Menganggap sebuah kekalahan sebagai sebuah berkah memang bukan hal yang bersifat universal dan dapat diterima oleh semua pihak. Tapi kekalahan atas Islandia, yang didapatkan secara dua kali berturut-turut, harus dianggap sebagai berkah tersendiri bagi sepakbola Indonesia.
Sebuah angin dingin dari utara telah datang di Indonesia di awal Januari. Bukan, bukan karena Januari adalah bulan ketika musim penghujan telah tiba sehingga cuaca menjadi lebih dingin dan angin lebih kencang berhembus, melainkan karena Indonesia, sebuah wilayah tropis di kawasan Asia Tenggara, telah didatangi oleh tim dari utara Eropa bernama Islandia. Kesebelasan yang sedang naik daun beberapa tahun belakangan ini.
Jika Anda mendengar nama Islandia sekira tujuh tahun yang lalu, mungkin Anda akan sedikit mengernyitkan dahi. Menduduki peringkat ke-100 FIFA, nama Islandia belum menjadi salah satu kekuatan sepak bola yang diperhitungkan di dunia. Jangankan bicara dunia, di skala Eropa, tempat di mana Islandia bernaung dan berkonfederasi, nama Islandia ketika itu masih sejajar dengan tim-tim kecil seperti Kep. Faroe, San Marino, Malta, Georgia, dan lain sebagainya.
Wilayah Islandia sendiri, yang berlokasi dekat dengan wilayah kutub Utara, memang bukan wilayah yang bisa dibilang tepat untuk bermain sepak bola. Cuaca ekstrem, dengan suhu yang bisa mencapai 0 sampai minus 10 derajat Celcius. Begitu juga keadaan geografis yang dipenuhi oleh pegunungan, membuat sepak bola tidak begitu menjadi olahraga yang kelewat diminati di negara seperti Islandia. Olahraga “handball” menjadi olahraga yang lebih diminati dan juga menjadi olahraga nasional, karena bisa dimainkan di tempat tertutup, tanpa harus terganggu oleh cuaca ekstrem di tanah Islandia.
Namun situasi ini perlahan-lahan mulai berubah memasuki 2011 dan 2012 silam. Dengan program-program dan juga penyediaan fasilitas yang terencana, sepak bola Islandia berbenah. Lewat dukungan dari pemerintah dan juga kerja yang baik dari KSI (federasi sepak bola Islandia), sedikit demi sedikit sepak bola Islandia mulai mengalami perkembangan yang signifikan.
Bermula dari penampilan apik pada kualifikasi Piala Dunia 2014, Islandia mulai menancapkan nama mereka di kancah sepak bola dunia lewat penampilan sensasional di Piala Eropa 2016. Tak tanggung-tanggung, negara sekaliber Inggris sukses mereka kalahkan di ajang ini.
Walau pada akhirnya mereka dikalahkan oleh tuan rumah Prancis dalam ajang ini, saga Islandia dalam ajang Piala Eropa 2016 merupakan saga yang membangkitkan gairah sepak bola di negara yang hanya berpenduduk sekira 332.529 jiwa tersebut (per 1 Januari 2016). Sepak bola bukan lagi menjadi sebuah barang yang hanya dibicarakan sambil lalu di Islandia. Dengan segala semangat, dan juga “Viking Clap” yang menggema seusai pertandingan, Islandia mulai menunjukkan diri sebagai kekuatan yang tak bisa dianggap remeh.
Apalagi, mereka juga menjadi negara yang memastikan diri tampil langsung di putaran final Piala Dunia 2018, tanpa melalui babak kualifikasi. Saga Islandia ini semakin lengkap dan mereka seharusnya menjadi negara yang bisa dicontoh oleh negara-negara lain yang sedang mengembangkan sepak bola, tak terkecuali Indonesia.
Dan, kesempatan untuk langsung belajar itu hadir pada Januari 2018 ini. Islandia datang ke Indonesia
***
Bekerja sama dengan beberapa promotor, seperti Mediapro Asia dan yang lainnya, PSSI akhirnya dapat mendatangkan timnas Islandia ke Indonesia. Merunut dari ucapan Sekretaris Jenderal PSSI, Ratu Tisha Destria, hanya Indonesia-lah negara yang dikunjungi Islandia pada Januari 2018 ini. Tentu ini adalah sebuah pencapaian tersendiri.
