Menikmati Akhir dari Sebuah Era 1980-1990

Akhir musim 2017/2018, beberapa pemain sudah menyatakan diri akan mengakhiri kariernya bersama klub yang mereka bela. Ada yang pensiun. Ada juga yang memutuskan untuk menepi di liga-liga yang lebih sunyi di belahan dunia lain selain Eropa. Kebanyakan dari mereka sudah berusia 30 tahun ke atas.

Menyoal usia 30 tahun ke atas ini, dalam sepakbola, pemain yang berusia 30 tahun ke atas acap dianggap sebagai pemain yang sudah tidak produktif. Meski kemampuan teknik masih ada, kemampuan fisik serta stamina yang menurun menjadi pangkal dari anggapan bahwa di atas 30 tahun, seorang pemain sudah tidak bisa memberikan sumbangsih nyata di klub yang dia bela.

Anggapan ini hadir sejalan dengan pertumbuhan dari sepakbola Eropa yang kian musim kian cepat. Tidak hanya kencang soal industri, dari segi permainan, sepakbola Eropa sudah tidak lagi selambat dahulu. Tidak ada ruang kreasi, yang ada hanya ruang untuk berlari, lari, dan terus lari, sampai kaki tidak kuat lagi untuk berlari.

Seiring dengan pertumbuhan sepakbola Eropa yang kian masif dan cepat, beberapa nama yang tumbuh di era sepakbola pada 1980-an sampai 1990-an, era ketika sepakbola adalah tentang keindahan dan momen-momen magis, perlahan mulai menepi dari lapangan hijau. Ada beberapa di antaranya yang dikenang, namun ada juga beberapa di antaranya yang terlupakan.

Tanpa disadari, menepinya para pemain-pemain tersebut, seolah menandai sesuatu yang mungkin tidak akan terhindarkan dari kehidupan: tentang sebuah era yang akan segera berakhir.

***

Pada 2007 silam, publik sepakbola akan ingat tentang momen ketika Ricardo Kaka, seorang pemuda dari Brasil, mengibuli dua pemain kenamaan Manchester United dalam partai semifinal leg pertama Liga Champions 2006/2007. Saat itu, Kaka dipuja bak dewa, karena lewat magisnya, dia sukses membawa AC Milan juara Liga Champions di akhir musim.

Pada Piala Eropa 2012, publik juga tentu tak akan lupa sebuah momen magis ketika Andrea Pirlo, dengan wajah dingin dan ekspresi layaknya seorang pembunuh, membikin Joe Hart tampak seperti kiper sebuah tim junior dengan sepakan penalti a la Panenka yang dia lesakkan. Meski pada akhirnya Italia gagal juara setelah dikalahkan Spanyol di final, hal itu menjadi sebuah momen tersendiri di turnamen tersebut.

Tidak hanya Pirlo dan Kaka, pemain-pemain seperti Phillip Lahm, Gianluigi Buffon, Frank Lampard, Steven Gerrard, Xabi Alonso, Didier Drogba, Tomasz Rosicky, John Terry, serta Dirk Kuyt, pernah menghiasi lapangan dan layar kaca lewat suguhan aksi-aksi yang mereka perlihatkan. Aksi-aksi tersebut, selain dikenang, juga hidup dalam diri masing-masing para penggemarnya. Jangan lupakan pula sosok “one-club man” yang bikin seantero Olimpico menangis, Francesco Totti.

Pada 2002 silam, dilansir dari “News18”, sebuah turnamen rahasia bertajuk “The Secret Tournament” diadakan oleh sebuah “brand” olahraga kenamaan. Turnamen tersebut mempertandingkan 24 pemain kenamaan Eropa, dan dibuat sebagai sebuah iklan untuk meramaikan sekaligus menaikkan pamor dari “brand” serta para pemain yang menjadi duta dari “brand” tersebut (untuk “brand”-nya sendiri, tidak dijelaskan secara eksplisit).

