Liga Super Eropa yang Menghina Sepakbola

Here we go again..

Setelah dua tahun tidak menjadi perbincangan, kita kembali lagi ke sini. Liga Super Eropa kembali menghantui sepakbola. Jika mempercayai laporan Der Spiegel dan Footballleaks, ada 11 kesebelasan terpampang sebagai pencetus Liga Super Eropa. Mereka adalah Barcelona, Arsenal, Real Madrid, Manchester United, Manchester City, Chelsea, Bayern Munchen, Juventus, AC Milan, Paris Saint-Germain (PSG), dan Liverpool.

11 klub ini nantinya akan mengundang lima klub lain seperti Atletico Madrid, AS Roma, dan Inter Milan, untuk bergabung ke liga dengan 16 peserta. Tapi, 11 klub di atas yang menjadi penemu liga dilindungi oleh hak kekuasaan dan tidak bisa degradasi selama 20 tahun.

Rencananya, para peserta Liga Super Eropa akan keluar dari kompetisi domestik masing-masing untuk membuat impian mereka terkabul pada 2021. Namun, laporan Der Spiegel dan Footballleaks ini masih sebuah konsep. Tentu konsep yang lebih jelas dari dua tahun lalu, tapi belum tentu juga menjadi sebuah kenyataan.

Meskipun baru sebatas ide, pemikiran tentang Liga Super Eropa ini sudah ditolak berbagai pihak. Presiden UEFA, Aleksadir Caferin, bahkan mengatakan bahwa liga jika liga itu berhasil jalan, musim kompetisi mereka akan sangat membosankan.

“Akan sangat membosankan jika melihat Bayern Muenchen melawan Juventus tiap pekan. Berbeda jika Juventus lawan Torino, karena kita tahu mereka akan mengarahkan segalanya dalam pertandingan. Saya mengutuk ide ini dan selama masih ada di UEFA, bisa dipastikan liga tersebut tak akan terjadi,” janji Caferin ke Kicker.

Foto: IOL.co.nz

Masalah Dana

Pertanyaannya tentu kenapa 11 klub yang disebut pendiri Liga Super Eropa menginginkan kompetisi ini terbentuk. Jawabnya sederhana, uang. Meski dikenal sebagai lima liga Eropa, uang yang didapat oleh PSG, Bayern Munchen, Real Madrid, dan Juventus, di liga masing-masing tidak sebesar pendapat klub Inggris.

Liga Premier Inggris membagi secara rata uang penghasilan dari siaran telivisi mereka sejak kompetisi itu terbentuk pada 1992. Menurut Guardian, kini pendapatan klub dari siaran di luar Inggris telah mencapai 3,3 miliar Poundsterling. Ditambah siaran dari dalam negeri yang mencapai 5,1 miliar. Uang ini dibagi rata ke semua klub Liga Premier.

Sementara Bundesliga misalnya, 2016/2017 mereka hanya mendapatkan 39 juta Euro. Hanya memiliki jarak 20 juta Euro dari RB Leipzig yang memiliki bagian paling sedikit dari uang siaran. Sedangkan Sunderland yang terdegradasi di Inggris, mendapat hadiah uang total 100 juta Poundsterling dari Liga Premier.

Begitu juga di liga-liga top Eropa lain, Juventus, PSG, Barcelona, Real Madrid, meskipun mendominasi, rataan hadiah uang mereka tidak memiliki perbedaan besar dengan tim lain. Hadiah uang ini sudah termasuk pencapaian liga dan siaran. Bayern sampai mengancam 1.Bundesliga untuk menarik siaran pertandingan mereka khusus untuk siaran telivisi klub.

Siaran telivisi mungkin tidak memengaruhi popularitas mereka di dalam negeri. Namun, ekspose ke luar negeri akan berdampak pada pamor klub, penjualan kostum, hingga pencarian sponsor. Ini mengapa selalu ada saja kejadian menarik tentang uang hak siar.

Tekanan klub-klub tersebut juga berpengaruh ke UEFA. Lihat saja bagaimana sistem Liga Champions dan Europa mulai musim depan diubah. Salah satu perubahan yang dilakukan adalah jam pertandingan.

Mulai musim ini, kita dapat menyaksikan pertandingan dari liga paling prestius di Eropa itu dari pukul 10 atau 11 malam, padahal biasanya mulai dini hari, 2:45. Perubahan alokasi dana juga terjadi, meski masih dibagi untuk semua peserta termasuk mereka yang main di kualifikasi, ada pertimbangan koefisien. Bukan sekedar sejauh mana bisa melangkah.

Foto: Diario AS

International Champions Cup

Para pendiri Liga Super Eropa ini juga termasuk langganan di kompetisi pra-musim, International Champions Cup (ICC). Alasan yang mereka gunakan memang benar. Kompetisi pra-musim yang mempertemukan klub-klub hebat di Eropa membuat tim semakin siap untuk liga.

Tapi pada akhirnya kompetisi itu hanya digunakan masing-masing manajer untuk mencoba pemain muda mereka. Mengolah taktik ataupun peran baru yang ingin diterapkan kala liga berlangsung. Pada akhirnya, ini masalah uang.

