Tottenham di Persimpangan

Foto: Theguardian.com

Tottenham Hotspur selalu menjadi anak bawang di Liga Premier Inggris. Sejak dulu, mereka tergolong sebagai salah satu perusak tatanan empat besar bersama Everton. Sebelum Harry Kane atau Gareth Bale, sudah ada nama Robbie Keane dan David Ginola yang membuat the Lilywhites diperhitungkan. Tapi saja mereka bukan golongan elit empat besar.

Setidaknya sejak 2015/2016, Tottenham berhasil masuk ke dalam golongan tersebut. Mereka tak pernah keluar dari zona empat besar sejak mengakhiri musim 2015/2016 dengan duduk di peringkat ketiga klasemen akhir. Sayangnya, ketika itu Arsenal masih ada di atas mereka dan publik lebih fokus kepada pencapaian Leicester City.

Seiring perjalanan, anak-anak asuh Mauricio Pochettino kian diperhitungkan. Bahkan sempat menjadi runner-up liga pada 2016/2017. Sayangnya, pada musim panas 2018, Tottenham kembali diremehkan.

The Lilywhites seakan menjadi lelucon di awal musim karena tidak melakukan apapun di bursa transfer musim panas. Tidak ada pemain yang mereka beli ataupun jual saat bursa transfer dibuka. Sampai-sampai beberapa orang lupa bahwa Lucas Moura dan Juan Foyth sudah diboyong Pochettino sejak 2017/2018.

Minimnya pergerakan transfer Tottenham ini tak lepas dari pengeluaran yang sudah mereka lakukan untuk membangun stadion baru. Hal serupa juga pernah terjadi kepada Arsenal. Saat mereka baru membangun Emirates Stadium, Arsene Wenger sangat jarang membeli pemain.

Bahkan beberapa tahun setelah stadion itu berdiri, Arsene Wenger masih dipaksa berhemat karena pembayarannya belum lunas. Namun setelah biaya pembangunan Emirates Stadium dilunasi pihak klub, the Gunners mulai mengisi amunisi mereka.

Mesut Ozil dan Santi Cazorla adalah contoh pembelian yang dilakukan Wenger setelah diizinkan untuk berbelanja kembali. Ozil dan Cazorla bukanlah nama sembarangan. Gelandang Jerman merupakan salah satu pemain terbaik yang dimiliki Der Panzer ketika itu. Maestro lini tengah Joachim Low sebelum publik Jerman menghianati dirinya dan dicap sebagai imigran.

Sementara Cazorla adalah gelandang hebat yang kurang dihargai dunia. Ia hidup di tengah-tengah kesuksesan Xabi Alonso dan Xavi Hernandez. Meski diakui di Spanyol, gelandang yang sebelumnya membela Villarreal dan Malaga itu mencari pengakuan ke Inggris.

Sialnya, Arsene Wenger seperti sudah kehilangan tangan magisnya. Ditambah dengan kompetisi yang kian ketat, Arsenal akhirnya tetap stagnan. Selain Piala FA, Arsenal bisa dikatakan menurun. Dalam dua musim terakhir Wenger, Arsenal keluar dari habitat mereka di empat besar. Sementara Tottenham Hotspur nyaman di zona Liga Champions.

Tanpa pemain baru dan kehilangan Son Heung-Min saat Asian Games, Tottenham sempat kesulitan di awal musim. Mereka tampil inkonsisten. Kalah dari Watford (1:2), tapi menang lawan Manchester United (3:0), sebelum menelan kekalahan lagi kontra Liverpool (1:2).

Saat bertemu kesebelasan yang di atas kertas jauh di bawah mereka seperti Brighton atau Cardiff, Harry Kane dan kawan-kawan juga hanya bisa menang tipis. Minimnya pergerakan transfer saat musim panas seakan menjadi penyebab performa ‘yo-yo’ the Lilywhites.

Akan tetapi, setelah 17 pekan hal mereka masih bertengger di zona Liga Champions. Bahkan juga lolos ke fase 16 besar Liga Champions 2018/19 setelah menahan imbang Barcelona.

Kini, sudah tiga pekan beruntun mereka bisa mempertahankan tempat di tiga besar Liga Premier Inggris. Andai Arsenal menang melawan Southampton dan Chelsea mengalahkan Brighton sekalipun, posisi Tottenham tidak tergeser pekan ini.

