Vilhena, Si Anak Emas Ronald Koeman dan Keputusannya ke Rusia

Foto: The Boot Room

Tergabung dalam sistem akademi Feyenoord sejak masih berusia delapan tahun, gelandang kelahiran 3 Januari 1995 mungkin masuk ke dalam generasi terbaik De Trots van Zuid pada era modern. Mengisi kolam talenta di Rotterdam bersama Rick Karsdorp, Karim Rekik, Sven van Beek, Anwar El Ghazi, Terence Kongolo, dan Vincent Janssen.

Menjalani debut saat masih berusia 17 tahun, setahun kemudian Tonny Vilhena menjadi pemain termuda yang berhasil mencetak dua gol atau lebih di Eredivisie untuk Feyenoord. Membobol gawang Willem II dan membantu De Trots van Zuid menang 3-1.

Sejak saat itu, Vilhena menjadi permanen di lini tengah Feyenoord. Ronald Koeman sangat menyukai permainan Vilhena sampai-sampai ngotot ingin membawa jasanya ke St.Mary’s ketika ia mendapat kontrak dari Southampton.

Vilhena memang bisa disebut sebagai anak emas Koeman. Tapi status itu tak datang tanpa alasan. Meski dirinya masih muda, Vilhena adalah kunci dari kebangkitan Feyenoord di era Koeman. Untuk mendorong the Saints mendatangkan Vilhena, Koeman sampai melempar kritik ke akademi yang melahirkan Gareth Bale dan Theo Walcott.

“Pemain-pemain muda memang butuh kompetisi yang keras agar bisa berkembang. Tapi mereka juga harus bisa main di kompetisi itu. Apa yang saya punya di sini [Southampton] tidak sebanding dengan amunisi dari Feyenoord,” kata Koeman.

Ditempa van Bronckhorst

Foto: Voetbal

Setelah Koeman pergi dari Feyenoord, Vilhena memang menjadi incaran berbagai klub. Tak hanya Southampton yang menginginkan jasanya. Tapi juga Tottenham dan Napoli. Saat itu, ia dibanderol dengan dana lima juta euro. Tergolong murah untuk pemain muda potensial.

Anehnya, tak ada yang berani memenuhi permintaan Feyenoord. Southampton yang diasuh Koeman bahkan hanya rela mengeluarkan tiga juta euro untuk jasa Vilhena. Jam terbang Vilhena menurun setelah Giovanni van Bronckhorst mengambil alih kursi kepelatihan dari Koeman. Tapi bukan berarti dirinya memiliki hubungan buruk dengan Gio.

Vilhena hanya diminta untuk membuktikan dirinya dan ia berhasil melakukan hal itu. Pada akhirnya, ia tampil lebih dari 13.000 menit selama empat tahun kepelatihan Gio. Bahkan, ketika Gio meninggalkan De Kuip, Vilhena mengaku ingin melihat sosok keturunan Maluku itu bertahan lebih lama di Feyenoord. Namun, Vilhena kemudian memutuskan untuk ikut pergi setelah melihat Gio meninggalkan De Kuip.

“Saya banyak berbicang dengan dirinya. Apa yang ingin ia lakukan dengan diri saya sudah menjadi kenyataan. Sekarang saya ingin melangkah ke level berikutnya. Gio merasa saya siap untuk melakukan hal itu,” kata Vilhena.

Jelmaan Edgar Davids

Foto: NRC

Berkat Gio, Vilhena kembali mendapatkan tempat tim nasional Belanda setelah absen lima bulan. Lalu, saat Koeman ditunjuk menggantikan Danny Blind, Vilhena pun menjadi bagian penting dari kebangkitan Oranje. Sama seperti apa yang ia lakukan di Feyenoord.

Belanda menembus final UEFA Nations League, mengalahkan Inggris, Prancis, dan Jerman meski gagal mengangkat piala di akhir kompetisi.

