Mengakhiri musim 2018/2019 sebagai finalis Piala FA tidak membuat Watford jadi gelap mata. Melihat bisnis mereka sepanjang musim panas 2019, the Hornets tetap bergerak secara normal. Danny Welbeck menjadi satu-satunya ‘pemain ternama’ yang mendarat di Vicarage Road. Itupun didatangkan secara cuma-cuma dari Arsenal.
Tak menghitung biaya transfer Sam Dalby yang jumlahnya dirahasiakan oleh Leeds, Javi Gracia hanya mengeluarkan 34,2 juta Pauns selama jendela transfer musim panas 2019 dibuka. Hal itu membuat dirinya tercatat sebagai salah satu manajer paling hemat di divisi tertinggi sepakbola Inggris. Hanya Jurgen Klopp (Liverpool), Roy Hodgson (Crystal Palace), Sean Dyche (Burnley), dan Daniel Farke (Norwich) yang mengeluarkan uang lebih sedikit dibandingkan Gracia.
Meski demikian, Gracia sempat memecahkan rekor transfer Watford dengan mendaratkan penyerang Senegal, Ismaila Sarr. Diboyong dari Rennes dengan dana 27 juta Pauns, Sarr menjadi pemain termahal dalam sejarah Watford. Mengungguli Andre Gray yang didaratkan dengan dana 18,3 juta Pauns pada 2017/2018. Sarr juga menjadi pemain Senegal pertama yang pernah dimiliki oleh the Hornets.
“Kesebelasan lainnya menghabur-haburkan uang untuk mendaratkan pemain bagus. Kami tidak perlu melakukan hal itu. Craig Dawson (5,4 juta Pauns), Tom Dele-Bashiru, Welbeck (gratis), dan Sarr sudah cukup,” kata Gracia. “Kami sudah memantau Sarr saat ia bermain untuk Senegal di Africa Cup Of Nations (AFCON) 2019. Dia pemain muda potensial, pasti akan berguna untuk tim ini,” lanjutnya.
Perbandingan dengan Ousmane Dembele
Dana 27 juta Pauns untuk Sarr sebenarnya tergolong murah. Pasalnya, Rennes sempat mematok harga 44 juta Pauns untuk jebolan Generation Foot tersebut. Sebelum dikontrak Watford, jasa Sarr dikaitkan dengan Arsenal dan Inter Milan.
Tapi, Unai Emery ragu untuk memenuhi permintaan Rennes tersebut. Dirinya hanya berani menawarkan jasa Emiliano Martinez ditambah 15 juta Pauns untuk Sarr.
Sepanjang musim 2018/2019, Sarr memberikan kontribusi dalam 24 gol dari 50 laga yang dijalaninya. Real Betis, Arsenal, Olympique Marseille, Lyon, Saint-Etienne, Lille OSC, semua menjadi korban Sarr.
Pengakuan pun berdatangan dari berbagai pihak. “Sarr jelas bintang utama Rennes. Sejak awal musim, ia adalah satu-satunya pemain yang selalu konsisten bagi timnya. Tumpuan di setiap serangan yang dilancarkan Rennes,” aku mantan bek Bayern Munchen, Willy Sagnol.
9 – Since making his Ligue 1 debut in August 2016, Ismaila Sarr has won a league-high nine penalties. Across the big five European leagues in this period, only Raheem Sterling & Wilfried Zaha have won more (11). Tricky. pic.twitter.com/mVshkkhZmg
— OptaJoe (@OptaJoe) August 8, 2019
“Saya bisa dengan mudah menyebutkan pemain-pemain hebat yang dimiliki Paris Saint-Germain (PSG), Lille, dan Lyon. Tapi mungkin akan lebih berguna untuk menyebut nama lain seperti Sarr,” kata mantan nakhoda Manchester United, Jose Mourinho.
“Saya melihat dirinya mirip dengan Ousmane Dembele. Ligue 1 memang memiliki banyak potensi,” jelas the Special One yang sempat dirumorkan akan melatih di Prancis. Berhasil mendapatkan pemain muda yang sudah terbukti krusial dengan dana kurang dari 30 juta Pauns adalah kemenangan tersendiri bagi Watford.
Mourinho bukan satu-satunya orang yang mengatakan bahwa Sarr mirip dengan Dembele. Thierno Seydi selaku agen dari Sarr juga mengutarakan hal yang sama. “Sarr merupakan pemain yang cepat dan memiliki teknik sempurna. Dirinya mirip dengan Dembele,” ungkap Seydi.
Uniknya lagi, Sarr sebenarnya punya peluang untuk lebih dulu mengenakan seragam Barcelona ketimbang Dembele. Namun, dirinya lebih memilih Metz yang punya koneksi dengan Generation Foot.
***
Mengingat Dembele juga pernah membela Rennes sebelum naik daun bersama Borussia Dortmund, komparasi tersebut tidak bisa dihindari Sarr. Bahkan waktu dia masih di Metz, dirinya dibanding-bandingkan dengan Sadio Mane.
