Maaf Eto’o, Messi Alasan Barcelona dan Guardiola Sukses

Foto: FC Barcelona

Sebelum Lionel Messi, Luis Suarez, dan Ousmane Dembele, menjadi trisula utama Ernesto Valverde di Barcelona, Blaugrana sudah memiliki trio maut yang lebih melegenda. Lahir di era kepalatihan Frank Rijkaard sebelum menguasai Eropa bersama Pep Guardiola. Samuel Eto’o, Ronaldinho, dan Messi. Dari tiga nama itu tinggal Messi yang bertahan di Camp Nou.

Valverde juga mengakui bahwa Barcelona bergantung pada Messi. “Jelas kami bergantung pada Messi. Kesebelasan apapun juga akan sama jika dibela dirinya. Kami selalu berusaha menang. Messi krusial dalam permainan tim. Dia disebut pemain terbaik dunia bukan tanpa alasan,” kata Valverde.

Namun, hal itu dibantah oleh Eto’o. Asumsi bahwa Barcelona berpaku pada Messi adalah hal yang salah. Terutama di era Guardiola. Menurut penyerang Kamerun tersebut, dialah kunci kesuksesan Barcelona di era Guardiola.

“Guardiola telah menghabiskan hidupnya di Barcelona. Namun dirinya tidak mengenal kami. Tidak mengenal skuad saat itu,” ungkap Eto’o.

“Saya mengatakan kepada Guardiola, ‘Anda akan meminta maaf kepada saya. Saya yang membuat kesebelasan ini menjadi sukses’. Setelah itu baru Messi. Tapi jika Anda bertanya ke pemain-pemain senior seperti Xavi, dia tahu itu adalah era saya,” kata Eto’o.

Eto’o vs Messi

Foto: Football Zone

Masa-masa yang dimaksud Eto’o adalah musim 2008/2009 ketika Barcelona meraih treble dengan menjuarai Liga Champions, La Liga, dan Copa del Rey. Musim itu, Messi terlibat dalam 35 gol dari 32 pertandingan La Liga. Sementara terlibat dalam 34 gol dari 36 laga. Eto’o mencetak 30 gol tapi delapan diantaranya merupakan hasil kreasi Messi.

Tanpa Messi, Eto’o kehilangan delapan gol dan Barcelona tidak akan mendapatkan tujuh poin tambahan di klasemen. Sementara Messi tanpa Eto’o tetap menyumbang 22 gol bagi Blaugrana di La Liga 2008/2009. Messi juga lebih krusial di Copa del Rey dengan terlibat di tujuh gol Barcelona. Eto’o sama sekali tidak menyumbang gol di Copa del Rey.

Liga Champions juga sama. Eto’o hanya mencetak empat gol 10 pertandingan. Messi mencetak sembilan dan arsiteki lima lainnya di kompetisi antar klub Eropa itu. Eto’o memang dikenal sebagai salah satu penyerang terganas di Eropa bersama Barcelona. Namun, menyebut Messi bukan poros Barcelona sama saja tidak berterimakasih.

Tanpa delapan gol yang diarsiteki Messi, Eto’o hanya mencetak 22 gol di La Liga 2008/2009. Sama dengan jumlah gol Messi jika mencoret keterlibatan Eto’o. Kepindahan Eto’o ke Inter Milan disebut sebagai transfer terbaik yang pernah dirasakannya. Jasa Eto’o ditukar Zlatan Ibrahimovic yang pergi ke arah sebaliknya.

Namun kepindahan itu hanya memperkuat asumsi bahwa kesuksesan Guardiola bersama Barcelona bergantung pada Messi. Bukan Eto’o. Buktinya bersama Messi, Guardiola sukses memenangkan segalanya pada 2009/2010. Dengan atau tanpa Eto’o yang pasti ada Messi.

Meski tidak mendapatkan gelar El Pichichi alias top skorer La Liga, 2008 adalah musim terbaik Eto’o. Tapi itu juga belum cukup untuk menjadikannya pemain paling produktif dunia. Masih kalah dari Marc Janko. Sementara Messi menjadi pemain paling produktif dunia setidaknya dari 2010 hingga 2012.

Cerita Masing-Masing

Eto’o jelas salah satu penyerang terbaik yang dimiliki Barcelona. Mencetak 130 gol selama menetap di Camp Nou bukanlah catatan sembarangan. Tapi bukan berarti ia kunci sukses Guardiola. Ingat di era Rijkaard saja, Ronaldinho yang menjadi wajah Barcelona.

Eto’o memiliki kisah sendiri yang bisa dikenang. Bagaimana dirinya dari pemain buangan Real Madrid sampai akhirnya besar bersama tim rival abadi Los Blancos. Cerita itu sudah cukup untuk membuat Eto’o memiliki tempat tersendiri di buku sejarah Barcelona. Tidak perlu mengakui kesuksesan Guardiola lahir berkat dirinya. Bukan Messi.

Messi juga punya cerita sendiri. Bagaimana pemain yang ditolak berbagai kesebelasan di Argentina karena kekurangan hormon bisa menjadi salah satu jika bukan pemain terbaik dunia. Perjudian Barcelona dan keajaiban Messi adalah cerita yang berbeda dengan Eto’o. Tapi keduanya adalah cerita yang layak masuk ke dalam sejarah. Beruntung saja Guardiola memiliki keduanya.

Guardiola Bukan Eto’o atau Messi

Foto: Twitter / @ChampionsLeague

Bahkan jika ditengok lagi, bisa saja bukan Messi yang memberikan kesuksesan di era tersebut. Pasalnya Guardiola memang seorang jenius. Menangani tiga kesebelasan yang berbeda, Barcelona, Bayern Munchen, dan Manchester City, ia selalu berhasil.

Pola permainan ‘tiki-taka’ yang dipopulerkan oleh Guardiola juga tidak bergantung pada Messi ataupun Eto’o. Ia melakukan sedikit perubahan dari warisan Johan Cruyff yang telah ada bertahun-tahun di Barcelona, dan menjadikannya sebagai senjata mematikan. Hanya saja saat itu Messi yang menjadi porosnya. Bukan Eto’o.

Pada akhirnya Messi yang disebut sebagai kunci kesuksesan Guardiola. Tapi tanpa Messi juga, Guardiola bisa berhasil mengandalkan Robert Lewandowski, Philipp Lahm, Kevin De Bruyne, Sergio Aguero, ataupun Raheem Sterling. Tidak perlu Eto’o ataupun Messi.

Sebaliknya, dibanding Guardiola yang berterimakasih ke Eto’o. Mungkin Eto’o yang harus berterimakasih kepada Guardiola. Pasalnya dengan menukar jasanya dengan Ibrahimovic, Eto’o bisa menjuarai Liga Champions secara beruntun dengan dua kesebelasan berbeda.

Berkat kepindahan ke Inter Milan yang diajukan Guardiola dan Barcelona, Eto’o masih relevan hingga ditebus 20 juta pauns lebih oleh kesebelasan Rusia, Anzhi Makhachkala. Setelah membela Anzhi, dia selalu hengkang secara cuma-cuma hingga akhirnya pada musim panas 2018 terdampar di Qatar.