Hamza Choudhury, Talenta yang Tersandera Ucapan Masa Lalu

Foto: Dailymail.co.uk

Asosiasi Sepakbola Inggris (FA) resmi memberikan hukuman kepada gelandang Leicester City, Hamza Choudhury. Pemain yang identik dengan rambut kribo itu ketahuan bersikap tidak etis lewat sosial media. Pesepakbola dengan sosial media memang tengah menjadi topik tersendiri selama 2019. Akan tetapi, masalah Choudhury terjadi karena opini yang dibuat dalam periode 2013 dan 2014. Bukan 2019.

Dalam periode tersebut, Choudhury melempar kritik pedas terhadap banyak hal. Mulai dari sepakbola perempuan, korban bunuh diri, hingga melempar kata-kata berbau rasial melalui akun twitter miliknya. “Itu tak sesuai dengan kepercayaan dan nilai-nilai yang saya miliki,” kata Choudhury dalam klarifikasinya.

“Dalam perjalan karier saya, ada beberapa hal yang diutarakan tanpa berpikir panjang. Saya melakukannya saat masih muda dan belajar dari kesalahan itu. Saya ingin meminta maaf jika ada yang tersinggung atau tersakiti karena hal tersebut,” lanjutnya.

Wonderkid

Foto: Leicester Mercury

Choudhury sendiri merupakan pemain jebolan akademi Leicester City. Sudah membela the Foxes sejak masih berusia 13 tahun di akademi. Lahir dari keluarga keturunan Bengal, dia juga bukan golongan mayoritas di sepakbola Inggris. Sepakbola jadi jalan memulai hidup baginya. Ada masanya ia menjadi incaran Real Madrid, Barcelona, Manchester United, dan Chelsea. Tapi dirinya memilih untuk bertahan di Leicester.

“Saya mungkin baru percaya bisa menjadi seorang pesepakbola profesional setelah masuk ke tim utama Leicester. Itu selalu tujuan utama saya,” aku Choudhury. Pertama diorbitkan oleh Claude Puel, Choudhury mungkin masuk ke dalam daftar pemain akademi terbaik the Foxes. Sejajar dengan Emile Heskey, Andy King, dan Ben Chilwell.

Kesuksesan Chilwell juga menjadi motivasi tersendiri bagi Choudhury. “Saya tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Namun dirinya kuat dan bisa main di level tertinggi. Lihat Chilwell musim lalu, sekarang dia main untuk tim nasional Inggris,” kata Puel saat ditanya terkait masa depan Choudhury setelah ia jadi bagian penting dalam kemenangan Leicester atas Chelsea dan Manchester City di 2017/2018.

Rodgers yang menggantikan Puel juga setuju dengan pengamatan nakhoda asal Prancis tersebut. “Dia adalah anak muda yang luar biasa. Dirinya sangat cerdik soal sepakbola. Choudhury bisa bermain di berbagai posisi, kuat, cepat, dan bisa membaca pertandingan,” puji Rodgers.

Gelandang kelahiran 1 Oktober 1997 itu mungkin masih jadi penghangat bangku cadangan di Leicester. Ia bahkan beberapa kali masih bermain untuk tim U23 di musim 2018/2019. Tapi masa depannya cerah. Latar belakang bahwa ia merupakan pemain keturunan Asia tidak menjadi masalah.

“Saya tidak merasa tertekan menjadi pemain keturunan Asia. Saya tahu keluarga terus mendukung. Jika suatu hari nanti saya bangun dan memutuskan untuk berhenti, mereka juga akan tetap mendukung,” katanya.

Beranjak Dewasa

Apa yang dilakukan Choudhury melalui sosial media miliknya mungkin salah. Tapi semua kembali lagi ke argumennya, “Itu tidak sesuai dengan kepercayaan saya”. Ras, kesehatan mental seseorang, dan sepakbola perempuan masih menjadi isu yang sensitif. Kepekaan memang sudah mulai tercipta namun bukan berarti masalah selesai.

Bagi sebagian orang, hal-hal itu masih di luar norma mereka. Hal paling penting adalah ia mengaku salah dan mau belajar dari kesalahannya. Berapa banyak manusia di kehidupan sehari-hari yang kepala batu setelah melecehkan dan melukai orang lain?

Pada dasarnya setiap orang diizinkan untuk meyakini apa yang mereka percaya benar. Itu juga berlaku untuk Choudhury. Namun tidak semua sadar seperti dirinya, bahwa nilai-nilai yang ia pegang, belum tentu diyakini juga oleh orang sekitarnya.

Choudhury meminta maaf bukan berarti ia melepas nilai-nilai yang ia yakini. Melainkan membuka diri untuk belajar tentang nilai-nilai yang dianut orang lain. Itu yang penting.

Pembelaan Leicester

Foto: Leicester Mercury

“Saat opini itu keluar, ia masih berusia 14 sampai 15 tahun. Ia sudah meminta maaf dan punya keinginan untuk belajar. Kita semua juga sama, siapa yang menyangka perkataan dari saat remaja bisa menghantui beberapa tahun kemudian? Sekarang dirinya sadar hal itu bukanlah sesuatu yang bisa diterima,” kata Brendan Rodgers.

Pihak Leicester juga mengutarakan hal serupa. “Ia tahu bahwa perkataannya bisa memberi dampak. Sekarang ia ingin membuat dampak yang positif. Menghormati satu sama lain dan berkembang,” tutur pihak klub. Hal itu juga sudah mulai dilakukan sejak akhir bulan April 2019. Ia menjadi salah satu pemain Leicester yang ikut mengembangkan pemain-pemain muda meski usianya juga masih 21 tahun.

Hamza Choudhury masih memiliki masa depan yang panjang dalam karier profesionalnya. Ia sudah sadar akan apa yang diperbuat. Janganlah ikut memberi tekanan karena dalam beberapa kasus seperti kondisi Emmanuel Adebayor dan Danny Rose, hal itu bisa merusak mental mereka. Beruntung Adebayor dan Rose tak mengambil jalan pintas dan masih bisa mewarnai lapangan hijau.