Inggris harus menelan kekalahan di final Euro 2020 pada Minggu (11/7) malam waktu London. The Three Lions kalah pada babak adu penalti dari Italia. Ini menjadi kegagalan kesekian kali Inggris yang tak pernah mengangkat trofi internasional sejak 1966.
Sejumlah pihak menyesalkan keputusan Gareth Southgate dalam menentukan penendang penalti. Apalagi, dua di antaranya dimasukkan beberapa saat jelang babak kedua perpanjangan waktu berakhir. Sialnya, dua pemain ini pula yang jadi salah satu sumber kegagalan Inggris.
Bukayo Saka, Jadon Sancho, dan Marcus Rashford, adalah tiga penendang Inggris yang gagal mengeksekusi penalti. Andai dua di antara mereka berhasil, Inggris sudah pasti jadi juara.
Publik pun mengecam Southgate yang memercayakan eksekutor penalti pada pemain yang masih berusia 19, 21, dan 23 tahun. Soalnya, di skuad Inggris, ada pemain yang lebih berpengalaman untuk mengambil penalti seperti Jordan Henderson, Jack Grealish, dan Raheem Sterling.
Meski demikian, selalu ada hikmah di balik kejadian. Skuad yang dibawa Gareth Southgate amatlah menjanjikan dan masih punya waktu untuk membuktikan.
Pengalaman Southgate di Tim Muda
Southgate sempat absen selama empat tahun dari sepakbola. Ia kembali terlibat saat menggantikan Stuart Pearce di tim U-21 Inggris pada 22 Agustus 2013.
Puncaknya hadir ketika timnas U-21 Inggris tampil bagus di babak kualifikasi Euro U-21 2015. Dari 10 pertandingan, Inggris menang sembilan kali dan hanya meraih sekali hasil seri. Inggris juga mencetak 31 gol dengan hanya kebobolan dua gol. Ini menjadikan Inggris sebagai tim dengan pertahanan terbaik serta paling produktif kedua setelah Denmark.
Di babak kualifikasi tersebut, Inggris mengandalkan duet Saido Berahino dan Harry Kane yang total mencetak 14 gol, dengan Berahino sebagai top skor lewat sembilan golnya.
Akan tetapi, jelang Euro U-21, Berahino cedera. Posisinya digantikan mantan pemain Arsenal, Benik Afobe. Entah ada pengaruhnya atau tim lain ternyata lebih jago, Inggris justru mendekam sebagai juru kunci. Inggris kalah bersaing dari Portugal, Swedia, dan Italia.
Inggris dan Pemain Muda
Southgate naik ke tim senior Inggris pada 27 September 2016, usai Sam Allardyce mundur karena skandal. Ia awalnya ditunjuk sebagai caretaker sebelum dikontrak permanen pada 15 November.
Federasi Sepakbola Inggris, FA, tampaknya sudah kehabisan pilihan untuk menunjuk pelatih timnas. Penunjukkan Southgate ini menjadi krusial karena Inggris tengah mengikuti babak kualifikasi Piala Dunia 2018.
Dengan waktu yang mepet ini, FA sadar kalau memberikan target tidaklah realistis. FA bilang kalau Inggris hancur-hancuran di Piala Dunia 2018, Southgate tak akan dipecat. Terlebih lagi, FA memang sengaja menjadikan Piala Dunia 2018 sebagai bagian dari proses perkembangan mereka.
Tidak adanya beban ini membuat Southgate memanggil sejumlah pemain yang–secara perhitungan–belum berpengalaman di timnas. Sebut saja: Jordan Pickford, Harry Maguire, Kieran Trippier, Jack Butland, Ruben Loftus-Cheek, Trent Alexander-Arnold, dan Nick Pope.
Secara mengejutkan Inggris tampil relatif bagus dengan menang 2-1 atas Tunisia dan 6-1 atas Panama, sebelum kalah 0-1 dari Belgia. Namun, itu sudah cukup membawa Inggris lolos ke fase gugur.
Inggris pun melaju hingga semifinal sebelum dikalahkan Kroasia 1-2, di babak perpanjangan waktu. Kekalahan ini memang tidak menyenangkan, tapi memberikan harapan, bahwa Inggris memang tengah berproses.
Melampaui Target di Euro 2020
Euro 2020 menjadi penting buat Southgate sebagai pembuktian. Soalnya, sejak 2013, FA menargetkan Inggris, dengan segala proses yang telah dilalui, bisa mencapai babak semifinal.
Sama seperti Piala Dunia 2018, Southgate membawa pemain yang belum berpengalaman seperti Luke Shaw, Jack Grealish, Aaron Ramsdale, Kalvin Phillips, Tyrone Mings, Conor Coady, Dominic Calvert-Lewin, Phil Foden, Ben White, Sam Johnstone, Reece James, Bukayo Saka, dan Jude Bellingham. Dua nama terakhir bahkan belum berusia 20 tahun.
Hal ini diakui oleh Rio Ferdinand. Ia bilang, “Mereka telah membawakan kita kegembiraan yang pasti generasi saya dan di bawahnya belum pernah merasakannya ketika menyaksikan timnas Inggris.”
Alan Shearer juga merasakan hal yang sama. Menurutnya, timnas Inggris di Euro 2020 ini telah memberinya harapan dan sesuatu yang bisa membuatnya tersenyum. “Sungguh menyakitkan atas segala yang telah mereka lakukan buat kami,” kata Shearer.
Euro 2020 juga menjadi tempat Inggris menabur ancaman. Soalnya, mereka menunjukkan kalau The Three Lions punya kedalaman skuad muda yang bagus. Euro 2020 pun akan menjadi motivasi untuk capaian yang lebih tinggi.
Jermaine Jenas menyebut kalau Piala Dunia 2022 akan dihelat tak lama lagi. Euro 2020 akan menjadi tempat mengasah pengalaman buat skuad Inggris.
“Dengan rasa sakit dan perih yang mereka bagikan dengan negara ini, Inggris akan mampu menjadikan turnamen ini sebagai bensin untuk meraih sesuatu yang spesial, sebagaimana yang telah mereka lakukan di sini,” kata Jenas.
Bukan kebetulan pula ucapan Jenas tersebut, karena FA memang menargetkan Inggris menjadi juara Piala Dunia 2022. Akankah “Its Coming Home” kejadian? Atau justru akan menjadi “Its Coming (to) Rome”? atau “Its Coming (to) Buenos Aires”?