Virus Corona Ketakutan Kita Semua, Juga Sepakbola

Kecemasan kita akan wabah Coronavirus (Covid-19) terasa semakin nyata. Kalau beberapa hari lalu melonjaknya harga masker atau hand sanitizer ramai menghiasi trending di berbagai media sosial, kali ini kecemasan yang sama hadir di dunia sepakbola. Per tanggal 5 Maret, otoritas penyelenggara Premier League mengumumkan tentang pelarangan ritual fairplay handshake (bersalaman) sebelum laga digelar.

Hal ini juga merupakan imbas atas menyebarnya virus ini di kawasan Inggris. Mengutip BBC, hingga 4 Maret kemarin, ada 87 orang Inggris yang terindikasi virus Corona.

Premier League, lewat laman resminya mengatakan: “For health reasons there will be no shaking of hands between players and match officials ahead of Premier League matches until further notice..”

Singkatnya, pada saat memasuki lapangan, kedua tim dan ofisial pertandingan akan melakukan ritual fair play seperti berbaris tanpa bersalaman, lalu tim tamu akan berjalan melewati tim yang menjamunya.

Apa Sebenarnya Virus Corona?

Menurut definisi Badan Kesehatan Dunia (WHO), Coronavirus adalah nama keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit mulai dari flu biasa hingga penyakit yang lebih parah seperti “Sindrom Pernafasan Timur Tengah” (MERS-CoV) dan Sindrom Pernafasan Akut Parah (SARS-CoV). Coronavirus novel (nCoV) adalah jenis baru yang belum diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus corona adalah zoonosis, artinya ditularkan antara hewan dan manusia.

Rekomendasi standar untuk mencegah penyebaran infeksi termasuk mencuci tangan secara teratur, menutupi mulut dan hidung ketika batuk dan bersin, memasak daging dan telur dengan saksama. Hindari kontak dekat dengan siapa pun yang menunjukkan gejala penyakit pernapasan seperti batuk dan bersin.

Karena hal itulah, beberapa badan pengelola atau asosiasi sepakbola di berbagai negara memutuskan untuk melakukan tindakan pencegahan yang sementara ini menimbulkan pro dan kontra.

Dampak Virus Corona Terhadap Dunia Sepakbola

Pelarangan kontak fisik yakni berjabat tangan yang dilakukan oleh otoritas Premier League sebenarnya bukan yang pertama. Kompetisi top lainnya, yakni Serie-A Italia sudah lebih dulu terkena dampaknya. Merasa bahwa negaranya ada dalam kondisi siaga wabah, laga Juventus kontra Inter yang seharusnya digelar 2 Maret lalu ditunda hingga akhir pekan ini.

Selain itu ada 6 laga Serie-A dan laga final Coppa Italia yang harus ditunda dan dijalankan tanpa kehadiran penonton. Seperti dikutip dari Guardian, sebagai bentuk pencegahan, otoritas sepakbola Italia memutuskan untuk menyelenggarakan seluruh pertandingan Serie-A tanpa penonton hingga bulan April mendatang.

Italia yang secara geografis berada di kawasan Eropa Tengah merupakan salahsatu daerah siaga. Bahkan salah satu klub Serie-C, US Pianese harus dikarantina total selama 15 hari lantaran 3 pemain mereka yang positif terkena virus Corona.  Sejumlah stadion di Italia dan beberapa negara lainnya disemprotkan desinfektan untuk mencegah penyebaran virus baru tersebut.

Beberapa laga di kompetisi liga Swiss juga ditunda, pun dengan Spanyol. Valencia memutuskan untuk menunda laga Liga Champions mereka melawan Atalanta. Sementara klub Ligue1 Prancis, Saint-Ettiene membatalkan sesi latihan terbukanya.

Dampaknya tak hanya berimbas kepada kompetisi sepakbola domestik. Gelaran Piala Eropa 2020 yang akan digelar di 12 kota dan 12 negara untuk memperingati ulang tahun ke-60 juga menjadi terancam batal digelar. Bahkan Asosiasi Pesepakbola Italia (AIC) lewat ketuanya, Damiano Tommasi, mengusulkan UEFA untuk mempertimbangkan kembali turnamen sepakbola terakbar benua biru.

Di sepakbola Asia, turnamen Liga Super China dan Piala Super China yang semestinya digelar 5 dan 22 Februari lalu ditunda hingga waktu yang belum pasti. Sementara kompetisi J-League, K-League, serta Thai League, serta V. League Vietnam juga resmi ditunda.

