Penunjukan Mourinho Sebagai Langkah Krusial Era Baru AS Roma  

Sejak pengusaha Amerika, Dan Fredkin, resmi menduduki kursi kepemilikan klub, AS Roma belum bisa berbicara banyak. Roma, yang sebelumnya juga dimiliki oleh konsorsium yang diantaranya terdiri dari pebisnis Amerika Serikat berdarah Italia, Thomas DiBenedetto dan James Pallotta–keduanya kemudian menjadi presiden klub–ternyata tak membuahkan progres yang masif bagi klub ibukota.

Ditunjuknya Jose Mourinho sebagai pelatih kepala baru AS Roma ini merupakan penunjukan pertama bagi era kepemilikan Fredkin group. Keterlibatan General Director asal Portugal, Tiago Pinto, juga memiliki andil yang besar dalam perekrutan yang terbilang menggegarkan ini.

Lalu, mengapa penunjukan pelatih bernama lengkap José Mário dos Santos Mourinho Félix ini dianggap sebagai langkah krusial bagi Fredkins?

Mourinho Sebagai “Statement” Ambisi Fredkin

Sejak resmi mengambil alih saham mayoritas AS Roma pada Agustus 2020, publik tak banyak mengatahui pergerakan Fredkin. Dan Fredkin serta putranya, Ryan, jarang muncul di media. Selama itu pula, fans AS Roma cemas untuk menebak-nebak siasat yang akan dilakukan pemilik baru klub.

Pengumuman ditunjuknya Mourinho sebagai pelatih musim depan selagi Paulo Fonseca belum resmi mengakhiri tugasnya, tentu membuat para fans Giallorossi seperti memegang kepala sambil melongo. Mourinho di Italia (khususnya kota Milano) seperti legenda bahkan mitologi. Belum pernah ada yang mencapai prestasi seperti yang ditorehkan pelatih berjuluk The Special One di Italia.

Friedkin menyambut Mourinho sebagai “juara hebat yang telah memenangkan trofi di setiap level”. Lantas, yang menjadi pertanyaan mendasar tentang penunjukan ini: Apakah keputusan penunjukan Mourinho juga berasal dari apa yang telah mereka pelajari tentang Italia selama setahun terakhir? Jawabannya tetu saja: Ya.

AS Roma Perlu Ditangani Pelatih Haus Trofi

Sepeninggal kepergian Fabio Capello di 2004 silam, AS Roma seperti kehilangan ambisi untuk kembali merajai Italia. Hal tersebut dapat terlihat dari kecenderungan Roma untuk mempekerjakan allenatore yang secara pencapaian trofi, masih terbilang sedikit.

Dampak tak langsung dari penunjukkan pelatih yang bisa dibilang medioker ini berimbas pada pembentukan mental skuat AS Roma. Dalam kurun 2 dekade terakhir sepeninggal Capello, mereka lebih tertarik mempekerjakan pelatih dengan reputasi underdog atau kalau boleh dibilang: promising manager.

Coba tengok deretan nama berikut: Cesare Prandelli, Rudi Voller, Luigi Delneri, Luciano Spalletti, Luis Enrique, Rudi Garcia, Eusebio De Francesco.

Kebijakan ini pun layak dikritisi, karena sebagai klub sepakbola Italia, AS Roma terbilang memiliki keuangan yang saat itu cenderung lebih sehat bila dibandingkan dengan klub lain seperti rival sekota, Lazio atau dua klub kuat dari utara, Inter dan AC Milan. Hal tersebut tentu tak lepas dari kepemilikan investor Amerika yang masuk ke jajaran direksi sejak 2011.

Bahkan ketika dilatih Rudi Garcia dan Luciano Spalletti, AS Roma selalu turut dalam persaingan titel scudetto bersama Juventus. Setidaknya selama 7 musim dalam 20 musim terakhir, Roma duduk di peringkat ke-2. Mereka juga rutin berkompetisi di ajang Champions League, setidaknya 13 kali dari 20 tahun terakhir. Hal ini bisa diartikan bahwa Roma sebenarnya hanya memerlukan resep kesuksesan yang tepat, salah satunya yaitu figur pelatih yang bisa membentuk mental juara.

Mourinho Berpotensi Datangkan Pemain Bintang

Fabio Capello yang pernah membawa AS Roma menjuarai Serie-A 1999/2000, turut mengomentari kedatangan Jose Mourinho ke Roma. Menurut  Capello, pelatih berkebangsaan Portugal tersebut akan mampu memperkuat skuat Roma dan juga secara tak langsung menaikkan level kompetitif Serie-A secara keseluruhan.

“Tapi hal terpenting bagi Roma adalah ketika beberapa pemain akan terpecah antara pergi ke Italia atau di tempat lain mengetahui tentang Mourinho, mereka akan memilih Italia.

“Sepakbola Italia akan meningkatkan daya tariknya dan ini akan menjadi sangat penting.

“Penting untuk memilih pemain yang tepat, tentu saja, tetapi jika ragu jika pergi ke Italia, Jerman atau Prancis, banyak pemain yang ingin pergi ke Italia dan ini berarti memperkuat skuad dan memiliki peluang untuk menjadi kompetitif,” ujarnya seperti dikutip Sky Sports.

AS Roma secara reputasi adalah klub yang terkenal memiliki talenta-talenta terbaik dari seluruh Italia. Filosofi untuk terus memproduksi bakat-bakat lokal terbaik adalah yang terus dijaga AS Roma. Dengan perpaduan talenta Italia dan bintang internasional yang kelak datang, besar kemungkinan AS Roma akan menjadi benar-benar menjadi momok di Serie-A di beberapa tahun kedepan.

Bila mengulang ke 1999, masuknya Fabio Capello ke AS Roma bisa membuat bintang sekelas Gabriel Batistuta, serta pemain potensial seperti Emerson, dan Walter Samuel untuk masuk dan menjadi aktor scudetto di musim 2001. Hal ini pula yang tentunya diharapkan Roma setelah masuknya Mourinho.

Mourinho Sebagai Bentuk Kompromi Permainan Menyerang AS Roma

Penunjukan Mourinho bisa dinilai merusak kebiasaan gaya bermain Roma. Selama ini, Roma telah mencoba membangun tim yang berfilosofi permainan untuk menyerang, mencoba untuk menang dengan memainkan sepakbola agresif dan mengandalkan penguasaan bola dibawah arahan Paulo Fonseca. Pendekatan itu sekarang menjadi bumerang bagi mereka. Karenanya, sempat muncul spekulasi bahwa Maurizio Sarri yang tengah menganggur menjadi alternatif sempurna untuk melanjutkan filosofi tersebut di AS Roma.

Namun, bila melihat penampilan Roma dalam 2 musim terakhir ini di Serie A, sangat masuk akal bahwa jajaran eksekutif klub menemukan keseimbangan antara rasa haus mereka untuk kembali merajai Italia dan momentum tersebut ditandai dengan menunjuk Tiago Pinto sebagai General Manager.

Mourinho yang banyak disebut sebagai orang Portugal paling Italia (karena pendekatan pragmatisnya) dianggap paling mewakili “kompromi” yang sempurna untuk membangun visi AS Roma untuk dapat bersaing baik di dalam maupun luar negeri.

Sekarang sangat penting bagi Friedkin untuk mendukung Mourinho di bursa transfer untuk memulai proyek yang benar-benar dapat mengembalikan Roma ke kejayaan mereka sebelumnya.