Charlie Chaplin dan Imigrasi Pesepakbola Inggris ke Amerika Serikat

Dalam sebuah film yang berjudul The Immigrant, Charlie Chaplin, mencoba mengisahkan perjalanan imigran asal Inggris yang hendak mengadu nasib ke daratan Amerika. Dalam film produksi 1917 tersebut, Chaplin mencoba merangkum bagaimana suka duka kehidupan para pengadu nasib, termasuk dirinya, dari terombang-ambing di lautan Atlantik, hingga akhirnya menata kehidupan yang baru sesampainya di rumah baru.

There’s nothing new under the sun.” Begitu salah satu kutipan populer yang diambil dari Kitab Pengkhotbah Perjanjian Lama. Satu abad kemudian, hal yang mirip digambarkan oleh Charlie Chaplin kembali terulang di sepakbola. Orang-orang Inggris yang putus harapan mulai berbondong-bondong dan ke Amerika.

Seperti yang kebanyakan orang amini, Amerika Serikat menjadi tujuan para pesepakbola yang hendak pensiun, khususnya dari Liga Inggris. Kita bisa menyebut nama seperti David Beckham, Steven Gerrard, Ashley Cole, Thierry Henry, Freddie Ljungberg, dan masih banyak lagi.

Dan agaknya kita harus bersiap, karena mungkin dalam beberapa musim kedepan kompetisi sepakbola Amerika Serikat akan mulai dipertimbangkan oleh pemain-pemain muda asal Inggris sebagai tempat untuk berkarier.

‘Tanah Harapan’ untuk bangkit dari kesulitan

Dimulai dari pemain eks-akademi Manchester United, Jack Harrison. Pemain berusia 21 tahun ini mantap memilih Negeri Paman Sam sebagai tempat memulai karier profesionalnya. Tujuh tahun ia habiskan di akademi Setan Merah sebelum memutuskan pindah ke negeri Paman Sam dan bersekolah di Berkshire School, Massachusetts pada usia 14. Bakat sepakbolanya ternyata kian terasah di Manhattan Soccer Academy, sebuah akademi sepakbola yang terafiliasi dengan MLS.

Meskipun sebenarnya Jack sudah memenuhi syarat menjadi pemain homeground karena sudah berada 3 tahun di Amerika. Namun, MLS menolaknya dan memasukkannya ke dalam daftar MLS Draft 2016. Salah satu klub MLS, Chicago Fire, memilih Harrison dan lantas melegonya ke New York City FC yang diperkuat Frank Lampard, dkk.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Jack Barmby. Serupa dengan Jack Harrison yang merupakan didikan akademi Manchester United di Carrington, Barmby sempat mencicipi atmosfer Premier League bersama Leicester City. Tak mendapat tempat, lantas ia hijrah ke tim divisi kedua, Rotherham United dan Notts County. Kejelasan karier sepakbolanya mulai terlihat kala anak kandung dari eks-timnas Inggris, Nick Barmby, ini mendapat tawaran dari tim yang kala itu baru saja menjuarai Liga Inggris tersebut untuk dipinjamkan ke salah satu klub MLS, Portland Timbers.

Kisah yang lebih menyedihkan dialami oleh pemain muda asal Inggris lainnya, Jake Blake. Blake yang merupakan lulusan akademi Nottingham Forest datang ke Amerika bisa dibilang dengan memulai kembali dari ‘nol’. Usai mendapat kontrak profesional, ia gagal menembus tim utama Forest. Sempat dipinjamkan selama satu bulan ke klub League Two, Mansfield Town, Blake mengalami cedera parah yang mengharuskannya nganggur selama 3 tahun.

