Direkrut Tubize, Firza Belum Tentu Sukses!

Bek Tim Nasional Indonesia, Firza Andika, resmi diperkenalkan sebagai rekrutan baru AFC Tubize pada 25 Januari 2019. Ia dikontrak selama dua musim oleh tim asal Belgia tersebut. Direkrut Tubize, Firza akan menjadi pemain Indonesia kelima yang mengecap sepakbola Belgia.

Firza menjadi pemain Indonesia ke-17 yang merumput di Eropa setelah sebelumnya ada nama-nama tenar seperti Kurniawan Dwi Yulianto (FC Luzern), Kurnia Sandy (Sampdoria), Bima Sakti (Helsinborg), dan lain-lain. Namun dari 16 nama lainnya, hanya dua pemain yang masih aktif di Eropa. Mereka adalah Ezra Walian (RKC Waalwijk / Almere City) dan Egy Maulana Vikri (Lechia Gdansk).

Egy merupakan salah satu pemain kunci di tim cadangan Lechia. Tapi dirinya baru sekali tampil untuk tim senior di divisi tertinggi Polandia, Ekstraklasa. Sementara Ezra Walian merupakan pemain rotasi di Waalwijk. Dirinya baru tampil 10 kali di divisi dua Belanda dengan mengantongi 374 menit.

Nasib Firza di Belgia belum ditentukan. Namun pihak Tubize percaya pemain kelahiran Medan, Sumatera Utara itu akan memiliki masa depan di Eropa. “Dia masih muda dan dirinya akan berkembang di sini,” kata CEO AFC Tubize Shim Chan-Koo.

Pihak klub mengaku telah memantau Firza sejak 2017. “Kami selalu tertarik pada pemain Asia. AFC Tubize menyaksikan kiprah Indonesia di Toulon Tournament dan Firza dianggap sebagai pemain termuda terbaik di sana. Firza tampak akan memiliki masa depan cerah,” tulis mereka.

Dari semua ucapan-ucapan tersebut, Firza seperti memiliki tempat di tim utama Tubize. Namun sayangnya pihak klub tidak menyiapkan Firza untuk bermain dengan tim utama mereka. “Firza masih muda, jadi dia tidak disiapkan untuk tim utama,” kata Shim. Padahal setengah (12/24) dari skuat AFC Tubize merupakan pemain yang berusia muda, di bawah 23 tahun.

Lemouya Goudiaby (21) yang diboyong dari FC Metz pada musim panas 2018 telah bermain 23 kali untuk Tubize. Gelandang Turki kelahiran Belgia, Halil Kose (21) sduah 17 kali membela tim utama mereka. Pemain pinjaman dari Manchester City, Aaron Nemane (21) dan  Ernest Agyiri (22) juga sudah mengantongi lebih dari 1.000 menit di divisi dua Belgia.

Tapi mereka tidak memiliki tempat untuk Firza di tim utama. Mungkin Firza memang butuh adaptasi terlebih dulu karena saat membela PSMS Medan di Liga 1 2018, dirinya juga sulit menembus tim reguler Peter Butler. Akan tetapi ada satu masalah dalam perlakuan Tubize kepada Firza.

Berbeda dengan perlakuan yang didapat oleh Egy saat dikontrak oleh Lechia. Atau ketika Ezra mendarat di Almere City, AFC Tubize tidak mengumumkan perekrutan Firza Andika. Pengumuman itu dilakukan oleh manajemen Firza, Northcliff Group yang juga merupakan sponsor dari AFC Tubize.

Tubize baru mempublikasikan kedatangan Firza di akun resmi mereka pada 31 Januari atau enam hari setelah kabar tersebut disebarkan Northcliff. Situs berita Belgia, DH, bahkan lebih cepat mengumumkan kedatangan Firza dibanding pihak klub. Sementara Enes Saglik yang merupakan rekrutan kedua Tubize setelah Firza, langsung dipublikasikan.

Ini merupakan hal wajar di dunia sepakbola. Pemain muda yang diplot untuk bermain di akademi memang jarang dipublikasikan, kecuali mereka mendarat di klub seperti Ajax Amsterdam yang fokus dan terkenal di segi pengembangan talenta muda.

Tapi ini juga menutup kemungkinan bagi Firza untuk bermain di tim senior AFC Tubize pada 2018/19. Beda dengan Egy yang diplot untuk bermain bersama tim cadangan tetapi juga punya peluang naik ke senior. Pihak klub bahkan sudah mengkonfirmasi bahwa Firza tidak akan bermain di tim utama.

“Firza Andika harus sabar, tidak mungkin dirinya berkembang tim utama. Firza masih perlu adaptasi,” kata General Manajer AFC Tubize Josselin Croise.

 

Catatan Buruk di Akademi

Sabar, mungkin ini memang cara terbaik. Sialnya, pemain Indonesia memiliki catatan buruk ketika harus memulai dari akademi klub Eropa. Arthur Irawan contohnya. Arthur menimbah ilmu di Spanyol bersama Malaga dan Espanyol B.

Namanya sudah tercium ke Indonesia sejak saat itu. Tapi Arthur tidak pernah bisa untuk menembus tim utama Espanyol ataupun Malaga. 2017 ia kembali ke Indonesia bersama Persija Jakarta dan terus melanjutkan karirnya di tanah air.

Yussa Nugraha menjadi contoh lainnya. Sejak 2015, pemain asal Solo tersebut bergabung dengan Feyenoord. Membela tim junior mereka di C1, Yussa berhasil menyumbang piala dan terlibat dalam 31 gol dari 33 penampilan. Sudah empat tahun berlalu, namun nama Yussa tidak terlihat di daftar pemain Feyenoord. Padahal Feyenoord memiliki daftar lengkap tentang pemain mereka dari U7 hingga senior.

 

Catatan Buruk Lewat Koneksi

Keberhasilan Firza untuk masuk ke AFC Tubize tidak lepas dari koneksi Northcliff dengan pihak Tubize. Setelah Firza, Northcliff bahkan disebut akan mengincar dua pemain lagi untuk dikirim ke Eropa.

Sayangnya, Indonesia juga memiliki catatan buruk ketika seorang pemain berangkat ke Eropa karena pengaruh pihak ketiga. Sebut saja pemain-pemain jebolan SAD Uruguay yang diboyong Group Bakrie ke CS Vise.

Syamsir Alam, Alfin Tuasalomony, dan Manahati Letusen, gagal melanjutkan karir mereka di Eropa setelah membela Vise. Ketiganya pindah ke akademi kesebelasan profesional setelah program SAD selesai. Manahati dan Syamsir melanjutkan karir di akademi Penarol setelah era SAD mereka. Syamsir juga merasakan akademi Heerenven serta Vitesse di Belanda.

Syamsir dan Alfin diangkut ke CS Vise pada 2011. Hanya dua tahun berselang keduanya kembali ke Indonesia bersama Sriwijaya dan Bhayangkara FC. Sementara Tuasalamony yang baru menyusul Syamsir dan Alfin di tahun 2012 membela Vise hingga 2014. Tapi setelah itu nasibnya juga sama. Kembali ke Indonesia, dan gagal melanjutkan karir di Eropa.

Padahal mereka adalah jebolan SAD, kumpulan pemain yang sempat digadang-gadang akan menjadi masa depan Tim Nasional Indonesia. Melihat semua catatan ini, bukan tak ingin bersabar kepada AFC Tubize terkait Firza. Namun pengalaman membentuk asumsi negatif tentang perekrutan mereka. Semoga saja Firza dapat mengubah keadaan dan membuat tren baru untuk pemain-pemain Indonesia.