Atletico Madrid resmi mendatangkan Joao Felix senilai 126 juta euro. Ia menjadi pemain termahal kelima dalam sejarah transfer sepakbola. Bahkan, uang yang dikeluarkan Atleti lebih banyak enam juta euro ketimbang yang dihabiskan Barca buat menebus klausul kontrak Antoine Griezmann.
Angka yang dikeluarkan Atletico Madrid memang cukup sebanding dengan prospek masa depan Felix. Musim lalu, di musim debutnya, ia mencetak 15 gol buat Benfica. Ia bahkan menjadi remaja pertama yang mencatatkan hattrick di Europa League. Dengan usianya yang baru 19 tahun, karier Felix masih amat panjang. Di Atleti pun, ia diproyeksikan menggantikan posisi Griezmann, sehingga secara teknis biaya 126 juta euro untuk Felix amatlah sepadan.
Beberapa waktu lalu, Marca, bahkan menyebut kalau secara rataan statistik Felix mencetak gol dan memberi asis lebih banyak ketimbang Griezmann. Musim lalu, Felix bermain di 43 pertandingan dengan mencetak 20 gol dan 11 asis. Artinya, rata-rata ia mencatatkan 0,46 gol per pertandingan, dan 0,25 asis per pertandingan.
Sementara itu, Griezmann bermain di 48 pertandingan dengna mencetak 21 gol dan 10 asis. Ini artinya, rata-rata Griezmann mencetak 0,44 gol di tiap pertandingan dan 0,21 asis.
Bukan Soal Kemampuan Felix
126 juta euro untuk Felix memang wajar. Yang tidak wajar adalah klub yang membayarnya: Atletico Madrid. Apa yang dilakukan Atleti seolah mengkhianati identitas klub yang telah mereka jalani selama ini; sebuah identitas yang membedakan mereka dengan penguasa Spanyol dan Eropa, juga rival sekota: Real Madrid.
Berdasarkan Sid Lowe di The Guardian, ketika Griezmann memutuskan meninggalkan Atletico Madrid, pihak klub langsung menelepon sang pelatih, Diego Simeone. Pelatih berkebangsaan Argentina tersebut diminta pendapatnya soal siapa yang akan menggantikan Griezmann.
Respons Simeone seperti yang bisa diduga. Ia seperti kebingungan karena syarat yang ia berikan pun kelewat susah: (1) Bisa bermain di belakang striker, (2) mencetak 20 gol setahun, dan (3) tak perlu biaya besar.
Joao Felix cocok dengan dua dari tiga syarat Simeone. Namun, harganya yang 126 juta euro jelas tak masuk standar. Ia bahkan menjadi pemain termahal Atletico yang beberapa saat sebelumnya dipegang Thomas Lemar senilai 70 juta euro. Lantas, apakah kehadiran Felix akan mengubah Atleti?
Identitas Atletico Madrid
Mantan kiper Atletico yang kini menjadi asisten Simeone, German Burgos, menyatakan kalau dirinya tak akan bisa menjadi pemain Real Madrid karena tampang dan penampilannya.
“Mereka (Real Madrid) akan membuatku memotong rambutku. Atletico bersinonim dengan para pekerja: tukang bangunan, supir taksi, dan penjual Churros,” kata Burgos.
Ketika Atleti menjuarai La Liga, Simeone pernah memberikan kalimat sarkas bahwa perbedaan budget antara Atleti dan Madrid serta Barcelona hanyalah 400 juta euro. Bahkan, 11 pemain yang tampil di Camp Nou di hari mereka meraih gelar harga mereka kurang dari 40 juta euro; angka yang lebih kecil dari seorang Cesc Fabregas.
Akan tetapi kini semuanya berubah. Selama lima tahun terakhir, Atletico menghabiskan 569 juta euro. Musim ini bahkan lebih gila karena Atleti menghabiskan 180 juta euro. Atleti memang punya pembelaan mengingat para pemain penting mereka juga pergi: Griezmann, Lucas Hernandez, Diego Godin, Juanfran, dan Rodrigo. Malah, pendapatan mereka jauh lebih besar: 260 juta euro.
Simeone memang menjadi sosok yang paling dirugikan dari perginya para pemain inti. Namun, justru di situlah tantangannya. Simeone dan Atleti adalah dua sosok yang bersinonim: pekerja keras untuk melawan kemustahilan. Akan tetapi, musim ini kondisinya memang amat berbeda. Apalagi, Atleti sudah tak bertaji sejak dua musim terakhir. Jarak mereka dengan juara liga kelewat jauh: 14 poin musim 2017/2018 dan 11 poin musim 2018/2019.
“Ini adalah proyek tersulit yang kami hadapi sejak kami tiba. Banyak pemain yang pergi dan ini adalah momen transisi yang sulit. Kami punya tantangan sekarang. Renovasi mulai tahun lalu, tapi benar kalau ini akan menjadi rumit,” tutur Simeone.
Melawan dengan Uang?
Pada 2014 silam, mantan gelandang Atleti, Tiago, menggambarkan kalau timnya bagaikan Robin Hood di sepakbola. Jelang final Liga Champions, Tiago mengatakan kalau Madrid begitu terobsesi dengan gelar dan uang yang mereka habiskan di musim itu membuat mereka harus juara Liga Champions.
“Mereka lahir untuk menang, kami lahir untuk bertarung. Kami bertarung di tiap pertandingan. Kami telah memenangi liga, dan kini kami bisa memenangi ini,” kata Tiago kala itu.
Kini, kondisi Atleti dan Real Madrid tak jauh berbeda. Atleti tak lagi bisa nothing to lose, karena tekanan kini ada di pundak mereka.