Tapi momen terbaik Vilhena datang jauh sebelum UEFA Nations League, Portugal memilih Belanda sebagai rekan uji coba sebelum Piala Dunia 2018. Belanda menang telak 3-0 dari juara Piala Eropa 2016 itu dan menurut Koeman, Vilhena adalah kunci keberhasilan Oranje mengalahkan Cristiano Ronaldo dan kawan-kawan.

“Dia mematikan Ronaldo sejak awal pertandingan dan itu membuat kami dengan leluasa  bisa mengatur tempo permainan,” kata Koeman. Penampilan Vilhena melawan Portugal itu mengingatkan publik akan potensi tinggi yang ada dalam dirinya.

Mario Been, mantan pemain dan nakhoda Feyenoord sempat membandingkan Vilhena dengan Edgar Davids di usia muda. “Setiap tim membutuhkan pemain seperti mereka. Pemain yang berani memberikan kekuatan lebih di atas lapangan. Vilhena adalah pemain muda yang luar biasa,” puji Been.

Seiring berjalannya waktu, Vilhena semakin memperlihatkan permainan seperti Davids. Ia mungkin bukan gelandang yang produktif, selain musim 2017/2018, dirinya tidak pernah mencetak lebih dari 10 gol. Tapi dirinya selalu aktif di lini tengah De Trots van Zuid. Entah itu mematikan pergerakan lawan ataupun membangun serangan untuk rekan-rekan satu timnya.

Menghindari Nasib Janssen, Rekik, dan Kongolo

Setelah 16 tahun membela Feyenoord, Vilhena pun memutuskan untuk hengkang. “Saya ingin keluar dari Belanda. Rasanya semua orang sudah melihat kemampuan saya. Baik itu di Feyenoord ataupun tim nasional Belanda. Saya ingin menjadi lebih baik lagi dan naik ke level berikutnya,” kata Vilhena.

Uniknya, meski diincar oleh Bayer Leverkusen dan Tottenham Hotspur, Vilhena memilih FK Krasnodar sebagai pelabuhan berikutnya. Bukan pindah ke Inggris, Italia, ataupun Spanyol. Dirinya mengabaikan kesempatan main di Jerman untuk ke Rusia!

Keputusan Vilhena ini memang terlihat aneh. Apalagi saat dirinya masih masuk ke dalam radar Leverkusen dan Tottenham. Akan tetapi, melihat teman-teman seangkatannya yang sudah lebih dulu meninggalkan Feyenoord, Rusia mungkin pilihan yang masuk akal.

Apabila ia langsung melompat ke 1.Bundesliga atau Premier League, dirinya bisa memiliki nasib seperti Karim Rekik, Terence Kongolo, dan Vincent Janssen. Potensinya terbuang sia-sia karena salah langkah. Rusia bisa menjadi tempat untuk dirinya mempersiapkan diri ke ‘liga top Eropa’. Sama seperti apa yang dilakukan Quincy Promes di Spartak Moscow.

Foto: Spartak

Promes sebenarnya diincar oleh Manchester United saat masih berstatus pemain U21 dan membela Twente di Eredivisie. Namun ia lebih memilih Spartak dibandingkan pergi ke Old Trafford. Ketika the Red Devils sesak nafas pasca peninggalan Sir Alex Ferguson, Promes bersinar di Rusia.

Pada akhirnya, Promes ditebus Sevilla dengan dana 20 juta Euro pada musim panas 2018. Tercatat sebagai pemain termahal kedua yang pernah dibeli Los Nervionenses dan menjadi bagian penting masa transisi klub Andalusia tersebut. Tidak redup seperti Janssen, Rekik, ataupun Kongolo.

Menjelang musim 2019/2020, Promes pulang ke Belanda. Ditebus Ajax Amsterdam dengan dana 15,7 juta Euro. “Saya tak bisa menolak Ajax. Ini merupakan tim yang saya bela saat masih kecil,” kata Promes.

Mungkin butuh waktu untuk melihat Vilhena membela kesebelasan tenar dunia. Akan tetapi saat hal itu datang, dapat dipastikan ia akan siap mengawal lini tengah mereka.