Lihat di mana ICC diselenggarakan, Amerika Serikat, Tiongkok, Australia, bukan negara sepakbola. Tapi mereka menggilai popularitas klub-klub seperti Real Madrid dan Juventus. Sekalipun American, Australian Football, bisbol, basket, dan rugby lebih dekat dengan para warga, mereka tetap tahu siapa Cristiano Ronaldo.

Menurut Total Sportek, ICC tahun lalu memberikan dana sekitar lima sampai 20 juta Pounds ke klub peserta hanya dengan mengikuti kompetisi. Inter Milan mendapatkan paling sedikit, lima juta Pounds. Uang partisipasi paling banyak didapat oleh Barcelona, Real Madrid, dan Manchester United.

Sementara Bayern mendapatkan 10 juta Pounds dengan berpartisipasi di ICC 2017. 10 juta Pounds mungkin terlihat kecil di dunia sepak bola saat ini. Bayern hanya mendapat 39 juta Euro dari 34 pertandingan di 1.Bundesliga. 10 juta Pounds dari lima atau enam pertandingan tetaplah menguntungkan.

Esensi dari Liga Super Eropa sudah ada di ICC. Ketika Leicester City menjadi juara Liga Premier sekalipun, butuh sebuah blunder dari Charlie Stillitano untuk dapat memasukkan Jamie Vardy dan kawan-kawan ke turnamen tersebut.

“Apa yang akan didebatkan? Apa Leicester yang membuat sepak bola? Atau Manchester United? Kisah Leicester memang indah. Tapi sepak bola diliat dari pendukung di seluruh dunia. Melihat hal tersebut, jelas Manchester United lebih berperan dalam sepakbola dibandingkan Leicester,” kata Charlie Stillitano dikutip Telegraph.

Foto: Worth Point

Seperti WWE

Oke, mungkin akan sangat sulit untuk melakukan ini karena WWE atau gulat profesional secara general bukanlah olahraga kompetitif. Melainkan seri drama yang disajikan dengan olahraga. Tapi di satu sisi, Liga Super Eropa seperti WWE. Mereka mungkin akan menjadi liga yang paling banyak ditaburi bintang. Tapi jika kita hanya peduli kepada mereka, yang kita kenal tak akan lebih dari John Cena atau Undertaker.

Perputaran uang Liga Super Eropa mungkin akan lancar. Sama seperti WWE yang memiliki hak siar miliaran. Namun cerita yang kita dapat akan kurang lebih sama. Triple H menjadi figur otoritas yang jahat. John Cena melawan Randy Orton untuk ke 7.890 kalinya. Roman Reign di partai terakhir Wrestlemania. Shield sejatinya adalah Nexus dengan pengelolaan yang benar. Itu-itu saja. Lionel Messi bentrok dengan Cristiano Ronaldo. Manchester Derby, El Clasico, itu-itu saja.

Jika kita hanya mempedulikan WWE, kita tidak akan mengetahui tentang Bullet Club. Jika hanya mempedulikan 11 klub itu, kisah juara Leicester City bukanlah hal indah. Kita akan terkurung dalam sebuah gelembung dan merasa paling hebat karena tidak mempedulikan hal-hal lain di luar sana.

Pada akhirnya Liga Super Eropa akan merusak sepak bola secara keseluruhan. Layaknya WWE jadi representasi gulat profesional saat mereka hanyalah serial drama. Nantinya, kita hanya akan tahu tentang El Clasico dan Manchester Derby, padahal banyak kejadian lebih menarik di luar sana.

Foto: Sport Reff

Bluffing dibalas dengan ancaman

Laporan tentang Liga Super Eropa sejauh ini masih bisa diragukan. Tapi kondisinya kian jelas, 2021 menjadi target awal. Ada yang mengatakan bahwa ide Liga Super Eropa ini hanyalah sebuah cara agar klub-klub kaya menjadi semakin berlimpah harta. Bluffing, katanya.

Tapi bluffing itu diancam dengan sebuah peraturan. Rencananya, klub-klub pendiri Liga Super Eropa akan keluar dari kompetisi masing-masing. UEFA juga tidak mau menaungi Liga Super Eropa. Berarti jika mereka keluar dan ternyata gagal, saat ingin kembali ke kompetisi domestik, 11 klub tersebut harus memulai dari liga amatir atau divisi paling rendah di negara masing-masing.

Apabila hal ini benar-benar terjadi, apakah para pemain bintang tetap ingin bersama klub-klub tersebut? Dengan kemungkinan mereka tidak diakui oleh FIFA, UEFA, dan liga. Piala yang bisa diraih hanya satu untuk seumur hidup.

Liga Super Eropa tidak akan diakui, apa mereka layak disebut yang terbaik? Jika dipikir lagi, jika kompetisi tersebut benar-benar berjalan sepak bola akan kembali kepada akar sejatinya. Mempersatukan bangsa, melupakan segala perbedaan selama 90 menit karena memiliki tujuan yang sama.

Biarkan saja mereka yang hanya mengincar uang dari sepak bola menghilang, karena itu bukan akar dari permainan kecintaan dunia. Tapi untuk saat ini, bagaimana mereka yang masih jadi anggota resmi UEFA dan FIFA menghalalkan segala cara untuk meraup harta, itu adalah penghinaan bagi sepak bola!