Perjudian Chelsea di Balik Penunjukkan Lampard

Foto: Independent.ie

Kabar yang telah menjadi spekulasi dalam beberapa bulan terakhir kini terjawab sudah. Chelsea akhirnya menyepakati kontrak tiga musim bagi Frank Lampard sebagai manajer Chelsea FC terhitung musim 2019/2020. Penunjukkan Lampard juga berarti dirinya adalah menjadi manajer Inggris pertama Chelsea dalam 23 tahun terakhir.

Bagi sebagian pihak, penunjukan pemain yang lekat dengan nomor punggung 8 ini dituding sebagai perjudian besar bagi klub. Bagaimana tidak? Chelsea di era Abramovich adalah sinonim dari kualitas. Dimulai dari jajaran staf kepelatihan hinga pemain, semuanya memiliki curiculuum vitae yang mengesankan.

Pria kelahiran 1978 ini bisa juga dibilang sebagai Stamford Bridge’s Sweetheart. Selain karena kemampuannya di atas lapangan, paras rupawan, tubuh atletis, dan kecerdasannya adalah beberapa alasan mengapa ia begitu dicintai -walaupun ia seringkali dijuluki Fat Lampard oleh mayoritas suporter rival. Bahkan, ia adalah salah satu pria dengan skor IQ 150, yang jumlahnya hanya 1 persen dari penduduk Inggris. Pergantian pelatih di tubuh Chelsea tak memengaruhi slotnya di lini tengah Chelsea. Singkatnya, Lampard adalah segalanya bagi Chelsea selama lebih dari satu dekade.

Lantas, apakah sebenarnya Lampard cukup berkualitas bagi Chelsea? Agar objektif, mari menilik pencapaiannya selama musim lalu bersama Derby County.

Pencapaian Lampard Bersama Derby County

Usai memutuskan gantung sepatu pada 2016, Lampard seakan mendapatkan durian runtuh untuk melatih kesebelasan sekelas Derby County. Meskipun The Rams terakhir kali tampil di Premier League pada 2007/2008 lalu, namun ia dikenal sebagai tim yang amat berambisi  kembali ke divisi teratas. Tehitung dalam enam musim terakhir, Derby hampir selalu melaju ke babak play-off meskipun harus kandas.

Divisi Championship bukanlah kompetisi ecek-ecek, terbukti banyak pelatih papan atas yang gagal mencoba peruntungannya disana. Posisi Lampard sempat goyah di pertengahan musim lalu akibat hasil yang kurang memuaskan, namun mampu ia balikkan usai mengalahkan pasukan Leeds United yang dibesut Marcelo Bielsa pada babak semifinal play-off. Ia pun sempat mengalami situasi perang dingin dengan pelatih asal Argentina lantaran Lampard tak nyaman dimata-matai saat sesi latihan.

Di akhir musim, anak asuh Lampard mulai menunjukkan tajinya. Ia berhasil mengantar Derby finis di urutan ke-6 klasemen akhir Championship. Tapi, lagi-lagi  sepakbola bukanlah dongeng dimana yang banyak disukai orang akan menang di akhir cerita.

Akhir yang pahit harus dialami Lampard. Dirinya terbukti gagal membawa Derby kembali berlaga di Premier League karena kekalahan atas Aston Villa di laga final. Pun demikan, isu berhembus kencang bahwa dirinya akan dijadikan suksesor Maurizio Sarri yang memilih mudik ke Italia bersama Juventus.

Lampard sebagai pilihan paling masuk akal

Jelang kompetisi musim depan, Chelsea mengalami situasi yang kurang mengenakkan. Bukan karena kesulitan finansial, justru lahir karena mereka memiliki banyak uang. Divonisnya The Blues untuk mendapat larangan transfer selama dua musim kedepan dari FIFA akibat melanggar aturan perekrutan pemain muda, membuat situasi ini menjadi pelik. Ini juga berarti mereka akan sulit mencari manajer yang mau diberi amunisi yang “seadanya”. Tak ada belanja. Situasi ini juga berarti hampir mustahil bagi Chelsea merekrut manajer kelas top.

Melejitnya reputasi Lampard di Derby adalah jalan keluar yang tepat bagi Chelsea. Ia memiliki beberapa kombinasi yang cukup membuat Chelsea hampir tak ada alasan untuk  tidak mengontraknya.

Pertama, statusnya sebagai legenda Chelsea. Dengan tidak sesuainya ekspektasi Chelsea terhadap Sarri musim lalu, kehadiran Lampard di Stamford Bridge adalah sebagai obat kekecewaan yang diharapkan menghadirkan optimisme baru di tubuh klub.

Kedua, dengan vonis Chelsea yang terkena transfer ban, Lampard ditengarai sebagai sosok yang telah lama mengenali kultur dan jeroan skuat Chelsea, terutama bagi pemain muda. Hal ini juga berarti harapan untuk jam terbang anak-anak asuhnya di Chelsea nanti, yang  secara langsung pernah ditutor oleh Lampard semasa aktif bermain.

