Kompetisi sepakbola tertinggi Spanyol, La Liga adalah cerminan dari sebuah kualitas. Selama lebih dari dari satu dekade, prestasi klub-klub Spanyol apalagi di ajang Eropa amat mengesankan. Sebagai contoh, sejak 2009 lalu, enam kali wakil negeri Matador keluar sebagai pemenang Champions League. Begitu pula dengan ajang kelas duanya, Europa League yang sejak 2009 lalu menghasilkan enam juara dari Spanyol.
Perkasanya performa klub-klub wakil Spanyol di ajang Eropa tak bisa dilepaskan dari andil para pencetak gol mereka. Kita bisa menyebut nama Lionel Messi, Luis Suarez, Karim Benzema, atau Cristiano Ronaldo, sebagai pencetak gol ulung bagi kesebelasannya masing-masing. Tungu dulu, ada yang salah dari semua ini. Semuanya adalah pemain asing!
Mari kita fokuskan pada ajang La Liga. Musim 2018/2019 ini jadi keenam kalinya bagi Lionel Messi menyabet gelar El Pichichi. Penamaan gelar tersebut diambil dari julukan yang diberikan kepada legenda Bilbao, Rafael “Pichichi” Moreno. Meski gelar tersebut bukanlah gelar resmi yang diberikan oleh badan sepakbola Spanyol, RFEF, melainkan gelar yang diberikan media olahraga kenamaan Spanyol, Marca, kepada pemain yang berhasil keluar sebagai pencetak gol terbanyak sejak 1952/1953.
Selama 10 tahun, striker pribumi Spanyol absen dalam daftar pencetak gol terbanyak La Liga. Terakhir kali nama asli Spanyol yang muncul dalam nama Pichichi adalah Dani Guiza, pemain Real Mallorca yang menjadi top scorer La Liga musim 2007/2008.
Spanyol banyak dipuji sebagai salah satu negara dengan penghasil pemain terbaik di dunia, terutama setelah pencapaian sukses yang ditorehkan wakil mereka di kancah kontinental. Sebenarnya, apa yang membuat Spanyol menemukan kesulitan mengorbitkan stiker haus gol?
Kedigdayaan Messi – Ronaldo
Munculnya nama Dani Guiza sebagai pencetak gol terbanyak musim 2007/2008 sebenarnya sempat memutus tren striker asing yang mencuat untuk menyabet gelar Pichichi. Guiza memutus nama-nama seperti Ruud van Nistelrooy, Samuel Eto’o, Ronaldo, hingga Diego Forlan yang secara bergantian memuncaki daftar pencetak gol terbanyak.
Nama Diego Tristan pada 2001/2002 menjadi daftar terakhir pencetak gol asli Spanyol. Saat itu, kesuksesan Deportivo La Coruna tak lepas dari peranan vitalnya. Sampai akhirnya, sebuah nama pemain muda Barcelona berusia 22 tahun hadir ke permukaan: Lionel Messi.
Saat itu Messi melesat bersama pelatih Pep Guardiola menyingkirkan nama-nama penyerang bintang yang mereka miliki yakni Zlatan Ibrahimovic serta Thierry Henry. Performa memukau pemain kewarganegaraan Argentina mampu menghantarkan Barcelona menjuarai La Liga. Messi meraih trofi El Pichichi dengan raihan 34 gol.
Kehadiran bintang Manchester United, Cristiano Ronaldo ke Real Madrid di musim yang sama juga memunculkan prediksi kalau pemain timnas Portugal akan menjadi striker tajam di musim-musim berikutnya. Pada musim debutnya, Ronaldo mencetak 24 gol.
Kepergian Ronaldo ke Juventus sepertinya tak akan menghentikan tren ini, malah hanya akan semakin memperkuat kehebatan Messi seorang. Apalagi dengan usianya yang masih 31 tahun, Messi diprediksi akan terus menempati nama pencetak gol terbanyak di La Liga. Setidaknya dalam 4 atau 5 tahun kedepan (bahkan lebih). Kecuali, Messi segera pensiun ataupun berpindah posisi menjadi pemain belakang.
Kecenderungan Klub Mapan Memakai Jasa Striker Asing
Di musim 2018/2019, tren klub mapan La Liga untuk mengandalkan stiker impor masih terus berlanjut. Dari daftar teratas pencetak gol musim ini, hanya muncul nama Iago Aspas yang bermain untuk Celta Vigo dengan torehan 18 gol. Jumlah yang amat jauh bila dikomparasi striker impor. Messi yang keluar sebagai pencetak gol terbanyak, musim ini berhasil mencetak 34 gol, terpaut jauh dari nama di urutan kedua, Luis Suarez dan Karim Benzema yang sama-sama mencatatkan 21 gol di musim ini.
