Ditekuk 0-2 oleh Everton pada pekan ke-32 Premier League 2018/2019, West Ham United duduk di peringkat ke-11 klasemen sementara. Mengoleksi 12 kemenangan dan enam hasil imbang, 42 poin cukup untuk memastikan masa depan mereka sebagai peserta Premier League 2019/2020.
Pasalnya, dengan unggul 14 poin dari penghuni tertinggi zona merah, Cardiff City, tak mungkin the Hammers akan turun ke Championship. Apalagi anak-anak asuh Manuel Pellegrini telah melewati angka 40 poin yang selama ini menjadi batas aman Premier League. Meski demikian, musim 2018/2019 masih tergolong gagal bagi the Hammers.
Tujuan utama mereka bukanlah bertahan di Premier League. Setelah meninggalkan Upton Park untuk Stadion Olimpiade, London, bermain di divisi tertinggi sepakbola Inggris sudah menjadi kewajiban bagi the Hammers. Target mereka adalah jadi kesebelasan berprestasi di level Eropa. Itu janji Presiden West Ham, David Gold, ketika meninggalkan Boleyn Ground untuk stadion baru mereka.
“Saat ditawarkan untuk pindah, tentu saya ragu. Namun dalam dunia bisnis, kami harus melihat peluang ini. West Ham selama ini disebut sebagai kesebelasan yang hanya bisa menjadi distributor talenta bagi tim lain, ‘a selling club’,” bukanya.
“Bagaimana cara untuk mengubah status tersebut? Kami harus menjadi ikan yang lebih besar. Pindah ke London Stadium, West Ham United akan menjadi ikan besar di Premier League,” jelas Gold.
Target itulah yang diberikan kepada setiap nakhoda West Ham. David Gold bahkan berani berhutang dan menyewa Stadion Olimpiade, London, sebagai modal awal. Kapasitas yang lebih besar dibandingkan Boleyn Ground membuat West Ham akan menarik lebih banyak massa. Mereka bahkan berani menambahkan kapasitas stadion agar bisa menampung lebih banyak orang.
Aktif Berbelanja demi Meningkatkan Prestasi
Foto: Premier League
The Hammers berhasil memenangkan hak penggunaan stadion dari rival sekota mereka, Tottenham Hotspur. Terhitung mulai Agustus 2016, mereka sudah meninggalkan Boleyn Ground dan menggunakan Stadion London sebagai kandang.
Gold tahu bahwa untuk melunasi hutang klub, termasuk biaya sewa stadion, the Hammers perlu meraih prestasi. Agar prestasi itu datang, mereka memerlukan pemain-pemain tenar di dalam skuad. Simone Zaza, Jose Fonte, Alvaro Arbeloa, dan Manuel Lanzini pun dibawa ke London pada 2016.
Mereka dipercaya bisa mengangkat status West Ham dari kesebelasan papan tengah jadi salah satu kekuatan di Premier League. Musim berikutnya 2017/2018, transformasi pemain kembali dilakukan. Kali ini Javier ‘Chicharito’ Hernandez, Joe Hart, Marko Arnautovic, dan Pablo Zabaleta didatangkan. Namun, Andre Ayew dan Jose Fonte yang datang pada 2016 dijual. Masing-masing ke Swansea City dan Dalian Yifang.
Sialnya, prestasi the Hammers justru menurun. Dari menduduki peringkat 11 di akhir musim 2016/2017, jadi ke posisi 13 pada 2017/2018. Mereka pun mulai mempertahankan pemain-pemain yang baru dibeli musim sebelumnya. Tidak seperti 2017/2018, Chicharito, Arnautovic, Zabaleta, dan lain-lain dipertahankan untuk 2018/2019.
Ditambah dengan kehadiran Felipe Anderson, Lucas Perez, Jack Wilshere, dan kawan-kawan, West Ham berharap bisa menembus enam besar di akhir musim 2018/2019. Oleh karena itulah Manuel Pellegrini yang memiliki pengalaman menangani Manchester City didatangkan oleh David Gold.
“Sangat penting menunjuk sosok seperti Pellegrini. Ia bukan hanya telah mengenal liga ini, tapi juga pemain-pemain yang dimiliki West Ham. Dirinya merupakan cerminan sepakbola menyerang dan mengerti ambisi klub ini,” kata rekan Gold dan sesama pemilik West Ham United, David Sullivan.
Tetap ‘A Selling Club’
Foto: FourFourTwo
Awalnya, the Hammers sempat melihat peluang untuk masuk ke zona Eropa dan menjadi wakil Inggris di kompetisi Benua Biru pada 2019/2020. Mereka mencatat empat kemenangan beruntun pada Desember 2018, dan duduk di peringkat sembilan klasemen sementara liga. Hanya terpaut dua poin dari Manchester United, dan selisih enam dengan Arsenal yang ada di zona UEFA Europa League.
Sayangnya, the Hammers tidak bisa mempertahankan performa mereka. Apalagi Marko Arnautovic saat itu sedang diselimuti awan mendung. Masa depannya belum terjamin di London dan dikabarkan akan hengkang ke Tiongkok.
Pellegrini sempat mengasingkan eks-Inter Milan itu agar dan memilih pemain yang ia sebut “fokus ke pertandingan”. Tapi hasilnya, sepanjang Januari 2019, mereka hanya meraih satu kemenangan di Premier League. Duduk di peringkat 11 klasemen dengan hanya enam laga tersisa, mimpi West Ham untuk jadi wakil Inggris di kompetisi Benua Biru 2019/20 punah.
Secara tidak langsung, Pellegrini pun mengakui bahwa dirinya tidak bisa membuat West Ham naik level seperti yang diharapkan sebelumnya. “Setiap pemain di sini memiliki harga. Jika itu adalah yang terbaik untuk klub dan pemain, pasti bisa dilepas,” kata Pellegrini saat ditanya soal masa depan Declan Rice.
Dengan kata lain, ambisi David Gold untuk mengubah status West Ham dan tak lagi dikenal sebagai ‘a selling club’ gagal total. Rice, Arnautovic, Chicharito, semua disebut jadi incaran klub lain. Hal ini sebenarnya juga sudah bisa dicium ketika mereka gagal mempertahankan Dimitri Payet untuk musim pertama di Stadion London.
Payet menjadi pahlawan West Ham selama kampanye terakhir mereka di Boleyn Ground. Tapi ia tidak mau bertahan dan membantu the Hammers naik level. Setelah Payet pergi ke Marseille, mereka juga gagal mempertahankan Sofiane Feghouli dan Cheikhou Kouyaté.
Sudah tiga tahun gagal mencapai target, punya utang mencapai 100 juta paun, the Hammers harus rela dan mengakui kegagalan mereka.