Tentang K-League dan Bagaimana Sepakbola Meniru Industri K-Pop

Di tengah kesimpangsiuran kelanjutan kompetisi sepakbola di berbagai belahan dunia, Korea Selatan tampaknya akan menjadi pendobrak dengan melakukan sepak mula kompetisi musim baru. K League 1 rencananya akan memulai laga perdananya antara Jeonbuk Hyundai Motors versus Suwon Samsung Bluewings pada 8 Mei 2020.

Jelas saja hal ini disambut baik oleh beberapa stasiun televisi di beberapa negara. Bahkan pada 27 April 2020, pihak K League lewat laman resminya kleague.com telah mengkonfirmasi ada 10 broadcaster dari luar Korea yang berencana menayangkan liga yang telah berlangsung sejak 1983 tersebut. Di antara 10 broadcaster, diantaranya adalah berasal dari stasiun televisi Prancis, Jerman, Italia, Amerika Serikat, dan Australia.

Lisensi hak siar K League musim 2020 dipegang oleh Sportsradar yang berbasis di Swiss. Sportsradar juga telah menyiarkan berbagai kompetisi bergengsi di Amerika Serikat seperti MLB, NFL, NHL, juga NBA. Maka tak heran, penetrasi K League kali ini akan bertambah besar. Ditambah efek terhentinya berbagai kompetisi akibat pandemi COVID-19.

Sebenarnya, kompetisi sepakbola di Asia tak sepenuhnya berhenti. Ada kompetisi liga sepakbola Taiwan serta Turkmenistan yang masih menjalankan pertandingannya. Namun sepertimya Korea Selatan punya daya tarik tersendiri. Selain rajin mengikuti turnamen Piala Dunia, Korea kini sedang meraih popularitas berkat kepopuleran para pemainnya di liga-liga top Eropa.

Animo yang tinggi dari berbagai broadcaster dari penjuru dunia ini cukup beralasan. Di tengah dahaga para penikmat sepakbola yang terpaksa berpuasa menonton sepakbola, liga sepakbola Korea, K League,  tampaknya akan menjadi tontonan yang segar dan menarik untuk disaksikan.

Sedikit Mengenai K League 1

K League adalah kompetisi sepakbola yang telah berlangsung sejak 1983. Dulu, liga ini diinisiasi oleh 5 klub, yaitu Hallelujah FC, Yukong Elephants, POSCO Dolphins, Daewoo Royals, Kookmin Bank FC. Dari klub-klub tersebut, hanya POSCO, Yukong, dan Daewoo Royals yang kini masih aktif meskipun berganti nama dengan sejarah yang juga rumit. Yukong kini menjadi Jeju United FC, POSCO kini menjadi Pohang Steelers, Daewoo Royals menjadi Busan IPark.

Sebanyak 12 tim akan bersaing di kompetisi K League 1 tiap musimnya. Setiap musim akan ada 1 tim dari K League 1 yang terdegradasi dan 1 tim lainnya mengikuti laga play-off degradasi melawan peringkat kedua di K League 2.

Umumnya klub peserta K League dimiliki oleh chaebol atau konglomerasi raksasa Korea. Hal ini bisa dilihat dari nama-nama perusahaan yang melekat pada nama klub tempat mereka berasal. Sisanya, klub-klub di Korea dimiliki oleh pemerintah setempat.

Keikutsertaan Korea Selatan sebagai tuan rumah Piala Dunia 2002 juga sempat mengubah kebijakan pemerataan sepakbola mereka. Saat itu, klub-klub yang terpusat di kota-kota besar “dipaksa” pemerintah untuk menyebar ke kota-kota lain yang lebih kecil demi alasan pemerataan. Hal ini terjadi karena sepakbola harus bersaing dengan olahraga paling populer lainnya yaitu baseball.

Kompetisi K League biasanya dihelat pada akhir Februari atau Maret. Namun, akibat pandemi yang juga menjadikan Korea Selatan salah satu negara yang paling terkena dampak selain di negara asalnya, jalannya kompetisi harus diundur. Rupanya ini menjadi berkah tersendiri bagi K League. Kompetisi yang terpaksa ngaret menjadi ke bulan Mei (yang berarti berbarengan dengan akhir liga-liga Eropa) membuat K League menjadi tontonan alternatif para penggila sepakbola yang tak sabar menanti tayangan pertandingan.