Tapi legenda Rennes, Patrick Rampillon, tidak setuju dengan hal itu. “Sarr lebih atletis dan cepat dibandingkan Dembele. Sementara kelebihan utama Dembele adalah permainannya yang begitu halus,” buka Rampillon. “Sarr juga sudah mulai memiliki insting membunuh di depan gawang. Dia bisa menjadi penyerang yang sangat mematikan,” lanjut Rampillon.
Rampillon yang membela Rennes sejak 1979 hingga pensiun di 1985 sempat menjabat jadi penasihat dan Direktur Akademi Rennes. Dirinya pasti mengenal Sarr dan Dembele lebih baik dibandingkan Mourinho ataupun Seydi. Pasalnya, meski Seydi adalah agen dari Sarr, ia tidak memiliki koneksi dengan Dembele. Beda dengan Rampillon.
Menggila Setelah AFCON 2017
Foto: FC Metz
Lagipula, Sarr sebenarnya sudah menarik perhatian sejak masih membela berseragam Metz (2016/2017). Pada musim pertamanya di Prancis, Sarr membantu Les Grenats mencetak 10 gol. Tanpa Sarr, Metz akan kehilangan 14 poin.
Tanpa kontribusi Sarr, Metz hanya akan mengoleksi 29 poin. Lebih rendah dibandingkan Bastia yang jadi juru kunci 2016/2017 dengan 34 poin. “Sejak pulang dari AFCON, Sarr menjadi sangat luar biasa. Dia memang pemain yang bisa diandalkan. Terutama dalam seragan balik,” puji Philippe Hinschberger yang menangani Sarr di Metz.
AFCON 2017 jadi debut Sarr di tim nasional. Setelah duduk di bangku cadangan selama kualifikasi, Sarr mendapat kepercayaan dari Aliou Cisse. Meski tidak mencetak gol pada turnamen tersebut, Cisse selalu membawa Sarr di tiap laga Senegal.
“Sarr adalah pemain muda yang telah memperlihatkan perkembangan di semua bagian teknis. Bermain dengan Metz akan membantu perkembangannya. Dalam tim nasional, pemain dengan mudah datang dan pergi karena berbagai alasan. Oleh karena itu kita membutuhkan darah muda seperti Sarr untuk dibentuk menjadi tulang punggung tim,” ungkap Cisse.
Penampilannya bersama Metz membuat beberapa kesebelasan Premier League mulai mengincar Sarr. Crystal Palace dan Newcastle United sempat diisukan tertarik menebus Sarr dari Metz. Akan tetapi, Sarr lebih memilih bertahan di Prancis dan membela Rennes.
Peluang di Watford
Foto: TalkSport
Musim 2019/2020 akan menjadi kampanye ke-empat Sarr di Eropa. Meninggalkan Prancis untuk main di Premier League, Sarr bisa dibilang sudah naik kelas. Dalam waktu singkat, dirinya sudah tampil lebih dari 100 kali di Eropa. Bahkan sudah membuktikan kualitasnya di Liga Europa dengan melibatkan diri dalam tujuh gol dari sembilan pertandingan.
Memecahkan rekor transfer untuk Sarr adalah pilihan yang tepat dari Watford. Ketika fokus publik mengarah ke Nicolas Pepe, Watford berhasil mendaratkan permata lain dari Ligue 1, tanpa perlawanan.
Bersama Watford, Sarr mungkin saja mengikuti jejak Issa Diop. Mantan bek Toulouse itu didaratkan West Ham pada 2018/2019 tanpa banyak mendapat perhatian. Talenta Ligue 1 yang tengah menjadi fokus saat itu adalah Jean Michaël Seri. Gelandang yang diperebutkan Chelsea dan Barcelona sebelum mendarat di Fulham. Tapi ternyata Diop lebih bersinar.
Peluang itu ada, tapi tergolong sangat kecil. Ketika Pepe kemungkinan besar jadi anggota trisula maut bersama Alexandre Lacazette dan Pierre-Emerick Aubameyang, Sarr hanyalah pelapis Gerard Deulofeu di Watford.
***
Dengan kehadiran Welbeck, Deulofeu yang sering dimainkan sebagai penyerang tengah di musim 2018/2019 kemungkinan besar akan kembali ke sayap kanan. Welbeck dan Gray akan bergantian menjadi pendaping Troy Deeney. Saar duduk di bangku cadangan.
Untuk seorang pemain yang baru datang ke Premier League dan masih tergolong muda (kelahiran 1998), duduk di bangku cadangan bukanlah hal buruk. Setidaknya Sarr tahu dirinya punya masa depan di Vicarage Road. Tidak akan dipinjamkan ke klub lain.
Bukan hanya karena ia adalah pembelian termahal klub. Tapi juga karena salah satu masalah utama the Hornets di 2018/2019 adalah minimnya pelapis untuk Deeney dan Deulofeu. Sekarang Garcia sudah memiliki keduanya dan siap mengembangkan Watford lebih jauh lagi. “Kita berhasil mempertahankan pemain-pemain penting dan menambah amunisi. Itu adalah bukti dari ambisi Watford,” kata Garcia.