Rumah adalah Tempat Ternyaman untuk Blind dan Navas

Foto: ESPN.com

Saat Xherdan Shaqiri masih mencari tempat terbaik baginya untuk bermain, Daley Blind dan Jesus Navas mungkin sudah selangkah lebih maju darinya. Bagi Blind dan Navas, tempat terbaik untuk main adalah di rumah sendiri.

Teraktual, dalam laga Eredivisie musim 2018/2019 pekan ke-16, Blind menunjukkan penampilan yang apik. Meski bermain sebagai bek, pria yang kini berusia 28 tahun tersebut mampu menorehkan “hat-trick” ke gawang De Graafschap. Dilengkapi dengan “hat-trick” lain yang dicetak Hakim Ziyech, ditambah dua gol masing-masing dari Dusan Tadic dan Noussair Mazraoui, Ajax meraih kemenangan 8-0.

Mencetak trigol, bagi Blind yang berposisi bek, mungkin adalah sesuatu yang unik. Selama bermain di Manchester United dan Timnas Belanda saja, sosok yang memang memulai karier sepakbolanya bersama akademi Ajax ini terhitung jarang mencetak gol, apalagi “hat-trick”.

Namun, trigol yang ia lesakkan dalam laga melawan De Graafschap tersebut memang menjadi indikasi tersendiri. Bukan cuma menunjukkan bahwa Blind belum habis, trigol ini juga menunjukkan bahwa bagi seorang pemain, ada opsi yang bisa dipilih untuk meningkatkan performa: main di tempat yang dianggap sebagai rumah.

***

Rumah, jika merunut dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, memiliki arti sebagai bangunan untuk tempat tinggal, maupun bangunan pada umumnya, seperti gedung. Secara fisik, rumah diartikan sebagai bangunan tempat manusia bermukim, atau bangunan yang kerap ada di buku gambar Anda semasa Sekolah Dasar dulu, dengan genting coklat dan tembok kuning.

Tapi, secara batin, rumah memiliki makna yang lebih luas dari sekadar tempat tinggal. Rumah adalah sebuah tempat yang menciptakan kenyamanan, kehangatan, dan kebahagiaan saat berada di dalamnya. Rumah kadang tak perlu mewah. Ia hanya perlu semenyenangkan mungkin sampai-sampai membuat kita menjadi diri sendiri.

Pengertian ini pun berlaku bagi para pesepakbola. Merantau, bagi setiap pemain sepakbola, adalah hal yang lumrah. Lionel Messi sudah merantau ke Spanyol saat ia masih berusia 11 tahun. Cristiano Ronaldo pun sudah menjejak tanah Inggris di usia yang masih muda. Banyak kisah pemain yang merantau keluar dari tanah kelahirannya demi meraih sukses. Ya, mirip-mirip dengan orang yang merantau ke luar daerahnya untuk mencari penghidupan yang lebih layak.

Namun, terkadang ada orang yang merasa lebih betah berada di rumah sendiri. Ketika ia dipaksa untuk merantau, ia justru malah tidak menjadi dirinya sendiri, menjadi pribadi yang berbeda. Inilah yang sempat terjadi pada Jesus Navas, salah satu pesepakbola asal Spanyol. Saat pindah ke Manchester City, ia menderita “homesickness” yang cukup akut. Hal itu memengaruhi permainannya di City.

Dilansir “BBC“, apa yang dialami oleh Navas ini merupakan sesuatu yang kerap dialami oleh orang dewasa yang lain. Sebuah penelitian menyebut bahwa hampir 70% orang di dunia yang merantau, merasakan apa yang dirasakan oleh Navas ini. Di satu sisi, merantau adalah prospek yang menjanjikan, tapi, bisa jadi itu justru menghadirkan kerinduan yang akut akan rumah.

“Pindah dari satu tempat ke tempat baru, merantau, menghadirkan tantangan tersendiri. Apalagi jika Anda pindah ke sebuah negara, ditambah Anda tidak mengerti bahasa negara tersebut, kerinduan pada rumah akan muncul. Kerinduan ini memiliki gejala yang hampir sama dengan depresi,” ujar Dr. Caroline Schuster, seorang psikolog.

Sedikit berbeda dengan Navas, Blind sebenarnya tidak mengalami kerinduan akan rumah yang akut. Toh, selama di Manchester United, ia tidak memiliki masalah apa-apa soal ini. Namun, menyesuaikan diri dengan kultur United dan kota Manchester menjadi sesuatu yang sulit ia lakukan. Alhasil, itu berpengaruh terhadap penampilannya di atas lapangan.

Selama membela United, Blind malah lebih banyak menghuni bangku cadangan. Membela United selama empat musim, ia hanya menorehkan 90 kali penampilan saja. Hal ini menunjukkan adanya adaptasi yang gagal dilakukan Blind, terlepas dari beda kualitas antara Premier League dan Eredivisie itu sendiri.

Namun, kini keduanya sudah menyelesaikan masalah itu dengan satu hak: kembali ke rumah, Di Belanda, Blind yang bermain bersama orang dan lingkungan yang ia kenal mulai menunjukkan tajinya kembali. Trigol ke gawang De Graafschap hanya satu dari sekian bukti mulai moncernya kembali pemain kelahiran Amsterdam tersebut.

Hal sama juga dilakukan Navas. Memutuskan kembali ke Sevilla pada musim 2017/18. Beroperasi di sisi kanan Sevilla dan Manchester City ternyata menghadirkan perasaan berbeda baginya, karena di Sevilla, ia mampu menunjukkan permainan ciamiknya kembali. Ia menjadi salah satu kunci dari apiknya penampilan Sevilla pada musim 2018/19 ini.

***

Setiap orang, pada dasarnya, akan selalu mencari yang terbaik dalam hidupnya. Salah satunya adalah mencari rumah. Karena rasa nyaman dan bahagia yang ia hadirkan, sejauh apapun, rumah akan selalu menjadi tempat untuk berpulang, laiknya sungai yang tentu akan selalu bermuara ke samudra.

Bagi Navas dan Blind, rumah itu adalah Sevilla dan Amsterdam. Di sana, mereka bisa menjadi diri mereka sendiri, tanpa harus mereplika atau menyamarkan diri layaknya orang lain. Penampilan apik mereka di atas lapangan sudah cukup untuk mencerminkan bahwa rumah adalah tempat bermain yang nyaman.

Nah, pertanyaannya, sudahkan Anda menemukan rumah untuk Anda sendiri?