Zenit St. Petersburg Sebagai Bukti Efektivitas Transfer Musim Dingin

Foto: Twitter Zenit

Bursa transfer musim dingin 2019 telah berakhir di liga-liga ternama Eropa. Setidaknya lima liga yang dunia anggap sebagai terbaik Eropa (Premier League, Serie-A, La Liga, Ligue 1, dan 1.Bundesliga) telah menutup jendela transfer mereka. Namun, beberapa negara lain seperti Rusia, Serbia, Polandia, Ukraina, dan lain-lain belum menghentikan masa transaksi mereka.

Per 6 Februari 2018, 30 negara anggota UEFA masih bisa menjalani bisnis jual-beli pemain. Menurut Transfermarkt, salah satu negara yang paling aktif melakukan transaksi di bursa transfer musim dingin 2019 adalah Rusia. Ada 117 pemain berpindah klub di Rusia hingga saat ini (6 Februari 2018). Hanya enam negara lain yang melakukan transaksi lebih banyak dibandingkan Rusia dan masih berpeluang menambah jumlah tersebut hingga jendala jual-beli pemain ditutup.

Dari 117 transaksi pemain, Zenit merupakan kesebelasan yang paling banyak mendaratkan pemain di bursa transfer musim dingin 2019. Wilmar Barrios, Sardar Azmoun, dan Yaroslav Rakytskyi didaratkan dengan total dana 37 juta Euro di musim dingin.

Hanya dua kesebelasan lain, Znamya Truda dan Dinamo Stavropol yang juga mendaratkan tiga pemain pada bursa transfer musim dingin 2019. Namun mereka adalah peserta divisi tiga, Zenit merupakan salah satu kesebelasan terbaik di Rusia, tidak pernah terdegradasi sejak 1996.

Sejauh memori bisa mengingat, bursa transfer musim dingin memiliki reputasi buruk di Eropa. Menghabiskan banyak uang di pertengahan musim dianggap tidak bijak. Apalagi dalam beberapa kasus, mereka yang didaratkan di musim dingin dengan dana besar tak bisa membuktikan kelayakan mereka. Andy Carroll dan Fernando Torres menjadi nama yang paling melekat di kepala.

Wajar jika akhirnya banyak kesebelasan yang lebih memilih untuk meminjam pemain daripada langsung membeli incaran mereka. Meskipun ada opsi untuk permanen dalam peminjaman tersebut, pihak klub tak ingin mengambil risiko dengan langsung membeli mereka.

Namun hal itu tidak dilakukan oleh Zenit St.Peterseburg. Mereka mendaratkan tiga nama baru ke Gazprom Arena dan semuanya langsung permanen. Bukan hanya pernamen, satu dari tiga pembelian mereka langsung masuk ke dalam 10 pemain termahal yang pernah didatangkan klub.

Melihat pergerakan Zenit St.Petersburg di bursa transfer musim dingin 2019 yang di luar ‘norma’ sepakbola, menarik untuk menelusuri pembelian mereka lebih dalam lagi. Hingga akhirnya bisa dilihat bagaimana kesebelasan berjuluk Lvi atau Sang Singa dapat membeli pemain berkelas tanpa harus memiliki risiko gagal seperti kesebelasan-kesebelasan lain.

Foto: Twitter – @fczenit_en

Wilmar Barrios (15 juta Euro dari Boca Juniors)

Barrios merupakan pembelian termahal Zenit di bursa transfer musim dingin 2019. Dana sebesar 15 juta Euro diberikan Zenit kepada Boca Juniors setelah mereka menjual Leandro Paredes ke Paris Saint-Germain (PSG).

Paredes merupakan pemain kunci Zenit dalam beberapa musim terakhir. Sebelum pergi ke PSG, dirinya disebut akan menjadi pengganti Cesc Fabregas di Chelsea. Namun, Paredes lebih memilih PSG dan Zenit mendapatkan dana 45 juta Euro dari klub asal Paris tersebut.

Penawaran PSG untuk Paredes lebih tinggi dibandingkan uang yang berani dikeluarkan oleh Chelsea (40 juta Euro). Ia bahkan jadi penjualan tertinggi Zenit setelah Hulk (2016). Lewat dana yang didapat dari PSG, 15 juta Euro untuk Barrios bisa tergolong murah.

Barrios juga bukan pemain sembarangan. Gelandang berusia 25 tahun itu merupakan salah satu tulang punggung Boca Juniors yang berhasil menembus final Copa Libertadores 2018. Dirinya juga diincar Tottenham Hotspur sebelum mendarat di Gazprom.

Kepergian Paredes membuat Barrios tidak perlu berusaha untuk menjadi pemain utama di Zenit. Paredes meninggalkan pos penting dan Barrios bisa mengisi tempat tersebut. Barrios merupakan pemain Kolombia pertama yang pernah diboyong Zenit dan dirinya siap untuk membayar kepercayaan klub.

“Sebelum saya mendarat di sini [Zenit], ada masa-masa sulit yang harus dilewati. Saya tak ragu menerima pinangan Zenit karena sudah diskusi dengan Ricardo Lombarde (Anorthosis Famagusta), teman baik yang lama bermain di Rusia,” buka Barrios.

“Beberapa orang mengatakan kepindahan saya akan berujung dengan kegagalan. Namun saya akan membuktikan diri di Zenit. Saya akan bersenang-senang sembari membantu tim ini mencapai target,” lanjutnya.

