Dua tahun lalu, Jurgen Klopp menjadi orang yang bertugas membawa Liverpool kembali ke papan atas yang dulu selalu ditempati Liverpool pada awal 1980-an dan sekarang saatnya untuk menilai apakah pelatih asal Jerman ini berada di jalur yang benar atau tidak.
Klopp akan mengatakan bahwa dia berada di jalur yang benar. Liverpool pun berharap dia berada di jalur yang benar. Raksasa Merseyside baru saja memperpanjang kontraknya sampai 2022.
Namun saya tidak begitu yakin.
Pernah ada acara reality show yang disiarkan di Inggris berjudul “Faking It”. Dalam acara tersebut, para kontestan harus mencoba menipu para ahli untuk berfikir bahwa mereka adalah profesional berpengalaman di satu bidang tertentu yang tidak mereka ketahui sama sekali.
Misalnya, pemilik food truck burger pernah berhasil memimpin sebuah tim kuliner yang dipercaya bahwa ia telah menyiapkan masalah gourmet sepanjang hidupnya. Saya sering merasakan Klopp mencoba melakukan aksi serupa di kemudi The Reds.
Angka yang Sangat Buruk
Tidak dapat dipungkiri bahwa Klopp dianggap sebagai manajer yang jauh lebih unggul daripada Brendan Rogers – pelatih yang digantikan olehnya. Namun, itu tidak terjadi.
Ya, Klopp telah mengumpulkan lebih dari 14 poin di Premier League dalam 45 pertandingannya daripada yang dilakukan Rogers di 46 pertandingan yang dijalani. Namun, Rodgers memimpin dengan membuktikan bahwa kontraknya dengan Liverpool memang layak, sedangkan Klopp belum benar-benar mendekati hal itu dan itu tidak akan berubah musim ini.
Jika hari penghakiman terjadi besok, Klopp niscaya akan menunjukkan penampilannya melawan `The Big Six` sebagai bukti bahwa dia adalah orang yang tepat, selama masa kontraknya. Liverpool memiliki lebih banyak kemenangan dan lebih banyak poin melawan `The Big Six` dari pada pelatih lain. Namun, persentase kemenangannya melawan semua tim lain di Liga Premier adalah yang terburuk dari `The Big Six`.
Pendekatan yang salah
Dalam satu episode Faking it, penyanyi punk rock mencoba untuk menjadi konduktor orchestra. Dia melakukan usaha sepenuh hati namun akhirnya gagal karena gerakannya berani dan ketat sehingga juri melihatnya sebagai penyanyi.
Pendekatan Klopp di Liverpool serupa. Di liga dimana pertahanan sangat buruk berbanding terbalik dengan sisi penyerangan, Klopp terus fokus pada penyerangan dan mengabaikan pertahanan.
Liverpool telah menghabiskan 150 juta poundsterling untuk pemain tengah dan pemain depan semenjak Klopp menangani dibandingkan dengan 17,8 juta poundsterling untuk pembelian pemain bertahan dan kiper.
Pendekatan ini sama sekali tidak berhasil, Liverpool telah kebobolan lebih banyak gol (93) dari United, City, Chelsea, Tottenham dan Arsenal sejak Klopp tiba di Anfield.
Itu bukan bagaimana anda memenangkan Premier League.
Klopp mendapat keputusan yang salah besar
Klopp tampaknya membuat keputusan besar yang salah, Coutinho sangat di incar pada bursa transfer terakhir namun bos Liverpool menolak untuk membiarkannya pergi. Ini adalah bukan rahasia umum lagi bahwa pemain Brasil itu ingin keluar dan saya tidak akan meramalkan perubahan itu.
James, Milner, Alex Olxade-Chamberlain, Roberto Firmino, Mohamed Salah, Daniel Sturridge dan Sadio Mane mereka bisa mencetak gol.
Dengan masalah pertahanan mereka yang disebutkan diatas, tentunya masuk akal untuk menjual Countiho yang ingin dan membawa setidaknya dua pemain bertahan yang dapat diandalkan dengan uang yang dihasilkan dari transaksi tersebut.
Tidakkah seharusnya bisa fokus untuk menang?
Liga Premier adalah bisnis, untuk bertahan hidup, Anda harus menang.
Klopp terus dan terus membangun sebuah identitas, tentang memainkan merek sepakbola tertentu, tentang mengembangkan pemain muda, tentang merencanakan masa depan, tentang berhubungan dengan para penggemar, dll.
Saya percaya bahwa fokusnya harus memenangkan pertandingan sepakbola dan terlalu sering tidak.
Retorika yang terus-menerus mengurangi pentingnya hasil akhir akan semakin basi lebih cepat daripada nanti. Klopp perlu menyadari itu atau dia akan dipanggil keluar.
Kepribadian yang sebenarnya diceritakan
Tidak ada jeritan mengagumkan lebih dari kompensasi berlebihan.
Saya tidak menyangkal bahwa Klopp adalah seorang pelatih sepakbola yang penuh gairah. Namun, sulit untuk tidak merasa bahwa kejenakaan di pinggir lapangan kadang-kadang dibuat-buat, seolah-olah di mencoba untuk mengimbangi kurangnya pengetahuan teknis dan pengalaman manajerial dengan emosi dan semangat.
Mantan manajer Tottenham, Tim Sherwood, baru-baru ini mengatakan bahwa Klopp mendapat lebih banyak peluang dengan media karena bagaimana dia berinteraksi dengan mereka. Saya setuju sepenuhnya.
Pekerjaan Klopp tampak aman saat ini tapi seharusnya tidak, dia belum pernah memenangkan piala dalam dua tahun di Liverpool, Jika Roy Hodgson, Kenny Dalglish dan Rogers bersatu dengan Klopp mereka akan berjalan pada tracknya.
Menjadi pelatih yang baik dan senyum lebar yang hanya bisa didapat sejauh ini.
Rekor Klopp di Borussia Dortmund sangat mengesankan – dia memenangkan gelar Bundesliga berturut-turut pada musim 2011 dan 2012 dan menempati posisi kedua di tahun 2013 dan 2014.
Liga Premier adalah tempat yang sangat berbeda sekali. Baik Liverpool maupun Klopp berharap kemitraan ini akan berlangsung lama. Saya memiliki keraguan terhadap diri saya.
Pada usia 50 tahun, saya merasa Klopp masih harus banyak belajar tentang pertandingan di Inggris dan Liverpool sekali pun bukan tempatnya untuk itu. Klub ini ingin menang lagi.
Klopp perlu mulai mendapatkan hasil positif dengan kemenangan atau Fenwey Sports Group mungkin saja dia memalsukannya dan menunjukkan kepadanya pintu untuk keluar dari Liverpool.
Sumber: Disadur dari tulisan Zac Elcin berjudul “Is Klopp Faking It” di Fox Sports -> http://www.foxsportsasia.com/football/premier-league/729032/is-klopp-faking-it/