Hal diatas yang membuat Chelsea rela merogoh kocek sebesar 4 juta paun untuk merobek kertas kontraknya bersama Derby County yang sebenarnya berakhir 2021 mendatang.

Lewat Lampard, pendekatan baru Chelsea dengan pemain muda

Sejak keberhasilan Diego Simeone dan Atleti-nya, tren penunjukkan pelatih/manajer yang berasal dari legenda klub mulai marak. Kita bisa tengok nama-nama semisal Simone Inzaghi bagi Lazio, atau yang paling sukses adalah Zinedine Zidane yang menyumbangkan hattrick trofi Champions League bagi Real Madrid. Kedekatan emosional dan juga pengetahuan skuat yang amat dalam menjadi beberapa penyebabnya. Mereka-mereka juga berhasil menunjukkan kalau jumlah pemain muda dari klub masing-masing yang diorbitkan ke tim inti juga lumayan jumlahnya.

Hal tersebut tentu merupakan keuntungan yang didapat bagi Chelsea dengan menunjuk Lampard. Strategi peminjaman pemain muda ala “bedol desa” yang dilakukan Chelsea selama beberapa tahun terakhir tidak ada dampak terhadap tim inti, padahal di klub perantauan masing-masing, performa mereka sudah cukup untuk memenuhi standar Premier League.

Mari tengok Tammy Abraham yang sukses menjadi striker tajam di Championship bersama Aston Villa, atau Mason Mount  yang digadang-gadang “the next Lampard”, yang juga menjadi andalan Lampard  di Derby musim lalu. Di lini belakang, ada nama Fikayo Tomori yang muism lalu ikut ke Derby, juga Reece James yang gemilang bersama Wigan. Tercatat setidaknya ada 29 pemain yang akan kembali dari perantauannya musim lalu.

Dengan ditambah pemain yang sudah teruji di level top, maka pemain seperti Calum Hudson-Odoi dan rekrutan baru, Christian Pulisic diharapkan lebih mendapatkan jam terbang bahkan posisi reguler dibawah asuhan Lampard.

Lampard sebagai perjudian Chelsea

Penjelasan diatas adalah penjelasan yang mengambarkan sisi positif dari penunjukan Lampard. Namun sebenarnya, ada sisi negatif, terutama perjudian Chelsea terhadap Lampard.

Mengapa demikian?

Chelsea punya catatan buruk dengan manajer yang berlatar belakang  eks pemain mereka sendiri. Masih ingat bagaimana akhir tragis dari kiprah Roberto Di Matteo setelah mempersembahkan trofi Champions League?

Sebenarnya ada nama lain dalam dua dekade terakhir seperti Gianluca Vialli, Glenn Hoddle, atau Ruud Gullit yang juga beralih dari eks pemain menjadi manajer Chelsea. Tapi rasanya kurang adil membandingkan mereka, karena saat itu belum diambil alih oleh Abramovich.

Pun demikian, mereka juga mengalami cerita yang kurang menyenangkan di akhir jabatannya bersama Chelsea. Dengan catatan tersebut, Lampard juga memiliki tugas secara tidak langsung untuk memutus tradisi. Tradisi dimana legenda Chelsea tidak memiliki cerita yang berakhir baik kala menjabat sebagai manajer.

Baru-baru ini, Paddy Power, sebuah rumah judi terkenal, meramalkan bahwa Frank Lampard tak akan bertahan lama. Mereka menulis “We reckon Frank’s gonna get Lamped at Chelsea. After all, it’s been more than a month since Roman Abramovich forced out his last manager.”

Bersama dengan manajer Manchester United, Ole Gunnar Solskjaer, Lampard ditempatkan pada peluang 6/1 dalam situs resmi mereka.

Kabar baiknya, dengan situasi pelik yang terjadi di Chelsea, Lampard tak akan mendapat tekanan untuk memboyong trofi ke Stamford Bridge musim depan. Hal ini juga berbanding lurus dengan kesepakatan Lampard yang kabarnya ingin mendapatkan jaminan untuk tidak dipecat dalam 2 musim melatih. Tapi rasa-rasanya, sulit membayangkan Chelsea (baca: Abramovich) untuk menjadi sosok penyabar.

Dengan ditunjuknya Lampard sebagai gaffer, tentu dirinya diandalkan menjadi jalan keluar yang paling realistis. Dengan dibantu oleh sesama legenda Chelsea, Jody Morris yang juga merupakan asistennya di Derby dan pernah 4 tahun melatih di akademi Chelsea, maka setidaknya  di era Lampard diramalkan Chelsea akan terlihat lebih segar. Dengan wajah-wajah muda yang dilatih oleh sang legenda.  Patut diingat, realistis juga dapat diartikan: harap bersabar.

Teruntuk fans Chelsea, jangan dulu berharap Frank Lampard akan menyumbang trofi, karena manajemen klub (sebenarnya) kalian sedang berjudi.