“Waktu itu aku remedial pelajaran PKN disuruh ngafalin pasal banyak banget. Mana temen aku pada ga lulus remed lagi, kan jadi bikin takut. Akhirnya aku coba aja berfikir positif kalo ngafalin pasal sebanyak itu tuh gampang dan aku pasti bisa. Eh taunya beneran loh, kerasa gampang ngafalinnya dan aku lulus deh,” tutur Sifa Nurhaliza.
Sifa adalah salah satu siswi SMKN 1 Cimahi yang saat ini duduk di tingkat akhir. Siswi berusia 18 tahun itu membagi pengalamannya kepada kami saat ia semester lima. Sifa meyakini jika pola pikir berpengaruh sangat besar terhadap diri sendiri. Apalagi ketika dibawah tekanan dan tuntutan, seperti pengalamannya saat semester lima lalu.
Berbagai keadaan akan menyuguhkan kita banyak pemikiran terhadap segala hal. Tidak semua orang memiliki pemikiran yang sama walaupun terhadap situasi yang sama. Jika digolongkan secara umum, maka pemikiran seseorang ada yang negatif dan positif. Atau akrab juga dengan sebutan negative thinking dan positive thinking.
Soal negative thinking dan positive thinking, Dhea Avelina mengungkapkan jika berfikir positif akan berpengaruh pada perilaku yang terbawa positif juga, begitu pun dengan pikiran negatif.
Terdapat sebuah percobaan yang diterbitkan dalam Journal of Clinical Psychology tahun 2006. Hasil percobaan menunjukkan kinerja seseorang menurun ketika ia terlalu cemas dan berfikiran negatif terhadap sesuatu yang disuguhkan. Lain dengan orang yang cenderung lebih tenang dan berfikiran positif. Mereka akan memiliki tingkat kecemasan yang berbeda dalam menghadapi situasi yang sama.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, psikologis adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kejiwaan seseorang. Dari percobaan di atas dapat dilihat bahwa psikologis seseorang akan terpengaruh oleh apa yang dipikirkannya. Dan semua tindakan yang diambil akan dipengaruhi oleh kondisi psikologisnya.
Pengaruh Psikologis yang Tertekan
Tidak jarang situasi membuat kita terbawa emosi. Emosi bukan hanya berkaitan dengan amarah, namun bahagia dan kesedihan juga merupakan bagian darinya. Misalnya saja saat menonton film. Biasanya kita akan hanyut dalam cerita lalu akhirnya terbawa emosi. Kemudian pemikiran kita pun menerka-nerka akan seperti apakah kelanjutan ceritanya.
Lalu bagaimana jika di kehidupan sehari-hari? Jawabannya adalah sama saja. Setiap orang mempunyai pemikiran jauh terhadap sesuatu. Bagaimana jika begini, bagaimana jika begitu, apa yang akan terjadi, dan seterusnya. Pikiran seseorang tidak akan luput dari terkaan-terkaan, terlepas dari itu terkaan yang negatif maupun positif. Dan tidak semua orang menganggap mudah dalam mengendalikan pemikiran mereka.
Sebagai contohnya adalah Mario Balotelli, mantan pemain Manchester City yang sekarang bermain untuk tim Prancis bernama Nice ini dikenal dengan pesepakbola yang emosian. Entah apa yang ada dipikirannya, namun banyak orang yang menilai Balotelli selalu tidak terduga. Artian tidak terduga disini justru lebih mengarah pada hal yang negatif.
“Ketika Manchester City kalah melawan Arsenal, Balotelli melempar sepatu ke tv plasma di ruang ganti,” ujar Les Chapman, dilansir dari Daily Mail.
Menurut Huffington Post, ketika seseorang merasakan stress atau berada di bawah tekanan, terdapat sel bernama amigdala yang aktif dalam otak. Sel ini akan bereaksi menjadi emosi dan seolah-olah menghilangkan pemikiran logis seseorang ketika mengambil keputusan.
Kesulitan mengatur pikiran tidak terjadi pada satu pesepakbola saja. Masih banyak pesepakbola yang juga merasa kesulitan mengatur pikirannya, apalagi ketika bermain di lapangan hijau. Namun mereka memiliki cara yang berbeda mengatasi pikiran ketika di bawah tekanan.
Melatih Pikiran Menjadi Positif
Pada awalnya semua informasi yang kita terima bersifat netral, tidak ada muatan nilai positif maupun negatif. Kemudian informasi akan diterjemahkan oleh otak dalam bahasa yang berbeda. Informasi bisa menjadi negatif ketika berlawanan dengan tujuan kita, begitu pun sebaliknya.
Mihaly Csikszentmihalyi, seorang pakar psikologi, mengungkapkan dalam bukunya yang berjudul Flow: The Psychology of Optimal Experience, bahwa pikiran sama hal nya dengan perasaan yang dipengaruhi oleh fokus/attention. Maka seseorang harus fokus hanya pada informasi positif yang mendukung tujuannya.
Untuk mampu mengendalikan pikiran menjadi positif, salah satu latihan sederhana yang dapat dilakukan adalah dengan cara selftalk atau berbicara positif pada diri sendiri.
“Aku terus bilang di dalam hati, ‘kuat! kuat! kuat!’. Dan akhirnya ga kerasa kalau latihan fisik hari itu selesai, padahal awalnya aku pikir bakal tumbang di tengah-tengah kegiatan,” tutur Risma Elsanandini, salah satu anggota ekstrakulikuler kepemimpinan di sekolahnya.