Meskipun keadaan Korea Seltan sudah lebih membaik di tengah pandemi, namun mereka juga melakukan beberapa tindakan preventif di lapangan. Operator liga secara resmi melarang pemain untuk meludah di lapangan, melakukan selebrasi berlebihan seperti berkerumun, atau berbicara terlalu dekat. Bahkan mereka menandai botol minum pemain agar mencegah tidak saling bertukar botol minum.

Potensi Memperbesar “Korean Wave” Lewat K League

Korea Selatan sebenarnya telah lama berhasil menembus Eropa saat salah satu pemainnya, Cha Bum-kun, berhasil memperkuat tim asal Jerman, Darmstadt 98 pada 1978. Hanya setahun berselang setelah invasi Eropa yang dicapai pemain Jepang, Yasuhiko Okudera yang bermain untuk FC Köln pada 1977.

Korea Selatan juga lebih unggul dalam urusan lolos ke Piala Dunia jika dibandingkan dengan Jepang atau negara-negara Asia lainnya. Saat Jepang misalnya, yang sepakbolanya baru bangkit setelah era 1980-an, Korea Selatan telah lebih dulu tampil di Piala Dunia 1954, 1986, 1990, dan 1998. Sementara Jepang baru memulai debut di Piala Dunia 1998.

Namun sejak saat itu Jepang seakan “berlari” lebih cepat ketimbang Korea. Popularitas Jepang meroket karena faktor Hidetoshi Nakata yang tampil memukau di kompetisi nomor wahid saat itu, Serie-A Italia. Juga hadirnya manga dan serial animasi sepakbola seperti Captain Tsubasa yang berhasil memikat pecinta sepakbola di berbagai belahan dunia juga memiliki pengaruh terhadap popularitas sepakbola Jepang.

Di tengah derasnya gelombang hallyu atau gelombang pop-culture Korea Selatan di dunia entertainment global, momentum dimulainya K League musim ini juga seharusnya bisa dimanfatkan Korea Selatan dengan baik. Apalagi menurut data Bloomberg, industri K-Pop berhasil mendatangkan devisa senilai 5 milyar dollar AS bagi Korea Selatan.

Kalau mereka lebih cerdik, harusnya mereka bisa menggabungkan K-Pop atau tayangan serial drama Korea dengan sepakbolanya. Mirip seperti kompetisi olahraga di Amerika Serikat yang pandai menggabungkan pop culture seperti reality show dan musik ke dalam olahraganya seperti NFL, NBA, atau NASCAR.

Satu lagi kekurangan K League yang paling krusial, yaitu minim mendatangkan pemain top dunia. Bila dibandingkan dengan J-League dan China Super League, euforia kompetisi sepakbola Korea tertinggal jauh. Faktor ini setidaknya bisa menjadi nilai jual lebih terhadap nilai hak siar mereka. Selain MLS, kini J.League telah menjelma sebagai liga para pensiunan dengan pernah (dan sedang) mendatangkan pemain top seperti Andres Iniesta, Lukas Podolski, Sergi Samper, Jay Bothroyd, Jô, Víctor Ibarbo, dan Tarik Elyounoussi. Padahal, saat ini J1 League hanya disiarkan ke 8 negara di luar Jepang. Jumlah yang jauh sedikit dibanding jumlah siaran yang diperoleh K League musim ini.

Tapi agaknya bayangan meroketnya popularitas K League secara drastis belum menjadi prioritas dari operator K League. Melalui communication officer mereka, Woo Cheoung-sik, target mereka adalah menyelesaikan kompetisi musim ini dengan mulus.

“Target kami musim ini adalah menyelesaikan liga dengan mulus,” ujarnya seperti dikutip Guardian. “Sisanya adalah bonus, tapi apapun yang terjadi [yang jelas] dunia akan menyaksikannya,” tutup Woo.

Jadi, apakah kalian berminat menjadi salah satu penikmat baru K League di musim ini?