Standar Ganda Simbol Politik FA dan Pep Guardiola

Sejak Desember 2017, Pep Guardiola sudah mengenakan pita kuning di dada kirinya. Pita tersebut merupakan simbol dukungan buat politisi Catalan yang dipenjara Pemerintah Spanyol akibat menginginkan kemerdekaan. Pep sepenuhnya sadar kalau apa yang ia lakukan berpotensi mendatangkan sanksi dari FA.

Dilansir Manchester Evening News, Pep sebenarnya tidak melanggar aturan sepakbola apapun. Pasalnya, pertengahan tahun lalu, UEFA mengubah aturan soal simbol politik dengan hanya melarang offensive messages di pertandingan sepakbola.

Meskipun demikian, Pep tidak takut. Malah, ia amat bersemangat. “Kalau mereka mau menskorsku, mau itu UEFA, Premier League, FIFA, itu tak masalah,” kata Pep.

Diingatkan Jose Mourinho

Sebelumnya jelang Derby Manchester, Jose Mourinho menunjukkan ketidaksetujuannya pada apa yang dilakukan Pep karena itu adalah simbol politik dan tidak berhubungan dengan sepakbola.

“Kalau aturannya mengijinkan kita melakukan itu, dia bebas melakukannya. Namun, aku tak yakin kalau aturan itu mengijinkan pesan politik apapun di atas lapangan. Itu cuma keresahanku. Aku pikir aku tak akan dibolehkan,” ucap Mourinho.

Pernyataan Mourinho pun langsung dibalas Pep yang menekankan bahwa ada politisi dan aktivis yang dipenjara karena mendukung pemungutan suara atau referendum kemerdekaan Catalonia. “Jadi, sampai mereka belum keluar, pita ini akan ada di sini (sambil menunjuk pita),” kata Pep.

Dua bulan berselang, FA menghukum Pep. FA dalam pernyataan resminya menyatakan kalau penyematan pita kuning itu melanggar aturan kostum dan iklan.

Kepada Mirror, beberapa hari setelah penjatuhan sanksi, Pep bilang begini, “Saya harap para politisi di penjara bisa keluar sesegera mungkin untuk bertemu keluarga mereka. Kalau itu terjadi pada mereka, maka bisa terjadi pada kita pula. Untuk memberi sebuah opini. Masyarakat jangan bingung dan berpikir kalau itu tak bisa terjadi pada mereka, karena hal serupa juga bisa terjadi [pada siapa saja].”

Dari rangkaian pernyataan di atas, sejatinya ada dua pihak yang tengah menggunakan standar ganda: FA dan Pep Guardiola itu sendiri. Mengapa?

Bunga Poppy Juga Simbol Politik

Setiap November, sepakbola Inggris selalu diawali dengan mengheningkan cipta. Selain itu, para pemain kompak mengenakan bunga poppy di kostum mereka. Bunga Poppy sendiri biasa dikenakan pada momen Remembrance Day. Tujuannya adalah untuk mengenang tentara yang gugur pada Perang Dunia I. Akan tetapi, kini maknanya diperluas menjadi mengenang tentara yang gugur.

FIFA sejak 2011 sudah memeringatkan FA untuk tak mengenakan bunga poppy di pertandingan internasional yang melibatkan timnas. Akan tetapi imbauan ini tidak diindahkan sehingga FIFA memberi denda buat FA senilai 35 ribu paun.

Anehnya, Menteri Olahraga Inggris kala itu, Tracey Crouch, menyatakan kekecewaannya kepada FIFA.

“Sungguh mengecewakan bahwa FIFA tidak menganggap sentimen terhadap poppy yang mana itu bukan simbol politik. Poppy adalah penghormatan untuk prajurit yang berani dan berani berkorban, dan pesepakbola serta penggemar mestinya boleh mengenakannya dengan kebanggaan,” ucap Crouch.

Hal ini juga ditegaskan CEO FA, Martin Glenn, yang mencoba melindungi penyematan bunga poppy. Dilansir dari The Guardian pada awal Maret lalu, Glenn menyatakan kalau pita kuning Guardiola tak bisa disamakan dengan bunga poppy. Glenn malah mengklaim kalau manajer Manchester City itu menyulut amarah banyak orang karena penggunaan pita kuning.