Tak terasa, 16 tahun sudah berlalu sejak turnamen rahasia itu diadakan. Satu demi satu, pemain-pemain yang ada di dalam turnamen tersebut, seperti Ronaldinho, Paul Scholes, Thierry Henry, Totti, Ronaldo Lima, Javier Saviola, Edgar Davids, Luis Figo, serta Hernan Crespo menepi. Akhirnya, pada 2017 silam, sejalan dengan pensiunnya Rosicky, semua pemain dalam turnamen tersebut sudah pensiun.

Sepakbola memang kejam. Tidak, waktu yang kejam, karena, waktu adalah pedang yang bisa membunuh. Tapi, kejamnya waktu tidak hanya berhenti sampai situ.

Di akhir musim 2017/2018, kekejaman dari waktu ini kembali terlihat. Xabi Prieto, Gianluigi Buffon, dan Andres Iniesta memutuskan untuk menepi dari lapangan hijau. Faktor usia sudah jelas menjadi pasal, selain tentunya memberikan kesempatan kepada bibit muda untuk naik dan menunjukkan taji.

Suporter bersedih. Nama Prieto diabadikan dalam “badge” klub kala Real Sociedad menjalani pertandingan terakhirnya di Anoeta pada musim 2017/2018. Ketika Buffon menyatakan pensiun, sontak suporter yang memadati Stadion Allianz (markas Juventus) juga bersedih. Seorang anak kecil bahkan tertangkap menangis, meratapi pensiunnya Buffon ini.

Yang paling fenomenal tentu diamnya Iniesta di Camp Nou selama berjam-jam usai Barcelona menjalani pertandingan terakhir mereka pada musim 2017/2018 di Camp Nou. Dalam diam, Iniesta merenung, “Esok aku tak akan lagi bermain di sini, bagaimana rasanya menjalani hari tanpa Camp Nou di sisiku lagi?”. Renungan yang cukup sedih dan sempat membuat para suporter Barca larut dalam haru.

Sekarang, kita sebagai penikmat sepakbola tidak akan lagi menjalani hari bersama pemain-pemain tersebut. Mereka semua pensiun, atau setidaknya, memutuskan untuk menjauh dari hingar-bingar sepakbola Eropa dengan menepi ke liga yang lebih sepi.

Sekali lagi, waktu memang kejam.

***

Jika boleh mengingat, para pemain di atas sudah memberikan sesuatu yang mungkin akan sulit kita lupakan. Ada umpan magis, lesakan gol, tekel-tekel, serta kontroversi yang pernah mereka torehkan. Ada juga otot-otot cedera, kartu-kartu, rekor-rekor, serta trik-trik yang pernah mereka lakukan. Semua itu membuat kita berdecak kagum, atau menghujat mereka pada suatu waktu.

Tangis sedih dan bahagia yang pernah mereka tunjukkan hidup dalam ingatan, merasuk menjadi sebuah memori yang akan manis untuk dikenang, seperti momen yang pernah kita alami bersama orang terdekat. Atau jangan-jangan, mereka sudah kita anggap dekat?

Tirai sekarang sudah tertutup. Masa mereka sudah usai. Sebagai penikmat, yang bisa kita lakukan sekarang hanya menikmati akhir dari sebuah era yang akan segera tersongsong. Bak sebuah pertunjukan panggung, sekarang adalah momen ketika para pemain itu membungkuk, mengucapkan terima kasih, seiring dengan lampu panggung yang mulai dipadamkan satu per satu.

Sekarang, tinggal menunggu momen saja, kapan Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi, “dymanic duo” dari sepakbola era 2000-an, akan mengakhiri era bermain mereka. Apalagi, usia mereka sudah memasuki angka 30 sekarang. Seperti kata Peterpan (NOAH), dalam lagunya yang berjudul “Tak Ada yang Abadi”, bahwa

“Jiwa yang lama, segera pergi, bersiaplah para pengganti”

Oh iya, jangan lupa mengucapkan Adieu juga untuk Arsene Wenger.