Laga final play-off Divisi Championship 2018/2019 akhirnya mempertemukan Aston Villa dan Derby County. Dua klub tersebut adalah klub yang selalu berambisi untuk meraih tiket promosi tiap tahunnya. Mereka juga berpartisipasi dalam perburuan tiket promosi musim 2017/2018 lalu, sebelum akhirnya kalah oleh klub yang sama, Fulham di babak play-off.
Di balik keberhasilan mereka musim ini, sorotan menarik ditempatkan pada dua legenda Chelsea, Frank Lampard dan John Terry. Keduanya akan saling berebut satu tiket untuk promosi. Selama bertahun-tahun, Terry dan Lampard saling bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang sama. Kini mereka akan saling bersaing untuk mendukung tim yang berbeda. Keduanya menyumbangkan 3 titel Premier League, 4 titel Piala FA, 2 Piala Liga, serta masing-masing trofi Champions League dan Europa League bagi The Blues.
The Rams yang ditukangi Lampard secara mengejutkan berhasil mempermalukan Leeds United di kandangnya sendiri dengan agregat akhir 4-3. Derby yang tertinggal agregat pada laga leg pertama mampu membalikkan keadaan. Hal tersebut menjadi lompatan besar bagi karier kepelatihan Lampard di tahun pertamanya menangani sebuah kesebelasan.
Sedangkan Terry, untuk berturut-turut mengantarkan Aston Villa ke babak final play-off. Bedanya, musim ini ia menjadi asisten manajer. Villans berhasil lolos usai menumbangkan rival sedaerahnya, West Bromwich Albion lewat babak adu penalti.
Lampard sang debutan mengejutkan
Berita ditunjuknya Lampard sebagai manajer Derby County pada Mei 2018 sempat menuai pesimisme, terutama dari pendukung Derby. Kesebelasan yang bermarkasi di Pride Park sebelumnya kehilangan Gary Rowett dari posisi manajerial karena memilih hengkang ke Stoke City. Lampard yang miskin pengalaman diramalkan akan mengalami kesulitan karena tekanan yang tinggi di Divisi Championship.
Reputasinya sebagai manajer mulai diapresiasi publik ketika berhasil mengalahkan Manchester United pada ajang Piala Liga pada Februari lalu. Lampard berhasil mengungguli mantan pelatihnya di helsea, Jose Mourinho.
Di musim ini, Derby sempat ketar-ketir saat mengalami 3 kekalahan beruntun pada ajang liga pada bulan Februari atas Millwall, Nottingham Forest, serta Aston Villa. Namun Lampard cepat berbenah. Sejak rentetan kekalahan tersebut, Derby hanya kalah 1 kali dalam 12 laga selanjutnya. Dewi fortuna juga memihak mereka, kala Middlesbrough yang yang berada 1 peringkat diatas Derby kalah oleh Nottingham Forest.
Lampard mengalami tekanan berat karena berhadapan dengan Leeds pada babak play-off, yang notabene selalu mengalahkan Derby dalam pertemuan kandang dan tandang musim ini. Derby bahkan kalah dalam pertemuan leg pertama di Pride Park. Keajaiban terjadi, Lampard dan anak asuhnya berhasil mengalahkan Leeds United untuk pertama kali di musim ini dan mencetak 4 gol.
Derby adalah salah satu tim yang tiap tahun getol untuk memiliki target promosi. Musim 2017/2018 lalu, Derby gagal di babak semifinal play-off oleh Fulham dengan agregat 2-1. Dengan lolosnya mereka musim ini, tercatat Derby mengikuti play-off sebanyak 4 kali sejak 2013. Bagi Derby dan Lampard, sudah menjadi keharusan untuk mendapat tiket ke Premier League musim depan.