FA berargumen kalau bunga poppy adalah cara mengenang prajurit yang wafat dan bukan sebagai lambang politik. “Kami telah menulis ulang Law 4 of the Game jadi hal seperti bunga poppy itu tidak masalah, tapi hal yang berpotensi menghadirkan perpecahan jelas masalah,” ungkap Glenn.

“Sejujurnya, dengan sangat jelas, pita kuning yang dikenakan Pep Guardiola adalah simbol politik. Itu adalah simbol kemerdekaan Catalan dan aku bisa katakan pada Anda bahwa banyak orang Spanyol, non-Catalan, yang tersinggung karenanya,” tambah Glenn lagi.

Standar Ganda FA Soal SImbol Politik

Apa yang diungkapkan Glenn ini menjadi membingungkan. Argumen “simbol mengenang tentara yang gugur” itu jelas absurd. Tentara yang berperang jelas untuk tujuan politik. Apalagi ada sejumlah pesepakbola yang enggan mengenakan bunga poppy, justru malah mendapatkan hujatan. Padahal, mereka punya alasan yang jelas.

Salah satunya adalah James McClean. Ia bersikukuh tak mengenakan bunga poppy bahkan sampai pernah mendapatkan ancaman pembunuhan. McClean sendiri punya alasan kuat kenapa tak mau mengenakan bunga poppy.

Pemain West Bromwich Albion ini berasal dari Derry, Irlandia Utara. Pada 1972, terjadi peristiwa pembantaian yang dikenal dengan Bloody Sunday. Kala itu, tentara Inggris menembak membabi buta 28 warga Derry yang tengah melakukan aksi damai sebagai protes atas pemenjaraan tanpa proses peradilan. Mereka yang ditembah kebanyakan saat melarikan diri dari kejaran tentara dan beberapa lainnya ditembak saat menolong rekan-rekannya yang terluka.

Kejadian ini jelas membekas di benak McClean, sehingga ia pun enggan menyematkan bunga poppy di Remembrance Day. Lantas, belum cukupkah kalau bunga poppy adalah simbol politik? Apakah Inggris lupa kalau Bloddy Sunday adalah bagian dari Operasi Demetrius saat mereka ingin menumpas aktivis Pembebasan Republik Irlandia (IRA)?

Aktivis yang Ditahan di Abu Dhabi

Apa yang dikemukakan Pep Guardiola merupakan hal yang mulia. Ia bukan cuma memikirkan para politisi dan aktivis yang punya pandangan sama dengannya, tapi juga soal kebebasan berpendapat. Ia tak ingin hal yang sama menimpa orang-orang.

Namun, saat ditanya soal aktivis yang ditahan di Abu Dhabi, seketika pula ia membelokkan arah pembicaraan.

“Setiap negara memutuskan cara yang mereka mau untuk kehidupan mereka sendiri. Kalau dia memutuskan untuk tinggal di negara itu, ya hadapilah. Saya tinggal di negara di mana demokrasi telah hadir sejak bertahun-tahun lamanya, dan kini saya tengah mencoba untuk menjaganya,” tutur Guardiola.

Mengapa arah pembicaraan Guardiola seketika berubah? Tentu karena Abu Dhabi merupakan ibu kota Uni Emirat Arab, negara tempat Sheikh Mansour berasal.

Berdasarkan The Guardian, aktivis UEA, Ahmed Mansoor, ditahan karena menyerukan demokrasi dan kebebasan berpendapat. Menurut Amnesty International, Mansoor kini ditahan di lokasi yang tidak diketahui dan tengah mendapatkan perlakuan mengerikan, kemungkinan mendapatkan penyiksaan.

Selain Mansoor, ada pula Mohammed al-Roken yang ditahan dengan alasan yang sama. Padahal, Roken merupakan pengacara terkenal yang fokus untuk masalah hak asasi manusia. Ia sebenarnya bisa saja pindah ke Amerika atau Eropa untuk pekerjaan yang lebih baik, akan tetapi ia tetap tinggal untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik di negaranya.

“Kesediaan Pep Guardiola untuk mengangkat isu semacam itu (HAM) dan menunjukkan solidaritas harusnya diapresiasi dan diikuti oleh pelaku sepakbola dan diperluas ke hak asasi manusia di manapun, termasuk untuk mereka yang mendekam di penjara di negara majikannya,” tulis The Guardian.

Jadi, bagaimana FA dan Guardiola? Masih pakai standar ganda?