Balotelli, Galliani, dan Ambisi AC Monza Berlaga di Serie-A

“Tidak ada gunanya berpura-pura. Kami ingin membawa kota terbesar ketiga di Lombardy, (Monza) berlaga di Serie A!”

Ucapan Adriano Galliani begitu lugas, saat menjelaskan apa yang membuatnya menjadi bagian dari AC Monza pada 2018 silam. Kedatangan superstar Mario Balotelli ke stadion Brianteo, kandang kebanggaan mereka, mempertegas ambisi eks wakil presiden AC Milan.

Kehadiran Galliani seakan membayarkan utang budi kepada klub yang pernah diurusnya di tahun 1984. Ketika itu, Galliani tengah sukses dalam berbagai bisnis, mencoba peruntungan di bidang manajemen sepakbola bersama klub asal dirinya lahir dan tumbuh besar, yaitu Monza untuk menduduki posisi Sporting Director. Selang 2 tahun kemudian, ia diajak sesama rekanan bisnisnya, Silvio Berlusconi yang baru saja menyelamatkan AC Milan dari kebangkrutan. Sejak itu, semuanya menjadi sejarah. Masa-masa keemasannya bersama AC Milan ia angap sebagai era pembelajaran untuk kembali berbakti pada kota kelahirannya.

“Monza adalah gairah pertama dan terakhir saya. Saya dipinjamkan ke Milan selama 31 tahun!” ungkap Galliani.

Sebagai sosok, Galliani tak pernah lepas dari peran Silvio Berlusconi. Sosok politisi dan pebisnis yang mungkin banyak dibenci banyak masyarakat Italia, apalagi kalau bukan karena pelbagai tingkah kontroversialnya. Namun soal warisan yang ia berikan kepada AC Milan, semua harus mengangguk setuju. Total 26 gelar, termasuk 8 gelar Serie-A serta 5 trofi Liga Champions Eropa menjadi bukti kalau seburuk apapun tuduhan publik yang ditujukan kepadanya, Berlusconi adalah sosok yang hebat di sejarah sepakbola modern.

Usai dirinya melepas saham AC Milan pada 2017, banyak yang tak menyangka kalau Berlusconi akan membeli saham AC Monza. Kesebelasan yang terletak di kota yang berjarak 15 km timur laut kota Milan itu lebih dikenal sebagai kota balapan dimana Sirkuit Monza yang mahsyur di ajang balapan Formula 1.

Jalan yang mesti ditempuh Monza untuk berlaga di Serie-A lumayan panjang. Saat diakuisisi Silvio, kesebelasan berjuluk “I Bagai” (Inggris: The Boys) ini masih berlaga di Serie-D. Kedatangan Berlusconi seakan memberi tuah dengan promosinya Monza ke kompetisi profesional Italia, Serie-C pada akhir musim 2017.

Entah suatu keberuntungan atau tidak, merebaknya pandemi Covid-19 membuat kompetisi Serie-C dihentikan. Imbasnya, AC Monza “dianugerahi” tiket promosi ke Serie-B, kompetisi yang terakir kali Monza lewatkan selama 19 tahun.

Ya, saya tahu, kalian pasti menaruh curiga kan? Tapi mari kita berbaik sangka saja.

Galliani pula-lah yang dulu memiliki andil besar dalam menangani berbagai negosiasi AC Milan dengan bintang-bintang mereka sejak era 80-an. Maka tak heran, kehadirannya ke Monza memberikan sedikit bumbu AC Milan ke tubuh skuat mereka. Berbeda dengan tugasnya di Rossoneri yang menjadi Vicechairman merangkap sporting director, kali ini ia duduk di kursi chairman, bersanding dengan putra dari Silvio, Paolo Berlusconi yang duduk sebagai presiden klub.

Galliani yang dikenal sebagai “king of free transfer” kembali membuktikan kehebatannya dalam urusan merekrut pemain di Monza. Sebanyak 4 pemain yakni Andrea Barbaris (Crotone), Christian Gytkjær (Lech Poznan), Giulio Donati (Lecce), dan Antonino Barillà (Parma) direkrutnya pula dengan status bebas transfer.

Aroma AC Milan juga kian terasa karena adanya Christian Brocchi yang didapuk sebagai allenatore. Alessandro Lazzarini yang juga merupakan asisten Brocchi semenjak di AC Milan Primavera turut diboyongnya ke Brianteo.

Untuk sekelas klub debutan Serie-B, perekrutan yang dilakukan Monza cukup masif. Sebanyak 13 pemain didatangkan Monza untuk mengarungi kompetisi musim 2020/2021. Masuknya striker timnas Azzuri, Mario Balotelli membuat Monza semakin melengkapi “aroma” AC Milan yang lebih dulu hadir: Kevin-Prince Boateng, Gabriel Paletta, serta Marco Fossati yang merupakan pemain kelahiran Monza yang sempat dibina akademi AC Milan dan Internazionale.

Keambisiusan untuk merevolusi sebuah kesebelasan inilah yang dulu sempat membuat AC Milan menjadi klub menakutkan di Eropa. Bahkan, Berlusconi sempat menawari Arrigo Sacchi untuk melatih Monza pada Oktober lalu. Namun rupanya Sacchi memilih untuk tidak merusak reputasinya sebagai legenda.

Urusan infrastruktur pun tak luput dibenahi Monza. Mulai dari renovasi tribun serta fasilitas stadion, tata lampu, fasilitas latihan, hingga yang paling mutakhir, meluncurkan situs klub berbahasa Inggris, sesuatu yang langka terjadi bagi kebanyakan klub-klub Italia. Semua itu bisa dibaca sebagai langkah awal menapaki era baru kesebelasan yang didirikan sejak 1912 tersebut.

Mungkinkah mimpi itu akan terwujud dalam beberapa musim kedepan? Bisa jadi. Sejauh ini Monza masih menduduki papan tengah Serie-B pekan ke-11. Sang pelatih, Christian Brocchi bahkan memiliki mimpi yang lebih spesifik: Membawa Monza untuk bisa berlaga di San Siro, kandang AC Milan.

Bila hal itu terjadi, maka Monza akan menjadi klub ke-5 dalam satu dekade terakhir yang berhasil melakukan debut mereka di Serie-A sepanjang sejarah berdirinya klub. Sebelumnya ada 5 klub yakni Sassuolo (2013), Frosinone, Carpi (2015), Crotone (2016), serta Benevento (2017) berhasil melakukannya.

Dan mungkin pula AC Monza akan mengikuti jejak Atalanta sebagai klub asal Lombardy yang perlahan mulai menggeser para kakaknya, AC Milan dan Internazionale? Asalkan ambisi Galliani diiringi dengan strategi yang matang serta sedikit keberuntungan, bukan mustahil hal ini bakal terjadi dalam waktu dekat.