Tempat utama disiapkan untuk  Barrios karena Zenit tidak memiliki gelandang utama setelah Paredes pergi. Daler Kuzyaev yang biasa menjadi tandem Paredes juga sedang cedera. Jadi tidak alasan untuk Barrios gagal mencapai level lebih tinggi dalam karirnya.

Foto: Twitter – @fczenit_en

Yaroslav Rakytskyi (10 juta Euro dari Shakhtar)

Sama seperti Barrios yang dapat langsung masuk tim reguler karena kebutuhan tim, Rakytskyi juga dibutukan Zenit untuk memperkokoh pertahanan mereka. Hingga pekan ke-17 Liga Premier Rusia, Zenit menduduki posisi puncak klasemen. Namun mereka termasuk salah satu kesebelasan dengan pertahanan terburuk di papan atas ke tengah liga.

Kebobolan 17 kali, pertahanan Zenit hanya lebih baik dibandingkan Ural FC (9th) di 10 besar liga. Pesaing terdekat mereka, FC Krasnodar bahkan memiliki rekor terbaik selama 17 pertandingan 2018/2019. Krasnodar lebih produktif ketimbang Zenit (31:27) dan hanya kebobolan 13 kali. Dengan selisih poin yang hanya satu angka, Rakytskyi merupakan salah satu cara Zenit menyelesaikan masalah mereka.

Mendominasi Liga Ukraina bersama Shakhtar Donetsk, Rakytskyi hanya melihat tim yang ia bela kebobolan sembilan kali dalam 18 pertandingan. Tembok kokoh seperti dia dibutuhkan oleh Zenit yang sepanjang musim hanya dapat mengandalkan Branislav Ivanovic sebagai palang pintu utama.

Sardar Azmoun (12 juta Euro dari Rubin Kazan)

Pada hari terakhir bursa transfer musim dingin 2019 di Inggris, Wolverhampton Wanderers ingin meminjam jasa Sardar Azmoun dari Rubin Kazan. Kubu wolves berani memberi opsi kontrak permanen jika penyerang Iran itu rela dilepas Kazan.

Kazan rela melepas pemain yang dijuluki sebagai ‘Messi asal Iran’ tersebut. Nama Azmoun memang sudah lama jadi incaran kesebelasan-kesebelasan Premier League. Liverpool juga sempat meminati dirinya. Namun, Azmoun menolak the Reds karena tidak ingin menjadi penghangat bangku cadangan.

Wolverhampton lebih memiliki peluang untuk memberikan tempat utama kepada Azmoun. Pasalnya Wolves hanya memiliki Raul Jimenez sebagai penyerang murni mereka di depan gawang lawan. Tapi, Kazan menolak tawaran Wolves karena tak ingin Azmoun hanya diberi opsi permanen. Kazan ingin hal tersebut menjadi sebuah obligasi setelah masa pinjaman habis.

Pihak Wolves ragu untuk memenuhi permintaan tersebut. Menurut mereka ada potensi Azmoun yang belum pernah merasakan Premier League akan gagal di Wolves. Melihat keraguan Wolves, Zenit akhirnya langsung menebus Azmoun dengan 12 juta Euro.

Azmoun sudah terbukti memiliki kualitas untuk bermain di Liga Rusia. Dirinya mungkin tak terlalu produktif di Rostov dan Kazan, namun Azmoun selalu berhasil untuk menghidupkan permainan. Zenit tidak memiliki penyerang seperti Azmoun pada skuat mereka.

Foto: Zimbio

Penyerang yang dimiliki Zenit, Sebastián Driussi dan Artem Dzyuba, memiliki karakteristik yang sama. Mereka merupakan ujung tombak tradisional yang mematikan di dalam kotak penalti dan bagus untuk menahan bola di daerah pertahanan lawan.

Sedangkan Azmoun bukan hanya memiliki penempatan diri yang bagus, dia juga dibekali mobilitas tinggi. Hal itu membuat dirinya dapat mengancam gawang lawan dari dalam ataupun luar kotak penalti.

Driussi dan Dzyuba jauh dari kata mandul. Masing-masing dari mereka sudah terlibat pada 33 gol Zenit di semua kompetisi. Namun, hanya 20 diantaranya yang terjadi di ajang liga. Dengan hanya 20 dari 27 gol mereka bergantung ke dua pemain tersebut, Azmoun dapat mengurangi beban dan memberikan variasi untuk Zenit.

Tanpa Risiko

Melihat ketiga pemain tersebut sesuai dengan kebutuhan Zenit, bisa dikatakan mereka tak memiliki risiko untuk gagal di St.Petersburg. Hal inilah yang membedakan Zenit dengan mayoritas kesebelasan tenar lain di Eropa. Ketika Liverpool memboyong Andy Carroll, the Reds tidak memikirkan kebutuhan tim. Mereka hanya berpikir Carroll adalah pemain hebat dan muda dari Inggris.

Begitu juga dengan Torres ketika membela Chelsea. Meski Ancelotti menggunakan sistem 4-3-3 dan sudah memiliki Didier Drogba sebagai penyerang utama, the Blues masih tetap menebus Torres.

Kegagalan tersebut pada akhirnya menimbulkan rasa takut. Padahal jika mereka dapat meninjau kembali performa tim selama paruh musim dan mengidentifkasi kebutuhan agar bisa mencapai target di kompetisi, risiko itu akan hilang.