Selain Barcelona dan Real Madrid, klub seperti Atletico Madrid, Sevilla, juga Valencia, juga mengandalkan peranan striker impor yakni Antoine Griezmann, Wissam Ben Yedder, dan Kevin Gameiro. Nama-nama striker Spanyol yang berlaga bersama klub papan atas La Liga juga belum menunjukkan hasil optimal. Misalnya, Rodrigo yang hanya mencetak 9 gol bagi Valencia atau Alvaro Morata yang baru mencetak 6 gol bagi Atleti.
Malah, klub-klub papan tengah La Liga yang masih berani mengandalkan striker-striker pribumi mereka. Selain Celta dengan Iago-nya, Espanyol juga mengandalkan Borja Iglesias di lini depan yang mampu menyumbang 17 gol bagi kesebelasan asal Katalan tersebut.
Begitupun dengan duet striker Jaime Mata dan Jorge Molina yang masing-masing mencetak 14 gol untuk Getafe musim ini.
Tak bisa dipungkiri, era sepakbola modern yang menuntut prestasi instan membuat klub-klub mapan yang memiliki kans lebih besar untuk bersaing di papan atas untuk mengunakan jasa striker impor.
Minimnya kesempatan penyerang muda di La Liga
Kepergian Raul Gonzales dari La Liga seakan menjadi penanda dimulainya krisis penyerang Spanyol. Raul yang menjadi ikon striker La Roja, dengan torehan 228 gol bersama Real Madrid dan 33 gol bersama timnas Spanyol, sulit untuk ditandingi generasi selanjutnya.
Munculnya nama Alvaro Morata yang disebut-sebut “next Raul”, ternyata layu sebelum berkembang. Morata tersingkirkan dari tim inti Real Madrid yang lebih menyukai Cristiano Ronaldo atau Karim Benzema. Hijrahnya Morata ke Juventus serta Chelsea malah membuat karier penyerang berusia 26 tahun ini mandek.
Selain Morata, contoh paling konkret adalah hengkangnya pemain potensial Barcelona, Munir El Haddadi. Munir akhirnya memilih bergabung ke Sevilla pada Januari lalu. Tapi agaknya Munir juga memilih langkah yang kurang baik, mengingat sulit untuk menyingkirkan posisi dua striker impor Sevilla, Wissam Ben Yedder dan Andre Silva yang sedang konsisten.
Dinaturalisasinya penyerang asal Brasil, Diego Costa pada 2014 lalu, bahkan menjadi ironi disaat bersinarnya timnas Spanyol. Di tengah gemerlapnya prestasi timnas Spanyol juga wakil-wakil mereka di kancah Eropa, Spanyol kesulitan mengorbitkan penyerang andal. Penyebab yang paling masuk akal adalah minimnya kesempatan penyerang muda Spanyol untuk mendapat tempat reguler di tim inti.
Bahkan, di musim La Liga 2018/2019, hanya menyisakan nama Raul De Tomas, striker Rayo Vallecano berusia 24 tahun dan Borja Iglessias, striker Espanyol berusia 26 tahun, di dalam daftar 10 besar pencetak gol. Sisanya bisa ditebak, yaitu pemain non-Spanyol ataupun pemain Spanyol diatas 30 tahun.
Selain nama diatas, hanya nama Inaki Williams, penyerang Bilbao keturunan Ghana berusia 24 tahun dan Santi Mina, striker 23 tahun milik Valencia yang berusia dibawah 25 tahun dan bermain reguler di La Liga musim ini. Namun, masing-masing belum tampil impresif, karena hanya mampu mencetak masingmasing 13 dan 7 gol saja.
Hal tersebut membuktikan, kalau krisis striker muda asli Spanyol tak dapat dielakkan. Perlu komitmen kuat dari klub-klub peserta La Liga untuk membenahi persoalan ini. Cepat atau lambat hal ini akan menjadi permasalahan serius bagi Spanyol, khususnya bagi tim nasional mereka kelak. Karena akan sangat memalukan bagi negara seperti Spanyol untuk “mencetak” pemain naturalisasi seperti Diego Costa di kemudian hari.