Mauricio Pochettino yang Tak Semestinya Mengeluh

Usai timnya ditaklukkan Ajax Amsterdam dalam leg pertama semifinal Liga Champions 2018/2019, Mauricio Pochettino mengeluh. Sesuatu yang memang kerap ia lakukan kemarin-kemarin.

Dalam pertandingan yang berlangsung di Tottenham Hotspur Stadium, Rabu (1/5/2019) dini hari WIB tersebut, Spurs harus mengakui keunggulan Ajax dengan skor 0-1. Donny van de Beek jadi pembeda lewat gol yang ia cetak pada menit 15.

Kekalahan ini membuat peluang Spurs melaju ke final jadi berat. Selain itu, mereka juga tertinggal agresivitas gol tandang atas Ajax. Situasi semakin memanas kala Pochettino, sebelum laga, mengungkapkan kekecewaannya dan membandingkan jadwal Spurs dengan Ajax.

“Ajax punya sepekan penuh untuk mempersiapkan pertandingan ini. Kami tidak. Ini tidak adil,” ujar Pochettino, dilansir The Guardian.

Sontak komentar Pochettino ini dibalas panas oleh Erik ten Hag, pelatih Ajax. Menurutnya, setiap tim pasti memiliki keadaan berbeda. Situasi itu mestinya dipahami oleh pelatih, sehingga kelak sang pelatih bisa mencari solusi. Bukannya mengeluh tak jelas seperti itu.

“Saya tidak bisa banyak berkomentar soal itu (omongan Pochettino). Selalu ada keadaan berbeda, misalnya kami cuma mendapat 10 juta euro dari hak siar televisi dan Spurs sendiri mendapat 200 juta paun. Apakah itu masih tidak adil untuk mereka atau kami?” jelas Ten Hag dilansir Sky Sports.

Ya, seperti yang dikatakan Ten Hag, Pochettino memang tak boleh melemparkan keluhan seperti itu. Kenapa?

***

Kejadian Pochettino mengeluh perkara jadwal, juga perkara banyaknya pemain Spurs yang cedera, bukan kali ini saja. Jelang babak 16 besar lawan Borussia Dortmund saja, ia juga mengeluh soal jadwal ini, berbalut dengan kondisi para pemainnya yang banyak mengalami cedera.

Sebelum lawan Ajax, Spurs memang harus kehilangan banyak pemain. Tercatat, mereka kehilangan Serge Aurier, Harry Kane, Harry Winks, Son Heung-min, Jan Vertonghen, Moussa Sissoko, dan Erik Lamela. Vertonghen, Kane, Winks, dan Son adalah para pemain inti Spurs.

Situasi serupa juga sempat terjadi ketika mereka tunduk dari Manchester United di Premier League. Sebelum laga lawan ‘Iblis Merah’, mereka harus kehilangan banyak pemain. Son ke Piala Asia, Kane dan Sissoko cedera. Victor Wanyama, Eric Dier, dan Lucas Moura pun absen.

Selain itu, menyelisik jadwal mereka sebelum lawan AJax, Spurs bermain lima kali dalam jeda waktu empat hari. Tak heran, Pochettino mencak-mencak. Namun, semestinya ia tak perlu melakukan itu. Toh, memang kedalaman skuat Spurs musim ini buruk.

Mark Ogden, kolumnis ESPN FC, pernah menyebut dalam salah satu tulisannya berjudul Tottenham Can’t Keep Pochettino If They Don’t Back Him in the Transfer Market, mengungkapkan bahwa kedalaman skuat Spurs yang buruk ini sudah terjadi dalam beberapa musim lalu.

Banyak sebab yang menjadikan Spurs seperti ini. Pertama, kebijakan dari Daniel Levy, chairman Tottenham Hotspur, yang sulit mengeluarkan uang untuk belanja pemain. Sejak mulai melatih The Lilywhites pada musim panas 2014, pengeluaran bersih Spurs di sektor belanja pemain hanya mencapai angka 40,25 juta paun saja.

Total tersebut menjadikan Pochettino sebagai pelatih di Inggris yang paling jarang belanja, dibandingkan Pep Guardiola maupun Jose Mourinho, bahkan Juergen Klopp. Awal musim 2018/19, Spurs malah tidak merekrut satu pemain pun. Sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan oleh klub yang beranjak menjadi besar.

Namun, apa layak menyalahkan Levy yang sudah terikat dengan biaya renovasi White Hart Lane? Sekadar informasi, White Hart Lane menghabiskan dana renovasi sebesar 400 juta paun sebelum jadi Stadion Tottenham Hotspur. Mungkin saja Levy ingin mengabulkan keinginan Pochettino merekrut pemain, namun uang tidak ada dalam kas mereka.

Pochettino juga jadi pihak yang mestinya berpikir. Dengan daya tawar yang ia miliki–apalagi ia juga diminati klub-klub lain–, seharusnya ia bisa meyakinkan manajemen Spurs untuk berinvestasi dalam skuat. Namun, apa yang ia lakukan?

Ya, seperti yang ia lakukan dalam sesi jumpa pers, ia banyak mengeluh soal jadwal, soal pemain yang cedera, dan hal-hal yang sebenarnya tak perlu. Ketika bergerak jadi tim besar, Pochettino mestinya tahu bahwa jadwal padat adalah sesuatu yang harus disiasati, bukan dikeluhkan.

Pelatih-pelatih tim besar lain lazimnya menyiasati jadwal padat ini dengan banyak hal. Bukan hanya dengan membeli banyak pemain, mereka juga biasanya sudah menyiapkan cadangan strategi tertentu. Cadangan strategi ini disiapkan manakala mereka menghadapi laga-laga yang tidak dinilai penting, namun wajib dijalani.

Nah, sekarang, apa yang akan dilakukan Pochettino?

***

Saat ini, Spurs masih berada di dalam cangkang tim medioker. Meski sudah perlahan berusaha lepas, status itu setidaknya masih melekat. Raihan trofi mereka yang minim bisa jadi patokan bahwa Spurs, sejatinya, belum lepas dari cangkang tim medioker tersebut. Mereka tak ubahnya hanya pengganggu dominasi, bukan jadi tim yang mendominasi.

Lepas dari cangkang inilah yang harus segera dilakukan Spurs. Untuk menjadi tim besar, mereka tak perlu ragu untuk berinvestasi. Pembangunan skuat sudah mereka lakukan sejak 2014 silam, tak ada salahnya menambah itu dengan merekrut pemain bintang.

Musim 2018/2019 akan segera usai. Setumpuk evaluasi pasti sudah disiapkan Pochettino dan manajemen menyoal penampilan Spurs pada musim ini. Di dalamnya, mungkin saja ada evaluasi perkara transfer pemain yang buruk.

Akankah ada konsolidasi antara Pochettino dan manajemen Spurs soal kebijakan transfer klub ke depannya? Daripada mengeluh, ini yang semestinya Pochettino lakukan.