Permasalan Jadwal, Permasalahan Liga 1

Foto: PSSI.org

Liga 1 2019, baik itu Liga 1 putra maupun putri, nyatanya tetap memiliki masalah yang sama: jadwal.

Di ajang Liga 1 putri 2019 ini, permasalahan soal jadwal ini kembali menyeruak. Ajang yang dimulai pada Oktober 2019 ini, awalnya memang jadi sesuatu yang menjanjikan. Ia menjelma wadah bagi para pesepak bola putri Indonesia unjuk gigi.

Namun, seiring pelaksanaannya, jadwal padat menjadi salah satu problem yang dikeluhkan para peserta. Pelatih PSS Sleman putri, Yuyud Pujiarto, bahkan menyebutkan bahwa jadwal padat ini mengganggu masa persiapan tim.

“Ini yang jadi menjadi kendala kita, dan kita hanya bawa 21 pemain di seri 3 ini. Untuk persiapan bahkan latihan saja kita enggak bisa. Mau latihan gimana?” ungkap Pujiarto.

“Posisi latihan, ya, keadaan jadwal mepet dua kali main, satu kali rest, dua kali main satu kali rest, kemarin kita pulang (ke Yogyakarta) tanggal 2, tanggal 3 sudah sampai di sini (Bogor),” lanjutnya.

Lalu, apa yang mesti dilakukan pemangku jabatan sepak bola Indonesia–dalam hal ini PSSI–supaya masalah jadwal tidak kembali menjadi polemik di masa depan?

Jadwal Padat Liga 1 2019 Putri

Kompetisi sepak bola di Indonesia memang acap menyisakan masalah yang pelik. Selain soal wasit, masalah jadwal kerap jadi sesuatu yang dikritik oleh para peserta liga.

Di ajang liga sepak bola putra, sejak liga masih berstatus sebagai Liga Indonesia, Liga Super Indonesia, bahkan sekarang sudah berubah menjadi Liga 1, masalah jadwal ini acap diperbincangkan. Jadwal yang padat, begitu kata mereka.

Memang, kerap kali jarak antara satu pertandingan dengan pertandingan lain hanya berjarak empat hari saja. Jika sebuah tim berstatus kandang, hal ini tentu bukan problem besar. Masalah baru muncul jika tim yang bersangkutan berstatus tandang.

Selain di ajang liga putra, Liga 1 putri juga memiliki masalah yang sama. Dengan sistem seri (mirip seperti liga basket Indonesia), setiap tim memiliki waktu yang terbilang mepet, bahkan hanya sekadar untuk beristirahat.

Ambil contoh PSS. Hari Senin (4/11/2019) mereka bermain, keesokan harinya, Selasa (5/11) mereka langsung bertanding lawan Persib. Hal yang sama juga berlaku untuk tim-tim lain.

Mari kita tengok Persija Jakarta. Senin (4/11) mereka harus main lawan PSIS Semarang. Esoknya, Selasa (5/11), mereka harus berhadapan dengan PS Tira-Persikabo. Jelas hal ini membuat pemain kelelahan, seperti yang diungkapkan Ria Anjarwati, pemain PSS.

“Yang jadi kesulitan, dari segi recovery yang sangat mepet, tanggal 2 kami sampai di Yogya, terus tanggal 4 harus main lagi. Memang dari temen-temen sendiri, capek ya jelas. Saya sendiri juga merasakan,” ungkapnya.

Lalu, apa yang harus dilakukan agar permasalahan jadwal ini tidak menjadi momok di lain hari?

Manager Meeting adalah Kunci

Sebenarnya, klub memiliki hak untuk turut menentukan jadwal yang baik untuk mereka. Sebelum ajang Liga 1 dimulai, baik itu putra maupun putri, operator liga (dalam hal ini PT LIB), kerap mengadakan manager meeting.

Manager meeting ini adalah ajang ketika para manajer klub Liga 1 bersua operator liga, pihak kepolisian, federasi, serta berbagai pihak terkait untuk menentukan jadwal liga. Hal ini semata untuk menghindari masalah-masalah yang berkaitan dengan jadwal.

Jadwal kompetisi sepak bola di Indonesia memang berpotensi bentrok dengan banyak hal. Selain dengan hari raya keagamaan, jadwal juga bisa jadi berubah ketika sebuah tim gagal mendapatkan izin keramaian dari pihak kepolisian.

Nah, momen manager meeting inilah yang semestinya jadi momen yang tepat bagi klub untuk bersuara perkara jadwal. Aspirasi mereka akan didengarkan oleh banyak pihak, seperti kepolisian, operator kompetisi, maupun pihak federasi.

Namun, yang terjadi klub tampaknya kerap tidak mau ambil pusing soal jadwal. Saat manager meeting, mereka hanya mengiyakan saja draft jadwal yang biasanya sudah dibuat operator kompetisi, tanpa menelaah potensi-potensi yang bisa mengacaukan jadwal tersebut.

Hal ini tentu bukan sesuatu yang baik, karena pada akhirnya mereka justru bersuara ketika kompetisi dimulai. Mengeluh jadwal padat, berat, atau tidak rasional, begitu kata mereka. Padahal, mereka sebenarnya sudah punya wadah untuk melakukan itu di manager meeting.

Selain ajang Liga 1 putri, mari ambil contoh juga ajang Liga 1 putra. Ajang ini bahkan sampai harus mengadakan manager meeting dadakan sekira pertengahan Oktober 2019 silam, hanya karena banyaknya laga yang mengalami penundaan.

Ini mencerminkan buruknya manajemen jadwal di ajang ini. Potensi penundaan seperti izin kepolisian, ajang politik, bahkan sampai ajang sekelas AFC Cup gagal diprediksi oleh manajer, operator kompetisi, kepolisian, bahkan federasi dengan baik.

***

Perkara jadwal kompetisi ini, Indonesia sebenarnya bisa belajar dari negara lain. Di negara lain, ketika ada partai yang terpaksa mengalami penundaan atau adanya “force majeure” yang membuat sebuah laga tak terlaksana, langkah-langkah langsung mereka tempuh.

Ambil contoh laga Real Madrid vs Barcelona kemarin yang harus tertunda karena kisruh yang terjadi di Catalunya. Madrid dan Barcelona langsung berembug untuk menentukan tanggal baru, dan akhirnya tanggal 18 Desember lah yang mereka ajukan.

Namun, yang mesti jadi pelajaran, federasi bersama operator kompetisi mesti duduk bersama klub, mendiskusikam dengan baik perkara jadwal ini di awal kompetisi. Menakar apa-apa saja yang mungkin terjadi, serta bagaimana penanganannya jika ada laga yang ditunda.

Kalau begitu, kan, menunjukkan bahwa kompetisi sepak bola Indonesia ini profesional, bukan hanya sekadar ajang keramaian semata.