Persib dan Evolusi yang Sedang Terjadi di Dalamnya

Musim lalu, tepatnya pada ajang Liga 1 2017, Persib terkenal sebagai tim yang kerap main di sayap. Istilahnya dalam bahasa Sunda: mapay gawir. Namun sekarang, label tersebut perlahan-lahan mulai terkikis.

Di ajang Go-Jek Liga 1 2018, penampilan Persib memang belum bisa dikatakan baik. Saat ini, Persib masih bertengger di posisi ketujuh klasemen sementara Liga 1 2018, dengan raihan 8 poin hasil dari 2 kali kemenangan, 2 kali hasil imbang, dan sekali kalah. Raihan Persib ini masih kurang apik jika dibandingkan dengan Persipura Jayapura yang sejauh ini belum menorehkan satu kali kekalahan pun di ajang Liga 1.

Selain itu, kekuatan skuat Persib musim ini, jika dilihat dari luar, cukup meragukan. Skuat Persib musim ini berisikan pemain-pemain yang sudah tua atau pemain minim pengalaman mentas di kompetisi teratas Liga Indonesia. Tercatat ada nama Eka Ramdani, Airlangga Sucipto, serta Oh In-kyun yang usianya sudah memasuki kepala tiga. Ada juga nama Ardi Idrus dan M. Al-Amin Syukur Fisabillah (Sabil) yang hanya punya pengalaman mentas di Liga 2. Hanya Jonathan Bauman-lah yang bisa dikatakan sebagai rekrutan terbaik Persib.

Dengan isi skuat yang seperti itu, wajar jika banyak pihak menganggap bahwa Persib akan sulit berkontestasi dengan tim-tim Liga 1 yang lain macam Persija, Persebaya, Persipura, Bali United, Madura United, dan tim-tim lain yang menggelontorkan uang banyak untuk merekrut pemain-pemain yang cukup berkualitas.

Namun, pelatih Persib, Roberto Carlos Mario Gomez, bergeming. Alih-alih mengeluh dengan kekuatan skuat yang ada, dia malah mengolah skuat tersebut dengan tangan dinginnya. Hasilnya, olahan tangan dinginnya sejauh ini sudah mengantarkan Persib, dengan kekuatan skuat seadanya, bertengger di papan tengah klasemen sementara. Tapi, hasil dari olahan tangan dingin Gomez bukan hanya bisa dilihat dari hasil Persib di klasemen sementara Liga 1 saja.

Lebih jauh, ada sebuah evolusi yang sedang dilakukan oleh Gomez. Evolusi yang, perlahan mulai menghilangkan label Persib sebagai tim yang kerap “mapay gawir”.

Persib dan Evolusi yang Sedang Terjadi di Dalamnya

Foto: Liga-Indonesia.id

Sejak ditangani oleh Djadjang Nurjaman sampai akhirnya musim lalu ditangani oleh Emral Abus, Persib selalu identik dengan formasi dasar 4-2-3-1. Formasi ini, pada akhirnya, yang menggiring permainan Persib menjadi permainan yang dikenal oleh banyak orang sampai saat ini: permainan sayap atau “mapay gawir”. Mengapa hal itu bisa terjadi?

Dalam formasi 4-2-3-1, dua dari tiga orang yang berada di belakang penyerang tunggal adalah para “winger” yang memiliki kecepatan mumpuni. Ketika era Persib juara 2014 silam, sayap Persib ini begitu hidup, terutama di sisi kanan tempat duet M. Ridwan dan Supardi berkreasi. Ditambah dengan Ferdinand Sinaga yang kerap melebar ke sayap juga (biasanya sayap kiri), membuat sayap Persib begitu hidup.

Namun, ketika Persib juara, hidupnya sayap ini juga diiringi oleh hidupnya dua hal: poros dan lini kedua. Di posisi poros, ada sosok Firman Utina/Taufiq. Akurasi umpan apik mereka menghidupkan dua sayap Persib, karena asupan bola dari lini tengah berjalan lancar. Di posisi lini kedua, ada sosok Makan Konate yang siap menyambar bola muntah atau bola umpan hasil kreasi dari sayap. Pemain asal Mali itu bisa datang tanpa diduga, menyambar bola muntah atau umpan-umpan terukur dari para pemain sayap.