Jumlah dana yang dikeluarkan selama bursa transfer sering kali memang membutakan. Memang ada kesebelasan-kesebelasan yang bergantung dengan hal itu. Manchester City dan PSG misalnya. Sedalam apapun skuat yang mereka miliki, tiap bursa transfer dibuka mereka pasti berbelanja (kecuali ada larangan dari UEFA karena masalah FFP).

Tapi, bukan berarti itu menjadi garansi sebuah tim bisa sukses. Tidak perlu jauh-jauh ke Eropa, di Indonesia sendiri hal ini bisa dilihat. Bagaimana Sriwijaya FC yang begitu aktif serta fenomenal dalam berbelanja justru terdegradasi.

Pochettino juga sempat mempermasalahkan minimnya transfer yang dilakukan Tottenham. “Kita tidak bisa bersaing. Lihat Liverpool, Manchester City, dan Chelsea. Apa alasan mereka bisa memperbaiki penampilannya?” kata manajer asal Argentina itu kepada Guardian awal Agustus lalu.

Meskipun memprotes minimnya pergerakan transfer Tottenham di bursa transfer musim panas, ia tetap bertahan. Menolak tawaran Real Madrid dan berjanji akan jadi manajer the Lilywhites yang memimpin kesebelasan London Utara itu ke stadion baru.

Apalagi dengan pemain terbatas yang ia miliki, Tottenham ternyata masih bisa bersaing. Tidak seperti apa yang ia pikirkan di awal musim. Sejauh ini, hanya dua pekan Tottenham tidak duduk di lima besar klasemen Premier League. Pekan pertama (8th) dan kelima saat kalah dari Liverpool (6th).

Tuntutan di Januari

Selama 2018, rasa hormat kepada Tottenham mulai tumbuh. Mereka sudah selayaknya mendapat pengakuan yang sesuai. Bukan masalah berapa dana yang mereka keluarkan untuk berbelanja. Tapi bagaimana mereka bisa tetap kompetitif di tengah minimnya dana dibanding peserta Liga Premier Inggris lainnya. Bukankah itu menjadi salah satu daya tarik Leicester City saat bisa juara?

2019 tinggal hitungan hari. Bursa transfer Januari sudah menunggu. Sekarang saatnya the Lilywhites bergerak. Mereka sudah mendapatkan modal yang cukup bagus di klasemen dan stadion baru juga siap digunakan. Mungkin, mereka masih perlu berhemat untuk melunasi stadion tersebut. Tapi jangan sampai hal itu menghalangi perkembangan tim yang sudah terjadi.

Satu atau dua pemain tidak akan membuat mereka kehilangan dana bayar stadion. Seperti seribu, dua ribu tidak akan membuat Anda miskin di kendaraan umum. Jangan sampai the Lilywhites jadi seperti Arsenal.

Salah satu masalah Arsenal setelah membangun stadion baru adalah bagaimana mereka terlambat mengejar pergerakan peserta Liga Premier Inggris lainnya. Sejak era Robbie Keane hingga Gareth Bale, masalah Tottenham hanyalah tidak memiliki piala yang bisa memberikan legitimasi terhadap status mereka.

Saat ini, anak-anak asuh Mauricio Pochettino masih mengikuti empat kompetisi. Berhasil memenangkan salah satu dari piala itu adalah kunci dari kesuksesan mereka di masa depan. Agar hal itu bisa terjadi, satu atau dua amunisi baru diperlukan.

Pasalnya, menurut rumor yang diedarkan salah satu anggota Copa90, Poet, jika Tottenham tidak memberikan Pochettino dana transfer di Januari, mereka bisa kehilangan semuanya. Pochettino bisa pergi dari London Utara, beberapa pemain seperti Dele Alli, Harry Kane, dan Christian Eriksen juga berpeluang hengkang.

Apabila hala itu terjadi, Tottenham harus memulai semuanya dari awal. Stadion baru perlu suntikan dana dari prestasi. Prestasi dibutuhkan untuk menaikkan nilai jual serta pamor klub agar bisa menarik lebih banyak pemain ternama. Gagal di sini, semua bisa menjadi percuma. Percuma jual Gareth Bale ke Real Madrid dengan harga mahal jika target mereka tak bisa dipenuhi.

Sukses sekarang, atau mereka akan kembali tertinggal dari rival sekota, Arsenal. Stagnan, dipandang sebelah mata, dan tak lebih dari distributor pemain-pemain hebat yang sukses di klub lain seperti Gareth Bale, Modric, serta Kyle Walker.