Sempat frustrasi, perlahan masa depan karier gelandang timnas U19 Skotlandia ini mulai mendapat kejelasan kala tawaran trial dari Minnesota United, salah satu klub peserta kompetisi kasta dua, NASL. Kebetulan Minnesota ditukangi pelatih asal Inggris, Carl Craig. Berkat Craig, Blake bisa kembali bermain reguler dan mengembangkan bakatnya. Musim 2017, Jake Blake direkrut oleh klub NASL lainnya, Jacksonville Armada. Perjudian karier yang dilakukan Blake sampai saat ini bisa dibilang berhasil. Ia pun mengakui reputasi kompetisi sepakbola Amerika Serikat sedang naik-naiknya. “Seperti MLS, reputasi (liga sepakbola Amerika Serikat lainnya) juga terdengar sampai ke Inggris,” ujar Blake dikutip Guardian.

Peluang bisnis baru bagi agensi pemain

Melihat fenomena ‘migrasi’ pamain asal Inggris ke Amerika, sebuah agensi sepakbola Vertex Soccer membuka peruntungan bagi kedua pihak, yakni klub dan juga pemain yang kadung gagal bersinar di klub-klub Premier League dan Championship. Celah beasiswa yang bisa didapatkan melalui jalur klub Universitas di Amerika Serikat. Dengan demikian, pemain yang belum dikontrak profesional atau berusia kurang dari 19 tahun bisa terdaftar sebagi pemain ‘home ground’ Amerika Serikat dan tidak berbenturan dengan aturan Designated Player jika nantinya gaji pemain tersebut melebihi salary cap atau batasan gaji tertinggi di kompetisi MLS.

Salah satu pemain yang berhasil ‘diorbitkan’ agensi ini adalah Aaron Jones. Pemain berusia 23 tahun ini berhasil menembus skuat Philadelphia Union di kompetisi MLS. Jones sebelumnya merupakan lulusan akademi klub peserta English Championship, Ipswich Town. Jones akhirnya lolos ke MLS melalui jalur MLS SuperDraft.

SuperDraft ini adalah salah satu saluran bagi pemain yang mewakili setiap tim Universitas di Amerika Serikat dimana setiap tim peserta MLS bisa memilih siapa saja pemain yang akan memperkuat klubnya. Bisa dikatakan, ‘Draft’ adalah proses untuk menyeleksi pemain baru di tiap musim. Beberapa tahun belakangan, sistem draft ini mulai mendapat sorotan tajam karena dianggap “menganaktirikan” lulusan akademi.

***

Kompetisi sepakbola Amerika Serikat memang menjanjikan masa depan yang setidaknya bisa dilihat dari perkembangan jumlah penonton. Sejak awal milenium ini, minat warga Amerika yang datang ke stadion melonjak tajam. Kenaikan presentase sebesar 57% dari rataan 13 ribu penonton di tahun 2000 menjadi 22 ribu pada tahun 2016. Musim ini pun salah satu klub peserta anyar MLS, Atlanta United mencatatkan rekor penonton terbanyak yakni 67 ribu.

Bahkan bila dilihat dari sensus yang dilakukan U.S. Census Bureau (sejenis BPS-nya Amerika Serikat) pada tahun 2012, sepakbola menempati urutan ke-3 dalam olahraga paling diminati untuk dimainkan warganya setelah basket dan baseball. Legenda seperti Paolo Maldini dan David Beckham pun kini mulai membangun tim baru untuk berkompetisi di NASL dan MLS. Sebuah bukti nyata bahwa prospek sepakbola di negara tuan rumah Piala Dunia 1994 tersebut memang menggiurkan.

Geliat sepakbola Paman Sam setidaknya mengundang American Dream bagi para pemuda Inggris, sama seperti yang digambarkan dalam film The Immigrant karya Charlie Chaplin. Beberapa nama diatas adalah sedikit dari pemain-pemain asal Inggris yang mencoba mengubah nasibnya. Ketidakjelasan karier sepakbola mereka di tanah kelahirannya mampu menemui titik terang memutuskan hijrah dan menetap di daratan mimpi, Amerika Serikat.

Meskipun masih terlalu dini untuk disimpulkan, namun anggapan kompetisi sepakbola Amerika Serikat sebagai daratan para pensiunan bisa terkikis. Karena seperti yang sejarah catat, Amerika adalah daratan para pencari mimpi dan membangun cita-cita.