Cara Nike Mengambil Alih Piala Dunia dari Adidas

Ketika kita berbicara sepakbola, dunia terbelah menjadi dua: Adidas versus Nike.

Di ajang Piala Dunia 2022 yang baru saja berakhir, kedua jenama raksasa ini memiliki presentase endorsement 60% dari seluruh kesebelasan yang berpartisipasi.

Bila menengok kembali ke tahun 1990, Adidas memiliki dominasi 60 persen untuk endorsement apparel di sepakbola sementara Nike: Nol.

Lalu, apa yang membuat semuanya menjadi persoalan? Tentu uang. Perputaran komersil dari pakaian olahraga yang dihasilkan bisa mencapai hingga 300 Milyar Dollar Amerika. Ajang Piala Dunia layaknya etalase sempurna untuk jenama pakaian olahraga unjuk gigi. Apalagi penetrasi media sosial semakin masif. Lebih dari 1 milyar mata menyaksikan bintang lapangan beraksi.

Kita semua bisa menyaksikan aksi dari tim atau pemain jagoan dengan merek yang menempel di jersey hingga sepatu keluaran terbaru dari jenama global ini. Ini sempurna untuk pemasaran.

Urusan sepakbola, Adidas bisa dibilang arsitek dan pionir. Kembali ke Piala Dunia 1954 di Swiss. Kala itu penemuan Adi Dassler berupa “pul karet” yang bisa ditempelkan ke sepatu sepakbola khusus buatannya untuk dipakai timnas Jerman Barat saat bermain di lapangan basah, membuahkan hasil.

Baca juga: Sejarah Adidas

Nama Adidas meroket semenjak itu dan menjadi ikon sepatu sepakbola hingga beberapa dekade setelahnya. Bahkan di tahun 70-an, Horst Dassler yang saat itu memimpin Adidas, menjadi aktor dibalik kerjasama FIFA dan Adidas di Piala Dunia serta mencetuskan ide komersialisasi siaran tv dan sponsorship ajang empat tahunan.

Piala Dunia Amerika Serikat Melesatkan Nike

Ajang sepakbola terbesar akhirnya mengunjungi Amerika Serikat. Setelah Brasil mengangkat trofi Piala Dunia mengalahkan Italia lewat drama adu penalti yang terkenal itu dengan rekor penonton 94 ribu.

Sadar dengan potensi marketing yang masif, co-founder Nike, Phil Knight lantas terpikir untuk menguasai dunia. Sebelumnya Nike yang berakar pada olahraga lari, berhasil menguasai tenis dan basket.

Phil melihat pecinta sepakbola selalu terfokus pada kesebelasan Brazil. Sepakbola dunia adalah Brazil. Maka di tahun 1996, Nike menandatangani kerjasama sebesar 200 juta Dollar Amerika dengan Konfederasi Sepakbola Brazil (CBF).

Nike menjadi buah bibir. Tak hanya nilai kontrak fantastis, iklan-iklan Nike di televisi yang spektakuler dan menampilkan bintang-bintang sepakbola seperti: Ronaldo Nazario, Eric Cantona, Paolo Maldini, Rui Costa, Figo, Patrick Kluivert, dan Ian Wright di “Good vs Evil” pada 1996 berhasil menancapkan imej Nike di dunia sepakbola. Belum lagi iklan Nike “Airport” berceritakan tentang kisah timnas Brazil sedang mengisi kebosanan di bandara ke Piala Dunia Prancis 1998 yang dibintangi Ronaldo, Romario, Roberto Carlos, dan bintang timnas Brazil kala itu yang sukses menjadi buah bibir.

Nike juga rutin meng-endorse pemain sepakbola yang dianggap mewakili “spirit” bermain cantik. Terakhir, nama Cristiano Ronaldo bertanggung jawab melesatkan nama Nike sebagai jenama sepakbola bercitra modern, cepat, dan indah.

Usaha-usaha yang dilakukan Nike berbuah manis. Penjualan Nike Football melesat dari 40 juta Euro di 1994 menjadi lebih dari 2 milyar Euro di 2018. Langkah Nike untuk mensponsori timnas Prancis –sebelumnya disponsori Adidas hampir 3 dekade– menjadi sebuah langkah jenius.

Nike Mengambil Alih Qatar

Data menunjukkan sebanyak 13 dari 32 negara partisipan Piala Dunia 2022 menggunakan Nike di jersey mereka. Ini merupakan jumlah terbanyak, karena sang rival Adidas hanya men-endorse sebanyak 7 kesebelasan saja.

Bila dibandingkandengan Piala Dunia 2018, Adidas masih memimpin dengan 12 kesebelasan, dan Nike mendukung 10 tim. Progres ini terlihat fantastis, mengingat pada Piala Dunia 1990, jenama olahraga yang berpusat di Oregon, AS, ini tidak meng-endorse tim manapun.

Dari data ini, jelas Adidas mengubah strateginya dari mendukung tim secara kuantitas menjadi kualitas.  Seperti diutarakan perwakilannya, Stefan Pursche.

“Ini bukan hanya tentang kuantitas tetapi juga kualitas,” ujar Juru Bicara Adidas, dikutip dari Arabian Business.

Adidas memang memilih kesebelasan yang menurut mereka memiliki kans terbesar menjadi juara. Enam dari tujuh yang mereka endorse berada dalam 20 peringkat teratas FIFA. Benar saja, Argentina keluar sebagai juara di Qatar.

Namun yang menarik, 6 (enam) dari 8 kesebelasan yang berlaga di perempat final Piala Dunia 2022 menggunakan seragam keluaran Nike. Mereka diantaranya: Prancis, Inggris, Portugal, Belanda, Kroasia, dan Brazil.

Lupakan soal jersey, mari beralih ke sepatu pesepakbola.

Nike lagi-lagi memimpin dari Adidas. Mengutip The Athletic, jumlah pemain yang berlaga di Piala Dunia 2022 mencapai 48,9 persen mengungguli Adidas dengan 35,2 persen. Jarak antara keduanya masih tipis bila dibandingkan Piala Dunia 2018 dimana Nike memiliki persentase 62,9.

Jumlah gol yang dicetak pemain bersepatu Nike di Piala Dunia 2022 Qatar adalah sebanyak 87 gol, sementara Adidas 51 gol. Terima kasih kepada Kylian Mbappe dengan 8 golnya yang dicetak melalui sepatu Nike Zoom Mercurial Superfly 9 KM.

Bagi Adidas, mereka bisa dibilang tertolong oleh ikon mereka, Lionel Messi yang tak hanya memikil berat beban Argentina namun citra Adidas sebagai jenama pionir sepakbola.

Dalam industri sepakbola, semua tentu bermuara pada uang. Dari Nike, kita semua bisa belajar bagaimana selalu ada celah untuk terus bertumbuh dan berkembang. Nike yang 30 tahun lalu belum mengambil andil dalam industri sepakbola akhirnya bisa “menguasai” pangsa pasar sepakbola hingga kini.