Indonesia, Malaysia, dan Sebuah Dinding Bernama Wonderwall

Setiap orang memiliki dinding yang harus ia tembus jika ia ingin naik level sebagai seorang manusia. Jika dinding itu berhasil ia lewati, maka akan ada level yang meningkat, dan hal itu akan berpengaruh baik bagi kehidupannya. Itulah yang sekarang dialami oleh Indonesia. Ada sebuah dinding yang harus mereka lewati bernama Malaysia.

Dalam sebuah lagu Oasis berjudul Wonderwall, yang kerap diartikan sebagai sebuah lagu cinta yang romantis dari oasis (meski nyatanya belum tentu), terpatri sebuah makna, meski tersirat. Secara awam, tampak bahwa Noel Gallagher, komposer (bersama Owen Morris) sekaligus penulis lagu ini, seolah ingin mengungkapkan bahwa ia memiliki seorang gadis yang begitu sulit ia taklukkan.

Pada beberapa petikan liriknya, tampak kata-kata merajuk seperti “There are many things that I would like to say to you/but I don’t know how” atau ” I don’t believe that anybody feels the way I do/about you now”, yang dijadikan rujukan bahwa lagu ini merupakan sebentuk usaha Noel yang seolah sedang berusaha menaklukkan seorang gadis.

Nyatanya, sebenarnya lagu “Wonderwall” ini memiliki banyak makna. Dalam sebuah situs bernama songmeanings.com, sebuah situs yang mengizinkan para pengunjungnya untuk mengomentari makna dari lirik sebuah lagu, berbagai tanggapan muncul dari para netizen. Ada yang bilang bahwa lagu “Wonderwall” ini merupakan lagu cinta, caranya mengungkapkan cinta kepada orang yang kita suka.

Namun ada juga yang bilang bahwa lagu “Wonderwall” ini adalah sebentuk ungkapan tentang bagaimana caranya melawan sebuah tembok, baik itu tembok internal maupun eksternal, berwujud manusia atau bukan, untuk menggapai tingkatan yang lebih tinggi. Ada juga yang bilang bahwa ini adalah ungkapan pribadi Noel untuk menggusur Paul McCartney, orang yang ia idolakan sekaligus ia jadikan sosok “Wonderwall” bagi dirinya sendiri.

Bicara tentang lagu “Wonderwall” ini, bagi timnas Indonesia sebenarnya ada sesosok “Wonderwall” yang belakangan menjadi tembok yang harus dilalui oleh timnas Indonesia. Sosok tersebut adalah timnas Malaysia, batu sandungan Indonesia dalam beberapa ajang multinasional yang diikuti oleh tim “Merah Putih”

***

Menilik dari sejarah, Indonesia dan Malaysia memang sempat memiliki hubungan yang tidak baik. Pada masa-masa kepemimpinan Presiden Soekarno, bahkan sempat ada slogan “Ganyang Malaysia” yang merupakan buah dari kemarahan Soekarno yang menganggap bahwa Malaysia adalah “boneka dari Inggris”, negara yang dianggap imperialis dan kolonialis oleh Sang Putra Fajar tersebut.

Konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia ini mulai menguat pada 1962 silam, dengan sabotase yang dilakukan oleh para tentara Indonesia (ada yang menyebut bahwa pasukan ini tidak resmi) ke wilayah Sabah dan Sarawak. Soekarno bahkan sempat mengumumkan perintah Dwikora (Dwi Komando Rakyat) dengan tujuan mempertahankan kedaulatan Indonesia sekaligus perintah untuk mengganyang Malaysia.

Hal ini memperpanas hubungan antara Indonesia dan Malaysia. Bahkan Indonesia sempat keluar dari keanggotaan PBB pada 20 Januari 1965 akibat dari diterimanya Malaysia sebagai anggota tidak tetap PBB. Ketegangan antara Indonesia dan Malaysia ini baru mereda setelah Soekarno lengser dan Soeharto naik tahta pada 1966 silam.

Sejarah konfrontasi Indonesia dengan Malaysia ini ternyata menyisakan efek bagi hubungan antar kedua negara saat ini, termasuk dalam hal sepakbola. Apalagi Indonesia dan Malaysia berada dalam wilayah dan konfederasi yang sama, yaitu AFC serta AFF. Tak ayal pertemuan antar kedua timnas kerap berlangsung dengan cukup seru.

