Andai Indonesia Izinkan Kewarganegaraan Ganda

Mengubah tata hukum atau regulasi negara yang sudah diterapkan selama bertahun-tahun mungkin konyol. Namun, bayangkan apabila atlet Indonesia terutama sepakbola diizinkan untuk memiliki dua paspor atau kewarganegaraan ganda. Apa mereka akan membela tim nasional lain? Tidak juga. Itu sebenarnya hanya akan membantu karier mereka.

Pemerintahan Indonesia tidak mengizinkan kewarganegaraan ganda. Itu alasan Ezra Walian, Stefano Lilipaly, Victor Igbonefo, dan lain-lain wajib melepas paspor asli mereka ketika dinaturalisasi. Indonesia merupakan negara yang menerapkan kewarganegaraan tunggal. Hal ini bahkan diatur oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bagaiamana seorang individu diakui sebagai warga negara Indonesia (WNI). Pada dasarnya, andai individu tersebut lahir dari WNI, mereka juga mendapat status yang sama. Apabila salah satu dari orang tua individu yang dimaksud adalah WNI dan dirinya tak mendapat sebuah pengakuan dari negara asing, ia juga layak mendapatkan paspor Indonesia.

Ada beberapa ketentuan lain yang membuat seseorang bisa menjadi WNI. Tapi apabila orang asing memilih jadi WNI atau sebaliknya, mereka hanya diizinkan memiliki satu paspor. Dengan kata lain melepas paspor Indonesia atau negara terdahulunya. Inilah yang dilakukan Ezra, Victor, dan Fano. Penyanyi kelahiran Jakarta dengan paspor Prancis, Anggun C. Sasmi bisa menjadi kasus lain di luar dunia sepak bola.

Kewarganegaraan tunggal yang diterapkan Indonesia dianggap menyulitkan oleh WNI yang berada di luar negeri. Bahkan Anggun melepas status WNI-nya karena kedutaan besar Indonesia menyulitkan proses promosi album internasional yang ia garap. Herman Syah dari divisi hukum Indonesia Diaspora Network memberi gambaran kepada Tirto bahwa status WNI menyulitkan mereka yang hidup lama di luar negeri.

“Paspor Indonesia di luar negeri itu lemah sekali. Mereka tidak memiliki akses untuk proyek-proyek strategis,” kata Herman pada 2016. Undung-Undang Nomor 12 Tahun 2006 sedang dicoba untuk diubah. Namun prosesnya terhambat. Satu alasan yang menjadi dasar adalah takutnya penyalahgunaan kewarganegaraan ganda oleh individu tertentu. Seperti penghindaran pajak contohnya.

Padahal menurut Herman, kewarganegaraan ganda bisa dibatasi. Hanya untuk orang Indonesia ataupun mereka yang pernah melepas status WNI. Bukan untuk orang asing. “60 negara memandang kewarganegaraan ganda membantu kedua pihak yang terlibat,” ungkap Hamdan Hamedan, salah seorang WNI yang hidup di Amerika kepada Tirto.

Proyek-Proyek Strategis di Sepakbola

Sepakbola adalah olahraga yang memiliki acuan ke dunia barat. Benua Eropa menjadi tempat utamanya sepakbola tumbuh dan berkembang. Namun, hanya sedikit pemain Indonesia yang bisa bermain di sana. Andai kata ada, mayoritas berusia di 18 tahun ke bawah dan hanya membela akademi.

Menurut Transfermarkt, hanya empat pemain Indonesia yang bermain di Eropa. Egy Maulana Vikri di Polandia dan tiga lainnya di Belanda. Sayangnya, selain Ezra yang membela Almere City dan sedang dipinjamkan ke RKC Waalwijk, dua nama lain, Sergio van Dijk dan Ruben Wuarbanaran hanya dapat membela tim amatir.

Hal ini dikarenakan sepakbola Belanda mewajibkan klub membayarkan gaji besar untuk pemain asing. Minimal 394.616 Euro per tahun. Lebih mahal dari mayoritas pemain Eredivisie, sehingga klub berpikir dua sampai tingga kali untuk mendatangkan pemain asing.

