Gatung Sarung Tanganmu, Loris!

Loris Sven Karius, nama penjaga gawang asal Jerman ini selalu dibayangi oleh pemberitaan buruk sejak penampilannya di final Liga Champions 2018. Pria kelahiran 22 Juni 1993 dibeli dari Mainz pada 2016 untuk menjadi penjaga gawang utama Liverpool.

“Saya sangat senang kami [Liverpool] bisa mengunci jasa Karius dengan cepat. Performa yang diperlihatkannya bersama Mainz membuatnya diincar berbagai klub. Saya sadar akan kekuatan kami di sektor pertahanan dan tidak sabar melihat Karius mengenakan seragam kami,” aku Manajer Liverpool Jurgen Klopp.

Sayangnya, Karius gagal memberikan ketenangan yang dibutuhkan lini belakang the Reds. Ia pun harus rela menjadi pilihan kedua di bawah Simon Mignolet. Meski demikian, Karius dipercaya Klopp untuk mengawal gawang Liverpool selama Liga Champions 2017/2018. Main dalam 13 pertandingan, tidak pernah absen, dan hanya kebobolan dalam enam laga, wajar ia dirinya dimainkan pada partai puncak melawan Real Madrid.

Namun setelah membuat dua kesalahan di partai penting, ia disebut tidak memiliki masa depan di Liverpool. “Karius ada di posisi yang buruk. Liverpool sedang berada di performa terbaik mereka. Kesebelasan itu disorot berbagai media karena hal positif. Lalu ia membuat kesalahan,” kata mantan pelatih penjaga gawang Swindon Town, Steven Hale.

Steven Hale, Shaka Hislop (mantan penjaga gawang West Ham), dan Neil Atkinson (penulis asal Liverpool), punya pendapat yang sama tentang masa depan Karius. “Ia membutuhkan waktu yang lama untuk melupakan kesalahannya di partai sebesar itu”.

The Reds pun memberikan waktu yang dibutuhkan. Karius dipinjamkan ke Besiktas agar bisa menemukan kembali kepercayaan dirinya. “Bermain untuk Besiktas menjadi sebuah pengalaman yang bagus baginya. Mereka selalu memiliki peluang untuk memenangkan liga dan kini penjaga gawang hebat akan datang membantu,” kata Klopp.

“Semua orang di Liverpool ingin mengucapkan semoga beruntung kepada Loris Karius pada pertualangannya sebagai pemain pinjaman di Besiktas,” tulis pihak klub.

Turki Bukan Tempat yang Ramah

Foto: This Is Anfield

Karius datang ke Besiktas setelah membuat kesalahan besar. Kesalahan yang membuat Liverpool kehilangan gelar juara. Ia bukan hanya dihina tapi sampai menerima ancaman pembunuhan. Butuh dukungan moral dan waktu agar dapat kembali seperti masa-masa terbaiknya di 2016.

Klopp tahu itu. Kesadaran nakhoda asal Jerman untuk pemainnya bahkan sempat membuat dia ingin membatalkan transfer Alisson dari AS Roma. “Reaksi negatif yang diberikan publik kepada Karius hampir membuat saya menolak Alisson. Saya ingin mempertahankan Karius dan membungkam orang-orang bersama dirinya,” kata Klopp.

“Tapi Karius masih 25 tahun, penjaga gawang terbaik pun akan membuat kesalahan. Dia akan terus berkembang. Sekarang, mungkin orang-orang membicarakan dia secara negatif. Tapi delapan tahun lagi, tidak akan ada yang memikirkan kesalahan itu,” lanjut Klopp.

Sialnya, Turki bukanlah tempat yang pas untuk membangkitkan semangat Karius. Ataupun memberikannya waktu untuk berkembang. Memiliki status sebagai salah satu tim terbaik Turki, tuntutan di Besiktas tidak sehat bagi Karius yang memiliki beban mental.

Hal ini pernah dirasakan Vincent Janssen ketika dipinjamkan Tottenham ke Fenerbahce. Penyerang kebangsaan Belanda itu secara terbuka disebut transfer gagal oleh Presiden Fenerbahce, Ali Koc.

Meski saat itu protes yang dilancarkan kepada Janssen dapat disebut sebagai kampanye untuk menjatuhkan Aziz Yildirim dari tahta presiden, ucapan Koc punya dasar yang jelas.

Fenerbahce harus membayar lima juta euro untuk mendatangkan Janssen. Namun ketika sudah ada di Fenerbahce, ia hanya bermain 18 kali dan mencetak lima gol. Mayoritas dari waktunya di sana dihabiskan untuk penyembuhan cedera pergelangan kaki.

Entah itu menjadi faktor kesuksesannya terpilih sebagai presiden atau tidak. Namun Koc kini menggantikan Yildirim sebagai presiden klub.

Kesebelasan populer lainnya, Galatasaray juga memiliki sikap serupa. Pada 2017, mantan bek Juventus, Igor Tudor didepak dari kursi kepelatihan meski hanya kalah tiga kali. Ia tak memenuhi tuntutan suporter dan akhirnya diganti legenda klub, Fatih Terim. Besiktas juga sama, kurang-lebih.

Presiden vs Manajer

Foto: Bleacher Report

Hingga 13 Maret 2019, Karius sudah tampil 26 kali untuk Besiktas. Dari 26 laga itu, hanya lima kali gawangnya tidak kebobolan. Dalam periode yang sama pula, Karius harus 37 kali memungut bola dari gawangnya.

Meski demikian, Presiden Besiktas Fikret Orman ingin memberikan kontrak permanen pada Karius. “Kami ingin mempertahankan Karius dan saya harap kami adalah satu-satunya tim yang tertarik pada dirinya,” kata Orman.