Risma juga mengatakan jika hal seperti itu tidak dilakukan oleh dia saja, tapi juga kawan seperjuangannya. Ini disebabkan senior mereka selalu menyuruh untuk menerapkan sugesti positif setiap kali latihan dimulai, sekalipun latihannya terlihat menyeramkan.
Penelitian membuktikan jika hal-hal positif yang kita bicarakan pada diri sendiri akan memunculkan hormon dopamin, sedangkan hal negatif memunculkan hormon kortisol. Dopamin akan memunculkan keyakinan pada diri sendiri, sementara kortisol malah memunculkan stres. Maka dari itu jika berada dalam keadaan tertekan, seharusnya kita berfikir akan hal-hal yang positif saja.
Membentuk Mental Kuat Pesepakbola Melalui Berfikir Positif
Bermain dalam sebuah laga untuk membela klub tercinta bukanlah hal yang mudah. Apalagi jika laga yang dimainkan sudah laga besar dengan ribuan pasang mata suporter yang siap dengan gesit mengikuti gerak-gerik pemain. Para suporter tanpa ragu akan melontarkan caci maki ketika pemain membuat kesalahan, walau beberapa diantaranya tetap menyemangati.
Menghadapi situasi demikian tentu harus terbentuk mental yang kuat dari dalam diri. Dan pikiran positif akan membuat seseorang memiliki mental yang lebih baik ketika dihadapkan pada berbagai problem. Ini disebabkan karena pikiran positif memunculkan rasa optimisme dan motivasi dalam diri bahwa ia pasti mampu melalui segalanya.
Dunia sepakbola menerapkan bahwa pemainnya haruslah berpikiran positif dan fokus pada tujuan. Manajemen pikiran dalam diri pesepakbola akan mempengaruhi perolehan pelanggaran selama permainan. Mengapa demikian? Karena seperti yang dikatakan sebelumnya, jika pikiran akan mempengaruhi tindakan yang diambil. Mereka yang tidak mampu mengendalikan tindakannya cenderung menerima banyak peringatan dari wasit.
Misalnya saja seperti tragedi di lapangan hijau yang terjadi tahun 2015 silam antara Chelsea dan Arsenal. Gabriel Paulista, bek Arsenal saat itu, terpancing emosi ketika berusaha melerai perseteruan antara Costa dan Laurent Koscielny. Kejadian ini membuat Gabriel dan Costa dihadiahi kartu kuning. Namun rupanya tidak berhenti sampai disitu perseteruan Costa dan Gabriel. Hingga akhirnya Gabriel mendapat hadiah lagi yang membuat Arsenal harus bermain hanya dengan sepuluh orang.
“Mempertahankan rasa percaya diri, berdamai dengan kecemasan atau kemarahan dan menjaga agar tetap fokus merupakan hal yang penting di Premier League,” ujar Bradley Busch, seorang psikolog olahraga dari Inner Drive.
Sang pengadil lapangan tidak jarang mengeluarkan kartu dari sakunya dengan alasan pemain yang lepas kendali. Maka dari itu kini banyak klub di Premier League yang bekerja sama dengan psikolog dalam dunia olahraga. Mereka akan mengajarkan para pemain berbagai teknik berkaitan dengan mental seperti, selftalk, me-manage suasana hati, dan merubah fokus dengan cepat.
Dalam me-manage suasana hati, banyak pesepakbola memiliki kata kunci yang selalu diingat. Busch mengatakan ketika para pemain marah saat di lapangan, mereka biasa mengucapkan kata ‘Ice‘ untuk mengingatkan jika mereka harus tetap mengontrol kemarahan. Dengan menerapkan mindset seperti itu, maka tidak butuh waktu yang lama untuk pemain kembali pada kendalinya. Dapat diartikan pula jika kecepatan fokus merupakan hal yang sangat penting dimiliki oleh pemain.
“Kami katakan pada pemain untuk hanya fokus pada tiga hal. Seorang striker tidak bisa mengontrol gol, tapi mereka bisa mengendalikan pergerakan, kekuatan, dan kualitas serangan. Itu memang terdengar sederhana, tapi itu tergantung bagaimana pikiran kamu bekerja dengan tepat,” ucap Busch.
Lalu apa yang dilakukan pesepakbola ketika mereka berada di bawah tekanan akibat melakukan kesalahan? Sebelum menghadapi hal seperti itu, pesepakbola harus ditanamkan sebuah fakta bahwa kekalahan bisa terjadi kapan saja. Ini membuat mental mereka terbentuk untuk menghadapi kenyataan pahit yang harus diterima.
Sama seperti ketika mendapat kemenangan, pesepakbola juga seringkali melampiaskan kekecewaannya melalui gerakan. Mereka terkadang menendang rumput atau mungkin mengelap keringatnya dengan baju. Pujian pelatih juga sangat berperan dalam keadaan ini, setidaknya pelatih harus menyampaikan bahwa mereka telah bermain sebaik mungkin.
Seseorang yang selalu berpikir positif dapat tercermin dari bagaimana cara dia menghadapi suatu situasi. Keadaan psikologisnya pun akan terpengaruh oleh pola pikirnya. Semakin positif ia berpikir akan suatu hal, semakin baik juga cara ia dalam me-manage suasana hatinya yang berdampak pada tindakan yang akan ia ambil.