Menghadapi tim yang mampu lolos ke Piala Dunia dan tampil epik di Piala Eropa adalah hal langka bagi Indonesia. Selain langka, hal ini tentu saja menyenangkan. Terakhir kali tim besar datang ke Indonesia adalah Kamerun. Itu terjadi pada Maret 2015 silam, beberapa bulan sebelum Indonesia akhirnya dijatuhi sanksi oleh FIFA, yang baru dicabut pada pertengahan 2016, setahun setelahnya.
Setelah itu, jarang tim besar datang ke Indonesia untuk menggelar lagi laga uji tanding. Direncanakan melawan Argentina, rencana itu gagal karena Argentina justru ke Singapura. Direncanakan juga melawan timnas Jepang dalam ajang “test event” Asian Games 2018, Indonesia juga urung melawan salah satu tim terbaik Asia tersebut.
Maka, kedatangan Islandia ke Indonesia ini sebenarnya perlu dirayakan sekaligus diresapi. Dirayakan, tentu saja, karena sudah cukup sering Indonesia gagal menghadapi tim-tim kuat dalam laga internasional yang mereka jalani. Diresapi, karena banyak pelajaran yang bisa dipetik dari Islandia, negara kecil yang tidak kalah oleh keterbatasan yang mereka miliki.
Segala upaya Islandia untuk mengembangkan sepak bola sebagai olahraga yang diminati masyarakat, sampai akhirnya menorehkan prestasi di kancah internasional, adalah upaya yang bisa dijadikan pelajaran bagi “Garuda”, jika memang tidak bisa ditiru. Di antara segala keterbatasan yang ada, seharusnya Indonesia juga bisa mengembangkan sepak bola sebagai salah satu olahraga yang dapat menyumbangkan prestasi.
Secara geografis, Indonesia terdiri dari gugusan pulau-pulau dan beberapa provinsi yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Dari segi sumber daya, seharusnya Indonesia tidak perlu khawatir akan kekurangan talenta-talenta berbakat, karena hal tersebut sudah seperti butiran nasi di dalam alat penanak, banyak dan tak terhitung jumlahnya.
Soal animo, jangan tanya animo masyarakat Indonesia terhadap sepak bola. Setiap kali liga lokal digelar, penonton akan membanjiri stadion yang ada di tiap kota di Indonesia. Ketika timnas berlaga, jangan tanya pengorbanan suporter yang sampai jauh-jauh hari sudah datang menghampiri Gelora Bung Karno, atau tempat-tempat di mana timnas bertanding. Animo itu, bahkan bisa disamakan dengan animo orang Inggris terhadap Premier League nun jauh di Inggris Raya sana.
Maka, sudah sepantasnya Indonesia bisa belajar banyak dengan datangnya Islandia ke negara yang terletak jauh di Asia Tenggara ini. Modal kuat sudah ada, tinggal bagaimana cara memanfaatkannya. Jangan sampai animo yang sudah besar ini, ujung-ujungnya, malah jadi ekspektasi tak berbalas ketika menyaksikan Indonesia babak belur di ajang internasional level apapun.
***
Pada akhirnya dalam dua laga uji tanding, baik itu Indonesia Selection maupun timnas Indonesia yang dipersiapkan untuk ajang Asian Games, Indonesia menderita kekalahan. Skornya pun terbilang cukup mencolok, yaitu 6-0 dan 4-1.
Tapi Indonesia tidak perlu berkecil hati. Kekalahan, kadang memiliki banyak arti dan makna, salah satunya adalah media untuk menyadari bahwa masih banyak yang harus dipelajari oleh Indonesia agar dapat bicara banyak di kancah internasional.
Kekalahan atas Islandia ini mesti ditanggapi dengan lapang dada, tapi dipadukan dengan keinginan untuk belajar. Seperti halnya tim-tim dari negara lain yang memilih untuk berbenah dan belajar dari segala kegagalan yang mereka derita, Indonesia juga perlu melakukan hal yang sama. Belajar dari Islandia, yang notabene secara demografi maupun geografi kalah jauh dari Indonesia, adalah hal yang tidak memalukan. Karena ilmu pada dasarnya dapat datang dari siapa saja.
Itu pun dengan catatan, jika Indonesia ingin belajar dan berkembang menjadi lebih baik. Jika tidak, silakan tetap berkubang dalam kesalahan dan masalah yang sama.