Namun, kepala pelatih Besiktas, Senol Gunes memiliki pandangan berbeda. “Karius selalu kebobolan karena kesalahan dia sendiri. Ada yang salah dari dirinya. Dirinya tidak memiliki ketertarikan ataupun motivasi untuk bermain. Sejak awal, dia merasa seperti bukan bagian dari klub ini,” kata Gunes.

“Karius adalah pemain bertalenta. Sayangnya, dia tidak cocok ada di sini. Andaikan Tolga [Zengin] bisa kami mainkan, saya akan memilih dirinya dibanding Karius,” ungkap Gunes. Ketika nakhoda tim lebih memilih pemain yang melakukan kekerasan dan mendapatkan sanksi larangan bermain hingga akhir musim, jelas itu sebuah lampu merah bagi Karius.

Siapa lagi yang bisa menyelamatkan kariernya?

Sergio Ramos dan Final Liga Champions

Foto: Pinterest

Melihat betapa kokohnya Alisson di bawah mistar gawang Liverpool, tidak ada alasan untuk Klopp memberikan ruang kepada Loris Karius. Apalagi performanya selama di Besiktas tak memperlihatkan sebuah sinyal positif.

Penurunan kualitas Karius ini sebenarnya bisa ditelusuri kembali ke satu kejadian di partai puncak Liga Champions 2018. Menit ke-48, bek Real Madrid, Sergio Ramos membenturkan sikutnya ke kepala Karius. Bukan pelanggaran, tapi tiga menit kemudian, Karius membuat kesalahan, memberikan bola ke Karim Benzema untuk membawa Los Blancos unggul.

Setelah diperiksa Dr. Ross Zafonte di Boston, Amerika Serikat, Karius ternyata mengalami gegar otak setelah kejadian itu. Menurut Zafonte, efek dari gegar otak tersebut langsung dirasakan oleh Karius dan membuatnya mengalami gangguan penglihatan.

Gegar otak yang menimbulkan gangguan penglihatan menjelaskan blunder Karius ketika melepas bola ke Benzema. Begitu juga saat ia salah memperhitungkan arah bola sepakan Gareth Bale yang berujung gol ketiga Real Madrid.

Gegar otak ini bukanlah sesuatu yang bisa dianggap sepele. Dalam dunia olahraga, gegar otak merupakan akhir dari karier seorang atlet. Mantan pemain Seattle Seahawks (NFL), Joshua Perry pensiun di usia 24 tahun setelah enam kali mengalami gegar otak. Pegulat profesional, Daniel Bryan dipaksa pensiun pada 2016 karena mengalami hal serupa.

Butuh waktu dua tahun untuk Bryan bisa kembali beraksi di ring gulat World Wrestling Entertainment (WWE).  Meski sudah berulang kali disebut dokter bisa kembali, WWE tak memberikannya izin karena bukan ahli medis mereka yang memberi lampu hijau.

Gegar otak ini bisa membuat seorang atlet lumpuh, kehilangan ingatan, dan lain-lain. WWE sempat dituntut mantan pegulat mereka karena tidak memperhatikan hal ini di masa lalu. Kasus Chris Benoit yang membunuh semua anggota keluarganya sebelum gatung diri juga disebut sebagai salah satu contoh terparah dari gegar otak.

Saatnya Istirahat Loris !

Berbeda dengan Daniel Bryan yang harus istirahat dua tahun sebelum kembali melakukan pekerjaannya sebagai atlet, Karius dihadapi jadwal padat sepakbola. Ia diberi pengobatan namun hanya secara singkat.

Setelah masalah gegar otak ini ditemukan, Liverpool tidak bisa menghentikan Karius. “Jika Anda bertanya kepada Loris, ia tidak akan menggunakannya sebagai alasan. Namun dalam kepalanya ditemukan 26 hingga 30 tanda gegar otak. Kita mungkin tidak berpikir bahwa itu penyebab kesalahannya,” kata Klopp.

“Partai besar dengan adrenalin tinggi, siapa yang berpikir tentang hal itu? Tapi, ini memberi kami pandangan baru tentang pertandingan tersebut,” lanjutnya.

Saat Karius dipinjamkan ke Besiktas, Klopp juga mengakui bahwa mantan pemain akademi Manchester City itu semangat dan ingin membuktikan diri. Tapi, kenyataanya Senol Gunes tidak melihat yang sama dengan Klopp selama mengasuh Karius.

Mungkin lebih Karius menggantung sarung tangannya. Sekalipun hanya sementara. Pergi dan keluar dari segala tekanan dan beban yang ada selama ini. Penjaga gawang asal Ceko, Petr Cech bahkan harus istirahat tiga bulan setelah kasusnya saat lawan Reading di 2006. Setelah itu ia bermain dengan pelindung kepala dan masih mengalami gegar otak.

“Gegar otak pertama saya datang pada usia 14 tahun. Tapi jelas gegar otak terbesar saya terjadi di 2006. Setelah itu harus main dengan pelindung kepala. Mengurangi benturan dan memastikan tengkorak ada di posisi seharusnya. Tetapi dengan pelindung juga saya masih mengalami gegar otak,” aku Cech.

Gegar otak yang dialami Karius mungkin tidak lebih parah dibandingkan Cech yang sampai harus menjalani operasi tengkorak. Namun bukan berarti tak memerlukan istirahat. Terus-menerus di bawah tekanan, beban, dan tensi tinggi pertandingan tak membantu Karius.

“Banyak pemain yang merasa mereka baik-baik saja karena sudah terbiasa. Berkata, ‘beri saya waktu lima menit, nanti juga normal’. Tapi itu adalah bukti pertama bahwa mereka mengalami gegar otak. Oleh karena itulah dokter dibutuhkan, memberi gambaran yang jelas dan lebih luas kepada mereka,” jelas Cech.