Mengenang masa sekolah, bagi saya berarti mengenang mata pelajaran favorit saya; Geografi dan Sejarah. Umumnya, saat mempelajari sejarah, sudah pasti berbagai kisah diceritakan termasuk masa kependudukan tentara Jepang sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1945 silam.
Salah satu yang paling melekat adalah sepenggal ingatan tentang pendudukan Jepang adalah propaganda gerakan 3A. Gerakan 3A tersebut memiliki slogan ‘Nippon Pemimpin Asia, Nippon Pelindung Asia dan Nippon Cahaya Asia’. Didirikan pada tahun 1942 oleh Shimizu Hitoshi dengan maksud menjadi wadah warga nusantara agar bisa bekerja sama dengan Jepang, gerakan ini diketuai oleh Mr. Syamsudin yang notabenenya orang Indonesia. Singat cerita, gerakan 3A tak bertahan lama dan dibubarkan setahun setelahnya pada tahun 1943.
Tanpa mengurangi rasa hormat saya terhadap para pahlawan kemerdekaan dan juga tanpa mengurangi rasa nasionalisme saya pribadi, maka izinkan saya sekali lagi mengangkat topik slogan gerakan 3A yang legendaris itu dalam konteks sepakbola dan Piala Dunia 2018.
Berbicara sepakbola Jepang saat ini, satu yang bisa dipastikan dari setiap orang yang menyaksikannya adalah rasa kagum sekaligus rasa iri. Pagelaran Piala Dunia 2018 yang sudah dipastikan juaranya akan dari benua Eropa, namun secara tidak langsung Jepang sebagai perwakilan Asia, telah mampu memenangkan hati kita semua.
Permainan yang cerdik, semangat juang yang tinggi, para pendukung yang ramah, dan juga rutinitas bersih-bersih membuat Jepang terlihat besar dan dicintai banyak orang. Siapa yang tak takjub ternyata para pendukung Senegal begitu akrab dengan pendukung Jepang sambil bernyanyi lagu dari kartun populer One Piece?
Dosa 10 menit bermain tanpa hasrat saat melawan Polandia di laga terakhir fase grup lalu, rasa-rasanya akan terhapus begitu saja jika mengingat-ingat perjalanan mereka di Piala Dunia 2018 kali ini.
Nippon Pemimpin Asia
Slogan 3A yang pertama adalah Nippon Pemimpin Asia. Dalam urusan sepakbola, Jepang adalah salah satu raksasa dan langganan Asia di Piala Dunia. Jepang juga adalah pemimpin yang sebenarnya di Asia dengan menjadi pemegang gelar terbanyak Piala Asia sepanjang sejarah. Empat gelar sudah cukup membuktikan bagaimana Jepang memang disegani di kawasan Asia. Belum lagi, Jepang baru-baru ini memecahkan rekor sebagai negara Asia pertama yang sukses mengalahkan negara Amerika selatan sepanjang sejarah.
Mungkin, satu-satunya prestasi yang harus dilampaui oleh Jepang di masa mendatang adalah menyamai rekor Korea Selatan yang pernah sukses menjadi semifinalis Piala Dunia tahun 2002. Itu kategori sepakbola pria, tentu saja. Namun untuk sepakbola wanita, Jepang adalah satu-satunya negara Asia yang mampu juara dunia, terselip di antara kedigdayaan skuat Amerika Serikat dan Jerman. Prestasi, level pembinaan, kesetaraan gender, hingga animasi yang bertemakan sepakbola, Jepang adalah pemimpin Asia dan juga yang terdepan di dunia.
Nippon Pelindung Asia
Slogan 3A yang kedua adalah Nippon Pelindung Asia. Sebagai satu-satunya tim Asia yang lolos dari fase grup, secara tidak langsung Jepang memang menunaikan slogan yang kedua ini. Melindungi martabat Asia di kancah Dunia bahkan harus dengan cara yang paling membosankan dan paling menyebalkan sekalipun. Banyak orang yang mengecam permainan 10 menit yang tanpa tujuan saat melawan Polandia dan berharap lolos karena aturan fair play. Keisuke Honda dkk., tahu bahwa itulah satu-satunya perjudian besar yang mereka harus lakukan.
“Para pemain saat itu mendengarkan saya dan kami sangat loyal untuk menjaga status quo untuk lolos ke fase selanjutnya,” ungkap Akira Nishino pasca laga melawan Polandia. “Saya tak terlalu senang dengan cara seperti ini, tapi saya terpaksa memberi instruksi ini kepada para pemain saya. Ini adalah Piala Dunia, dan hal-hal seperti ini tak bisa terelakkan lagi.”
Nippon Cahaya Asia
Terakhir dari slogan 3A adalah Nippon Cahaya Asia. Agak rancu memang jika menyambungkannya dengan konteks sepakbola dan Piala Dunia. Namun satu yang jelas, negara yang berjuluk matahari terbit dari timur ini sudah mampu memberi cahaya yang berbeda di tengah-tengah gemerlapnya pesta karnaval Piala Dunia 2018 ini.
Dalam hal ini, Jepang dan para suporternya telah memberi contoh kepada dunia bagaimana seharusnya bertindak-tanduk di dalam stadion. Rutinitas bersih-bersih baik di dalam tribun maupun ruang ganti menjadi perbincangan banyak orang karena tak banyak yang melakukannya. Berkat contoh tersebut jugalah para suporter negara lain seperti Senegal dan Kolombia turut serta dalam rutinitas bersih-bersih tersebut.
Pemain bertahan Jepang, Maya Yoshida tak segan-segan untuk memjui para pendukungnya. “Kami sangat bangga dengan mereka. Tentu saja bukan hanya kami tim nasional sebagai perwakilan Jepang, namun juga para suporter kami yang hadir di Rusia.”
“Dipuji oleh seluruh dunia karena aksi ini, kami jelas sangat bangga. Kami pun para pemain melakukannya saat meninggalkan ruang ganti, dan ini jauh lebih bersih jika dibandingkan dengan ruang ganti tim di Premier League Inggris.”
Pada akhirnya, meski saya pribadi memuji habis Jepang sebagai salah satu yang terbaik di Piala Dunia 2018 ini, namun saya juga tak lupa menyelipkan doa untuk rakyat dan timnas Indonesia agar nantinya bisa sejajar dengan Jepang dalam urusan etika, kebersihan dan sepakbola. Jangan malu untuk iri dengan hal-hal yang bersifat kebaikan, karena rasa iri tersebut seharusnya bisa menumbuhkan kesadaran diri untuk berbuat yang lebih baik lagi, entah untuk sepakbola atupun setidaknya untuk lingkungan sekitar kita nanti.