Sementara beberapa negara Afrika seperti Maroko mengambil keputusan dengan mengadakan pertandingan tanpa kehadiran penonton. Asosiasi Sepakbola Tanzania melakukan pendekatan serupa yang dilakukan otoritas sepakbola Inggris dengan melarang pemain melakukan jabatan tangan.

Tanggapan Pro Kontra Tentang Larangan Berjabat Tangan di Premier League

Sebagai kompetisi dengan popularitas paling tinggi di dunia, keputusan Premier League untuk melarang terjadinya kontak tangan antar pemain dan ofisial pertandingan menimbulkan banyak pro dan kontra. Sebagian besar diantaranya menganggap bahwa sepakbola adalah olahraga kontak fisik, sehingga pelarangan berjabat tangan ini tak lebih sebagai sebuah simbol belaka.

Karena sepakbola seringkali adalah tempat untuk melakukan kontak badan antar pemain, bahkan mungkin bersentuhan keringat. Paling parah namun sering dijumpai: Meludah di lapangan.

Seorang fans sepakbola dengan akun @BCFCOLIVERDOG berkomentar di postingan Premier League:

“Can’t shake hands, but can still spit – Work that one everyone”. Ia juga sambil menyertakan foto Lionel Messi yang sedang meludah di lapangan hijau.

Ada pula akun @slimyyyyi yang berkomentar bernada serupa. Menurutnya, sepakbola adalah olahraga yang memungkinkan kontak yang luas sehingga larangan berjabat tangan adalah seuatu yang sia-sia.

Don’t this people realize football is contact spot where tackling and many aspects of contact is involved yet they ban a simple handshake,” ujarnya.

Tapi tak semua fans sepakbola memandang keputusan ini sebagai tindakan yang tepat. Seperti akun William Concisom @wazzawill :

“Well to be fair it’s more common for people to use their hands and touch their face compared to using your leg and touching your face, for some reason .Which is how it passes (the virus).”

Coronavirus Bukan Wabah Pertama “Pengganggu” Sepakbola

Terdampaknya sepakbola karena wabah virus sebenarnya bukan yang pertama yang menimbulkan dampak serius. Sejarah mencatat, bahwa dahulu ada sebuah pandemik bernama 1918 Flu Pandemic atau yang dikenal dengan nama “Flu Spanyol”. Menurut data WHO yang dirilis 2018, wabah flu tersebut tercatat memakan sebanyak 17 juta populasi dunia kala itu.

Ada banyak versi tentang asal pandemi influenza ini. Ahli virus John Oxford dalam penelitiannya tahun 1999 lalu menyatakan bahwa kamp militer dan rumah sakit di Etaples, Prancis sebagai pusat penyebaran penyakit pernafasan ini. Sementara profesor sejarah Alfred W. Crosby dalam bukunya  America’s Forgotten Pandemic: The Influenza of 1918 mengatakan bahwa virus ini berasal dari Kansas, Amerika Serikat.

Spanyol yang kala itu bersikap “netral” di PD I harus menerima getahnya lantaran judul-judul pada jurnal bebas dan media sekutu yang menyebut flu tersebut menyerang Spanyol paling parah. Hal itu juga didasari karena sakitnya Raja Spanyol kala itu, Alfonso XIII.

Tercatat wabah “Flu Spanyol” tersebut menimbulkan korban di dunia sepakbola. Pemain timnas Skotlandia yang memperkuat Newcastle United, Angus Douglas, merupakan salah satu korban meninggal dunia akibat wabah ini. Dan McMichael, manajer kesebelasan liga Skotlandia, Hibernian FC juga meregang nyawa pada 1918.

***

Bagi penggemar sepakbola Indonesia, belum ada kebijakan dari pemerintah, PSSI, maupun operator liga terkait virus Corona. Kompetisi Liga 1 yang baru memasuki pekan ke-2 ternyata memiliki potensi untuk terhenti lantaran pengumuman pemerintah Indonesia yang menyatakan 2 pasien Corona COVID-19. Imbasnya, pertandingan pekan ke-2 Liga 1 antara Persija melawan Persebaya resmi ditunda.

Mari kita berdoa semoga semua baik-baik saja. Sambil selalu waspada, jaga pola hidup sehat, dan jangan lupa rajin mencuci tangan!