Sementara negara-negara seperti Spanyol, Inggris, Italia, Jerman, dan Prancis membatasi pemain asing di liga mereka. Hal ini membuat WNI tak bisa bertahan lama di negera-negara tersebut. Negara-negara yang menjadi kiblat dari sepakbola. Padahal Arthur Irawan dan Evan Dimas pernah bermain di Spanyol. Sial, mereka tidak pernah menembus tim utama.

Khusus untuk Evan, hal ini dikarenakan cedera yang ia alami saat bersama tim Espanyol B. Namun, Arthur Irawan tak pernah diorbitkan ke tim utama Espanyol karena pihak klub lebih memilih Hector Moreno, Juan Forlin, ataupun Felipe Mattioni yang kewarganegaraan ganda dan tidak dihitung sebagai pemain asing.

Pada akhirnya, pemain-pemain Indonesia kesulitan untuk menembus tim dari liga berkelas Eropa karena terbentur oleh regulasi. Regulasi yang sebenarnaya dapat dibantu oleh peraturan negara. Sementara penjaga gawang Italia, Emil Audero Mulyadi tolak tawaran menjadi WNI karena tahu dirinya bisa bersaing di Negeri Pizza.

“Saya tidak memiliki paspor Indonesia dan hanya ingin membela Italia,” ungkap Mulyadi kepada Tribun. Hal ini diucapkannya setelah merasa bisa jadi pengganti Buffon jika terus bersama Juventus.

Menengok Tetangga dan Calon Lawan

Indonesia memang salah satu negara dengan kultur sepakbola terkuat di Asia Tenggara. Namun, jika membicarakan tentang prestasi, itu adalah hal lain. Kita masih berada di status spesialis finalis dan belum mengangkat piala di level tim senior.

Sementara melihat Vietnam dan Thailand yang merupakan momok dari tim Garuda setiap kali bertemu di Piala AFF, mereka mengizinkan pemainnya untuk memiliki dua paspor. Ini memang bukan garansi bahwa mereka yang bermain di luar negeri pasti masuk ke tim nasional dan membantu peringkat di FIFA. Namun lingkungan memberikan pengaruh ke dalam perkembangan pemain.

Vietnam memiliki 28 pemain di Jerman, Filipina ada 10, dan Thailand mengimpor delapan nama. John Patrick-Strauss dari Filipina bahkan bermain untuk klub dari divisi dua, Erzebirge Aue. Sementara Singapura yang sama seperti Indonesia terancam kehilangan pemain Fulham, Ben Davis. Sekali lagi, ini bukan jaminan mereka masuk ke dalam tim nasional. Namun sangat membantu karir mereka yang bisa bertahan lama di Eropa.

Lawan Indonesia pada uji coba September 2018, Mauritius juga menerapkan kewarganegaraan ganda. Mereka bahkan membawa bek Lorient FC, Lindsay Rose ke Indonesia. Rose merupakan pemain keturunan Mauritius yang sempat membela tim nasional Prancis di kategori junior.

Dirinya pernah merumput bersama Samuel Umtiti, Karim Benzema, dan Nabil Fekir ketika masih berseragam Lyon. Kini membela tim nasional Mauritius, tak mempersulit karirnya. Ia masih memiliki paspor Prancis dan tergolong sebagai pemain Uni-Eropa.

Berbeda dengan Ezra Walian yang harus melepas status Uni-Eropa dan paspor Belanda karena menerima tawaran naturalisasi Indonesia. Kini akhirnya ia hanya bisa bermain di Belanda, karena termasuk produk dari klub Belanda, Jong Ajax dan AZ Alkmaar.

Padahal jika Indonesia mengizinkan kewarganegaraan ganda, mobilitas Ezra akan semakin leluasa. Dirinya bisa saja mencari tempat di luar Belanda, entah Italia atau Spanyol dan lebih mendapat jam terbang. Sekalipun untuk divisi dua atau tiga. Andai saja Indonesia mengizinkan kewarganegaraan ganda untuk atlet.