John Terry si pembelajar
Berbeda dengan Lampard, John Terry lebih memilih bermain aman dengan menjadi asisten terlebih dahulu. Kehadiran John Terry yang musim sebelumnya didapuk menjadi kapten Aston Villa diharapkan mampu memotivasi pemain Villa yang kini dilatih Dean Smith, eks manajer Brentford. Terry mengungkapkan dirinya akan menjadi manajer, tapi tidak dalam waktu dekat.
“Saya punya cita-cita untuk menjadi manajer suatu hari,” kata Terry mengutip laman BBC pada Oktober 2018.
“Tapi itu dalam empat atau lima tahun. Saya ingin belajar darinya [Dean Smith] terlebih dulu,”
Sebagai pemain, sosok kepemimpinan Terry tak perlu diragukan. Dirinya berhasil bertahan dari datang dan perginya bintang-bintang mahal Chelsea. Spanduk bertuliskan “Captain, Leader, Legend” yang hingga kini menghiasi tribun Stamford Bridge membuktikan betapa besar sosok Terry. Kharisma Terry adalah salah satu modal besar untuk memulai karier di dunia kepelatihan. Hal tersebut adalah salah satu alasan mengapa Villa merekrutnya sebagai pemain dan kini sebagai asisten manajer.
Pengalamannya memimpin pasukan dibawah arahan pelatih-pelatih top juga menjadi modal besar baginya. “Saya masih membangun ide dan filosofi saya. Saya telah belajar selama bertahun-tahun dari banyak manajer hebat – [ibaratnya] saya adalah spons dan saya ingin belajar darinya [Smith] dan [asisten Brentford] Richard O’Kelly.
Sama dengan halnya Derby, Aston Villa juga memiliki alasan kuat untuk memanangkan play-off musim ini. Kegagalan mereka di final play-off musim lalu oleh Fulham cukup menjadi “pecut” untuk mereka kali ini.
Potensi melatih Chelsea di kemudian hari
Chelsea sebagai klub kaya dan ambisius tentu banyak memakan korban di kursi manajerial. Sejak era kepemilikan Abramovich, tim bermarkasi di Stamford Bridge berganti 12 kali dengan masa melatih paling lama adalah Jose Mourinho dalam kurun waktu Juni 2004 hingga September 2007.
Usai era pertama Mourinho, Chelsea tak betah berlama-lama untuk bekerjasama dengan satu orang manajer. Bahkan pada periode kedua kali Mourinho melatih Chelsea, hanya berlangsung selama 30 bulan.
Tak satupun dari mereka adalah eks pemain Chelsea. Fenomena ini tidaklah mengherankan, mengingat tak ada hubungan emosional yang lekat antara manajer dan pemain, apalagi dengan manajemen klub.
Mencuatnya nama Lampard tentu memunculkan spekulasi bahwa dirinyalah sosok yang tepat bagi The Blues. Lampard adalah sosok yang menggambarkan loyalitas, prestasi, kepemimpinan, juga potensi bagi Chelsea.
Ketika namanya disebut sebagai pengganti Sarri pada pertengahan musim 2018/2019, Lampard menolak bahwa dirinyalah sosok yang tepat untuk menukangi Chelsea. Ia mungkin sadar bahwa belum memberi bukti sukses dan bukan sekadar aji mumpung. Lampard mungkin berpikir akan lebih baik menggunakan klub lain untuk bereksperimen dan memperdalam kemampuan melatihnya.
Maka ajang final play-off Divisi Championship ini tak hanya berhadiah satu tiket berlaga ke Premier League, tapi juga pertarungan reputasi diantara keduanya. Dengan pengalaman masing-masing di klub tempat mereka melatih, bukan tak mungkin salah satu dari mereka akan membesut Chelsea di kemudian hari. Atau bisa jadi keduanya akan bekerjasama bagi klub kecintaan mereka di beberapa musim kedepan. Pastinya, Aston Villa kontra Derby pada 27 Mei nanti akan menjadi laga penuh ambisi berbalut emosi yang sayang untuk dilewatkan.