Isu Mafia Sepakbola Indonesia yang Jadi Awal Pembenahan Liga

Foto: Youtube Najwa Shihab.

Insiden penalti di babak delapan besar Liga 2 2018 membuat geger Indonesia. Tak sekedar penggemar sepakbola, tapi juga masyarakat umum. Penalti tersebut membuat Mata Najwa yang biasa membahas politik negara beralih ke sepakbola.

Semua berawal dari pertandingan divisi dua sepakbola Indonesia antara PSMP Mojokerto kontra Aceh United. Penyerang PSMP, Krisna Adi Darma, mendapatkan penalti pada menit ke-87. Tim yang ia bela tengah tertinggal 2-3. Ada peluang untuk menyamakan kedudukan. Sialnya, sepakan Krisna melebar.

Terlalu lebar sampai akhirnya muncul isu mafia dan pengaturan skor. Berbagai kesebelasan seperti Madura FC dan Persibara Banjanegara mengirim perwakilan mereka, bercerita serta membuka pengalaman tentang mafia di sepakbola Indonesia. Di hadapan pembawa acara, Najwa Shihab, Kapolri Tito Karnivian, dan Menpora Imam Nahrawi, semuanya memberikan pengalaman mereka.

Sejauh ini sudah dua edisi tayangan Mata Najwa secara khusus membahas sepakbola Indonesia, mafia, dan pengaturan skor. Pada jilid pertama, mantan runner skor, Bambang Suryo menyebut nama Vigit Waluyo sebagai otak di balik mafia sepakbola Indonesia. Jilid dua, nama-nama lain mulai muncul.

Tapi tidak ada nama yang lebih besar dari Maman Abdurrahman. Bek Persija Jakarta itu baru saja merayakan pencapaiannya bersama Macan Kemayoran menjadi jawara Liga 1 2018. Sialnya, dia tidak bisa lama terlelap merasakan euforia. Nama Maman disebut oleh mantan manajer tim nasional Indonesia Andi Darussalam Tabussalla.

“Babak pertama, harusnya Maman Abdurrahman biarkan itu bola; Bola itu akan keluar. Tapi Maman membiarkan itu. Lawan mendapatkan kesempatan dan mengirim umpan. Dari situ lahir gol pertama,” kata Andi di Mata Najwa.

Andi melempar kritik pada Maman yang seakan sengaja membiarkan Indonesia kebobolan di final Piala AFF 2010 kontra Malaysia. Isu bahwa skor dari laga Malaysia lawan Indonesia diatur sudah ada sejak peluit akhir berbunyi. Indonesia yang tidak terkalahkan saat itu dan juga sempat meraih kemenangan atas Malaysia di fase grup, tiba-tiba keok.

Penyerang tim Garuda saat itu, Bambang Pamungkas sempat memberikan perspektifnya terkait hal ini melalui blog pribadi dia. Lalu tulisan tersebut diturunkan. Hingga kini sosok dengan sapaan Bepe itu masih menolak asumsi umum.

Asumsi yang mengatakan Nurdin Halid, Ketua Umum PSSI di 2010, turun ke ruang ganti dan meminta Panji Merah-Putih untuk mengalah. Penolakan tentang hal itu juga disuarakan Maman, Hamka Hamzah, dan Markus Horison, tiga pemain yang ada dengan Bepe di ruang ganti pemain.

Hamka bahkan mengatakan Nurdin Halid diusir sebelum bisa masuk area pemain. Menurut bek kelahiran Makassar tersebut, hanya pemain, tim pelatih, manajer, dan asisten manajer yang ada di ruang ganti saat final AFF 2010. Rumor yang ada terbantahkan.

Blunder

Sementara kesalahan Maman yang dilihat oleh Andi Darussalam dianggap sebagai blunder. Kesalahan teknis, hal wajar dalam sepakbola. Dalam pembelaan Maman di acara ‘Catatan Najwa’, ia mengatakan ia berusaha membiarkan bola untuk keluar dari lapangan. Badan dan tangan digunakannya untuk menghalau pergerakkan pemain Malaysia. Sialnya, pemain itu cerdik dan menarik tubuhnya ke luar dari jangkauan Maman.

Dari situ gol umpan tarik dikirimkan, dan Malaysia mencetak gol. Hamka yang merupakan duet Maman di lini belakang Indonesia sudah berusaha menghalau operan ke tengah kotak. Antisipasi sudah dilakukan, tapi lagi-lagi kecerdikan punggawa Malaysia membuat hal yang dilakukan Hamka terlihat aneh. Padahal dirinya hanya beberapa detik terlalu cepat dalam melakukan antisipasi.

Seorang pengamat sepakbola, Justin Lhaksana juga memberikan pandangan yang sama dengan Maman dan Hamka. Gol pertama Malaysia berasal dari blunder dan bukan sebuah kesengajaan. Begitu juga dengan sundulan yang masuk ke gawang Markus. Pria berkepala plontos yang besar bersama PSMS Medan itu dianggap mati langkah. “De Gea, ter Stergen, Handanovic, penjaga gawang di Eropa juga sering mengalami hal serupa,” ungkap Justin di rekaman opininya yang ia unggah ke Youtube.

