Bournemouth dan ingin melakukannya dengan cara yang benar. Dia tidak memiliki jaminan untuk sukses, tapi keberaniannya jelas terbayar,” kata Howe.
Opsi Terbaik untuk Talenta Lokal
Foto: Chat Sports
Ditangani oleh Eddie Howe, disokong pemilik seperti Maxim Demin, Bournemouth perlahan memperlihatkan kekuatan mereka di Premier League. Bermodalkan pemain-pemain muda, the Cherries semakin paten di divisi tertinggi sepakbola Inggris.
Duduk di posisi 16 pada musim pertama mereka (2015/16) hingga kini hanya terpaut enam poin dari Wolverhampton yang menduduki peringkat tujuh sementara liga. The Cherries melakukan itu semua dengan talenta muda dan lokal. Menurut Transfermarkt, Eddie Howe hanya memiliki 11 pemain asing di skuadnya pada musim 2018/19. Hanya Burnley yang mencatatkan angka lebih sedikit (10).
Melihat peta persaingan Premier League, sangat sulit bagi penyerang Inggris untuk dapat tempat sebagai juru gedor utama. Bournemouth menyediakan itu bagi Wilson. Bersama the Cherries, Wilson bisa terus berkembang dan jadi pilihan utama. Bermain di kompetisi antar kesebelasan Eropa bersama Bournemouth juga bukan mimpi baginya. Itu memang menjadi target Howe dan Demin.
“Jika ini dibicarakan enam atau lima tahun lalu, saat kami ada di peringkat 21 divisi tiga Inggris, semua pasti tertawa. Tapi tidak semua kesebelasan diasuh Eddie Howe. Melihat Eddie dan bagaimana ambisi Bournemouth, tidak ada yang mustahil di sini,” kata Pelatih Bournemouth, Steve Fletcher.
Kesebelasan lain mungkin terlihat menggiurkan bagi Wilson. “Rumput tetangga memang selalu terlihat lebih hijau”, kata pepatah. Sayangnya, tetangga tidak memiliki dukungan dari Demin dan Howe seperti Bournemouth. Callum Wilson harus ingat itu.