Hal inilah yang tidak tampak dalam ajang Liga 1 2017 kemarin. Pengecualian untuk ajang Indonesian Soccer Championship 2016 karena di dalamnya Persib mengalami masa transisi bersama Dejan Antonic (yang gagal), di ajang Liga 1 2017, poros yang tidak hidup ditambah dengan lini kedua yang mati membuat permainan sayap Persib mudah ditebak lawan. Apalagi Persib juga bermasalah dengan penyerang.

Namun di ajang Liga 1 2018 ini, perlahan hal tersebut mulai dibenahi oleh Gomez. Dari lima laga yang sudah dijalani Persib sejauh ini, memang tampak sisa-sisa gaya permainan dari Djanur. Namun, modifikasi dilakuka Gomez. Dari segi formasi, Gomez mulai menggunakan 4-4-2. Dia memasang satu pemain depan tambahan untuk menemani Ezechiel N’Douassel, yaitu Jonathan Bauman. Dua pemain di sayap dipasang beriringan, satu bek sayap dan satu gelandang sayap. Hal ini membuat permainan Persib lebih seimbang.

Selain modifikasi soal formasi, Gomez juga memodifikasi peran para pemainnya. Gelandang sayap diinstruksikan agar lebih berani menekan ke tengah dengan dribel, tidak selalu mengakhiri serangan dengan umpan silang. Mereka juga harus bisa berkombinasi dengan penyerang dan satu gelandang yang acap naik membantu serangan dari posisi tengah (biasanya In-kyun). Dengan modifikasi seperti ini, Persib tetap “mapay gawir”, tapi serangan Persib tidak melulu berakhir menjadi umpan silang seperti Liga 1 2017 kemarin. Ada semacam warna baru di serangan Persib.

Selain modifikasi “gawir”, dia juga melakukan modifikasi di lini tengah. Dedi Kusnandar yang memiliki umpan jauh prima dimanfaatkan menjadi “deep-lying playmaker”. Dia kerap mengirimkan umpan-umpan jauh ke depan dengan akurat, termasuk ke dua sisi sayap. In-kyun diproyeksikan menjadi seorang Konate di era Djanur: meneror area sepertiga akhir lawan, berkolaborasi dengan Bauman yang juga kerap turun menjemput bola.

Di tengah kekuatan skuat yang dianggap tidak seberapa, Gomez justru mampu memaksimalkan potensi anak-anak asuhnya.

Evolusi yang Mengorbankan Waktu

Foto: Liga-Indonesia.id

Evolusi berbeda dengan revolusi. Jika revolusi adalah perubahan yang berjalan dengan cepat, evolusi justru kebalikannya. Dia adalah perubahan yang berjalan lambat, tapi efek dari perubahan itu, lazimnya, bisa dirasakan dalam waktu yang lama. Inilah yang sekarang dialami Persib.

Dulu, Persib sebenarnya bisa saja berevolusi dengan baik jika mereka mau bersabar dengan Dejan Antonic dan memberikannya kesempatan untuk melakukan modifikasi. Toh, pada dasarnya, modifikasi Gomez ini sebenarnya tidak berbeda jauh dengan modifikasi yang dilakukan oleh Dejan pada 2016 silam. Sayang, ketika itu Dejan keburu mendapat caci-maki, tanpa tahu bahwa sebenarnya dia adalah korban.

Sekarang, “bobotoh” sudah lebih cerdas. Mereka mulai tahu apa yang terjadi di tubuh Persib dan siapa yang harus bertanggung jawab atas prestasi buruk Persib di Liga 1 2017. Maka, dukungan mengalir keras untuk Gomez. Suara-suara bernada selamatkan Gomez dan lindungi Gomez bermunculan, karena mereka tahu Gomez sedang membawa Persib ke arah yang benar. Malah, bisa jadi Gomez akan mengantarkan Persib menjadi juara.

Maka, bersabarlah, karena pada dasarnya evolusi itu berjalan lambat. Berilah Gomez kesempatan, maka mungkin saja Gomez akan memberikan publik sepakbola Bandung hal yang tidak disangka-sangka.