Awal dari transparansi

Maman merasa benar. Begitu juga dengan Hamka dan Markus Horison. Mereka bahkan berani meminta Najwa untuk memanggil semua pemain Indonesia di AFF 2010 jika isu pengaturan skor kembali diangkat ke televisi untuk ketiga kalinya. Lebih dari itu, mereka juga berani memberikan laporan keuangan ke kepolisian.

Pihak kepolisian sudah membuat satgas untuk kasus mafia dan pengaturan skor di ranah sepakbola Indonesia. Tiga pemain, Maman, Hamka, dan Markus, berani membuka rekening mereka dan menyudahi spekulasi suap hingga Alphard.

Kondisi keuangan pesepakbola Indonesia adalah hal yang abu-abu selama ini. Mayoritas berita mengangkat hal ini hanya ketika pihak klub gagal memenuhi kewajiban mereka alias menunggak gaji pemain. Bukan hanya uang bahkan, sepakbola Indonesia masih sering kali dibawakan dengan motto kuno jurnalistik: “Bad News is a Good News”.

“Berita buruk adalah berita baik,” karena dengan begitu perhatian masyarakat mudah untuk disedot. Apalagi jika kita hidup di dunia yang media massa lebih mementingkan jumlah pembaca atau klik dibandingkan akurasi, klarifikasi, dan edukasi.

Tapi dengan kasus ini, ada satu hal yang bisa dijadikan aturan untuk masa depan. Setiap klub sepakbola di Indonesia harus memberikan laporan keuangan setiap tahunnya dan juga membuka nilai kontrak serta transfer pemain yang mereka lakukan. Itu terjadi di berbagai negara lain, kenapa tidak di sini?

Membicarakan gaji dianggap tabu. Padahal itu hanya menguntungkan korporasi, bukan pegawai.

Bayangkan Anda sarjana akuntasi yang baru lulus dan diterima perusahaan. Gaji Anda tak boleh dibicarakan dengan sesama pegawai, aturan perusahaan. Lalu, datang seorang sarjana teknik melamar pekerjaan yang sama. Gaji dia lebih tinggi, karena pamor ‘teknik’ lebih tinggi dari ‘akuntasi’. Padahal Anda lebih menguasai bidang. Jika Anda tahu, protes wajar bukan?

Sepakbola juga sama. Itu mengapa kerap terdengar berita seorang pemain di kesebelasan Eropa gagal mencapai kesepakatan kontrak dengan tim karena gaji. Ketika kontribusi dia lebih besar dibanding nama terkenal di tim, wajar mereka minta kesetaraan?

Bantuan Masyarakat

Andai PSSI dan badan liga sepakbola Indonesia berani meminta transparansi keuangan ke setiap peserta, mereka juga bisa memantau hak pemain dan ekonomi sepakbola Indonesia akan semakin stabil. Sepakbola di Indonesia kerap kali merasakan krisis. Sampai-sampai sempat memerlukan bantuan anggaran daerah.

Saat ini Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) sudah memiliki standard kelayakan untuk setiap kesebelasan, terutama mereka yang ada di Liga 1. Tapi sialnya, hal itu tidak bisa diakses oleh publik. Padahal penikmat sepakbola peduli pada permainan yang mereka cintai. Bahkan sudah tidak menganggapnya sebagai sekedar permainan.

Andai kata keuangan setiap kesebelasan dibuka, nilai transfer dan kontrak pemain juga bisa diketahui oleh publik, pasti ada yang ikut menghitung. Dengan begini, mungkin, tak akan ada lagi cerita seperti Sriwijaya FC yang memberikan harapan palsu kepada suporter mereka. Berfoya-foya di bursa transfer, ternyata beberapa bulan tidak bisa bayar gaji dan harus melego pemain mereka.

Angkat Pamor Liga

Transparansi keuangan adalah hal krusial dalam pamor liga. Bayangkan jika sepakbola Eropa tidak membuka nilai transfer mereka. Neymar pergi ke PSG, Barcelona membeli Ousmane Dembele, Chelsea boyong Torres, semua tidak akan mendapat perhatian yang sama dengan saat ini.

Neymar ke PSG? Oh yaudah, Barcelona sama PSG sama-sama kesebelasan yang punya prestasi dan ambisius kok. Cocok buat Neymar“. Intriknya paling hanya sampai di situ.

Kenapa nilai kesepakatan hak siar televisi Liga Inggris penting? Kenapa Financial Fair Play dan berbagai pelanggaran yang dibuka Football Leaks ramai dibicarakan? Karena publik mengetahui betapa besar uang yang terlibat.

Apabila sepakbola Indonesia berani dijalankan secara terbuka, pamornya juga akan naik. Pasalnya transparasi membuat penikmat sepakbola atau publik secara umum merasa lebih terlibat di dalamnya. Saat sepakbola Indonesia masih abu-abu saja, mereka peduli.

Bayangkan bagaimana jika mendapat penglihatan yang jernih tentang apa yang mereka cintai?