Namun dalam beberapa tahun ke belakang, tampak Malaysia sudah mulai bisa menguasai “konfrontasi lapangan” antara Indonesa-Malaysia ini. Jika di masa lalu Indonesia kerap unggul atas tim berjuluk “Harimau Malaya” tersebut, sekarang keadaan justru berbalik.

Semua berawal dari babak final Piala AFF 2010, yang kemudian berakhir dengan kemenangan bagi Malaysia. Berlanjut ke SEA Games 2011, Indonesia kembali takluk dari Malaysia. Dua kali ditaklukkan oleh Malaysia, membuat Malaysia sudah mulai mewujud menjadi “Wonderwall” tersendiri bagi Indonesia.

Terhitung dalam ajang Piala AFF 2012, kualifikasi Piala Asia U23, serta SEA Games 2017, ketika keduanya bertemu Indonesia kerap takluk oleh Malaysia. Yang terbaru, Malaysia berhasil mengalahkan Indonesia dalam ajang kualifikasi Piala Asia U19 di Korea Selatan, dengan skor cukup telak malah, yaitu 4-1.

Perlahan namun pasti, Malaysia yang dulu tidak terlalu diperhitungkan Indonesia (karena mata kita masih mengarah kepada timnas Thailand yang perlahan sudah mulai semakin menjauh), mulai berubah wujud. Malaysia sudah mulai menjadi “Wonderwall” tersendiri bagi timnas Indonesia dalam beberapa tahun ke belakang.

***

Pertemuan dengan Malaysia memang kerap menjadi pertemuan yang sulit bagi timnas Indonesia. Entah kenapa ada sesuatu yang hilang dari timnas Indonesia kala harus bersua Malaysia, terutama dalam ajang-ajang resmi. Ada semacam sebuah kekurangan tersendiri dalam tubuh Indonesia yang kerap tampak dan kerap berhasil dieksploitasi oleh Malaysia.

Salah satu hal yang tampak (dari sudut pandang penulis) dan menjadi kekurangan Indonesia ketika bersua Malaysia adalah soal organisasi permainan dan juga soal determinasi dalam bermain. Terlihat bahwa setiap menghadapi “Merah Putih”, “Harimau Malaya” kerap bermain lebih fokus, lebih spartan, dan lebih cerdas. Secara taktikal sekaligus organisasi permainan, mereka acap lebih unggul dari Indonesia.

Maka tak heran, dalam ajang kualifikasi Piala Asia U19 di Korea Selatan, awal November 2017 Malaysia begitu mudah menaklukkan Indonesia. Memang Indonesia menguasai penuh pertandingan, namun efektivitas permainan Malaysia, serta pertahanan rapat sekaligus terorganisir milik Malaysia begitu mudahnya membuat pemain timnas Indonesia kalang kabut. Alhasil, empat gol bersarang di gawang Indonesia dalam pertandingan tersebut.

Indonesia kalah lagi dari Malaysia, dan Malaysia masih menjadi “Wonderwall” tersendiri bagi “Merah Putih”

***

Sebenarnya jika ingin melihat lebih jauh, Thailand juga adalah “Wonderwall” tersendiri bagi Indonesia dalam percaturan sepakbola di Asia Tenggara ini. Namun melihat level Thailand yang sekarang perlahan semakin meninggi, maka Thailand seharusnya sudah tidak lagi menjadi target jangka pendek Indonesia. Mereka harus menjadi target jangka panjang, lawan yang harus bisa dilewati oleh Indonesia di masa depan kalau mereka ingin memang naik level.

Namun sebelum menghadapi Thailand, ada baiknya Indonesia terlebih dahulu melihat tetangga mereka, yang hanya terpisah oleh Selat Malaka dan rimbunnya hutan Kalimantan, Malaysia. Sebelum bisa menghadapi “Wonderwall” bernama Malaysia, jangan harap Indonesia bisa melaju ke level yang lebih tinggi, bahkan untuk menjadi penguasa Asia Tenggara sekalipun.

“Cause maybe, you’re gonna be the one that saves me. And after all, you’re my Wonderwall”