Italia memang menjuarai Piala Dunia 2006. Akan tetapi, empat tahun sebelumnya, ada momen mengejutkan sekaligus mengesalkan buat Italia. Momen itu hadir di Piala Dunia 2002 yang digelar di Korea dan Jepang.
Skuad Italia di Piala Dunia 2002 sebenarnya berkualitas tinggi. Lini serang mereka menghadirkan Alessandro Del Piero, Christian Vieri, Francesco Totti, dan Filippo Inzaghi. Ditambah lagi para penyerang ini tengah dalam masa puncak performanya.
Hanya dua pemain yang berusia di atas 30 tahun. Mereka adalah Paolo Maldini dan Gianluigi Buffon. Sisanya adalah pemain yang tengah menikmati usia emasnya.
Para pemain ini mayoritas ikut dalam skuad Italia di Piala Eropa dua tahun sebelumnya. Capaian Italia juga memesona dengan mencapai babak final. Sayangnya, Italia kalah lewat “Golden Goal” di babak perpanjangan waktu.
Namun, Italia yang ini berbeda dengan yang dua tahun sebelumnya. Sang pelatih, Dino Zoff, mengundurkan diri. Ia digantikan oleh Giovanni Trapattoni, yang punya segudang gelar: tujuh gelar Serie A, dua Piala UEFA, satu Piala Eropa, dan bahkan satu gelar Bundesliga. Masalahnya, semua itu dicapai Trapattoni satu dekade sebelumnya.
Trofi Serie A terakhir yang ia raih adalah saat menangani Inter pada 1988/1989. Gelar terbarunya adalah Bundesliga pada 1996/1997, itu pun ketika menangani Bayern Munich. Banyak yang menganggap bahwa taktik ultra-defensifnya sudah ketinggalan zaman, meski Italia lolos ke Piala Dunia 2002 tanpa menelan sekalipun kekalahan.
Perjuangan Italia di Piala Dunia 2002
Meski tampil bagus di babak kualifikasi, tapi Italia tampil tak stabil di babak utama. Setelah mengalahkan Ekuador 2-0 di pertandingan pertama babak grup, Azzuri justru kalah 1-2 dari Kroasia dan ditahan imbang Meksiko 1-1. Untungnya hasil ini tetap membawa mereka ke fase gugur.
Karena hal ini, taktik Trapattoni langsung dipertanyakan. Tak mau mendulang kekecewaan, ia mengubah susunan pemain, dan berusaha mencari komposisi terbaik dari skuad yang ia bawa.
Meski demikian, suporter Italia sebenarnya lebih kesal dengan keputusan wasit. Di laga menghadapi Kroasia dan Meksiko, ada empat gol yang dianulir, dengan tiga di antaranya dianggap keputusan yang salah.
Suporter Italia menganggap ini sebagai dari konspirasi yang dibuat Presiden FIFA, Sepp Blatter, untuk menyingkirkan Italia. Soalnya, ada friksi antara dirinya dengan Wakil Presiden FIFA, Antonio Matarrese, yang berasal dari Italia.
Kesialan Bertemu Korea
Italia pernah bertemu dengan Korea pada Piala Dunia 1966. Hasil yang mereka raih amat buruk. Dan hal ini yang dimanfaatkan media Korea Selatan. Meski, Korea yang dihadapi Italia pada 1966 adalah Korea Utara, tapi mereka membagi kenangan atas kesuksesan tersebut.
Baca juga: Italia di Piala Dunia 2002 (1): Mimpi Buruk yang Berulang dari 1966
Ini yang dilakukan oleh para suporter. Saat kedua tim masuk lapangan jelang kick off, suporter mengangkat spanduk bertuliskan “Again 1966”.
Sial buat Italia karena secara komposisi tim, mereka sedang tak bagus. Nesta cedera sementara Cannavaro mendapatkan akumulasi. Meski begitu, Italia masih favorit. Pemerintah Korea Selatan bahkan mengimbau para pendukungnya untuk tak berlaku di luar aturan bila hasil pertandingan tak sesuai keinginan mereka.
Korea Selatan melawan. Dengan formasi 3-4-3, Hiddink menginstruksikan para penyerang mereka terus menekan, sementara para gelandang mengalirkan bola ke sayap di setiap ada kesempatan untuk melakukan serangan.
Petaka terjadi saat pertandingan baru empat menit berjalan. Christian Panucci dianggap menjatuhkan Seol Ki-hyeon di dalam kotak penalti dan wasit menganggapnya pelanggaran. Untungnya, Buffon berhasil menepis tendangan Ahn Jung-hwan tersebut.
Italia mengambil alih keunggulan lewat sundulan Vieri memanfaatkan umpan tendangan sudut di pertengahan babak pertama. Setelahnya, Korea Selatan tak mengendurkan serangan.
Italia juga membuat banyak peluang. Namun, bola tendangan para pemain mereka umumnya melambung atau melebar dari gawang. Tidak ada gol yang tercipta bagi Italia di babak kedua.
Sampai akhirnya, pada menit ke-88, Korea Selatan berhasil menyamakan kedudukan. Prosesnya, bola diumpan ke dalam kotak penalti dan mengarah pada Christian Panucci. Namun, Panucci justru terjatuh dan bola memantul ke arah Seol Ki-hyeon yang kemudian mencetak gol penyama kedudukan.
Pertandingan bergulir hingga perpanjangan waktu. Sempat mengira akan berakhir dengan adu penalti, sampai pada menit ke-117, Lee Young-pyo mengirim umpan silang dari sisi kiri. Ahn Jung-hwan ada di sana bersama Paolo Maldini, yang lebih tinggi delapan senti. Namun, Jung-hwan tetap melompat mengarahkan bola ke pojok gawang Italia.
Dicurangi Wasit?
Korea Selatan memang memenangi pertandingan itu. Akan tetapi para penonton, termasuk suporter Italia sendiri tahu kalau kekalahan itu bukan karena pemain mereka. Saat mendarat di Bandara Malpensa, tidak ada lemparan tomat busuk. Para penggemar Italia justru menyambut mereka dengan tepuk tangan.
Publik Italia menganggap kalau timnas mereka tidak kalah begitu saja. Mereka kalah karena satu orang bernama Byron Moreno, wasit mengesalkan dari Ekuador.
Media Italia menganggap mereka dicurangi. Fokusnya sama: wasit.
Hal serupa juga diungkapkan Menteri Kabinet Italia, Franco Frattini: “Wasitnya memalukan, benar-benar memalukan. Aku tak pernah melihat pertandingan seperti ini. Sepertinya mereka hanya duduk mengelilngi meja dan memutuskan untuk mengusir kita.”
Keputusan yang dibuat Moreno memang tidak berkualitas. Akan tetapi ada dua insiden spesifik di perpanjangan waktu yang membuat Italia marah.
Yang pertama adalah kartu merah Francesco Totti. Awalnya, Totti yang sudah mendapatkan kartu kuning, terjatuh setelah ditekel Song Chong-gug di dalam kotak penalti. Moreno menganggap kalau Totti diving. Padahal ada kontak di antara kedua pemain. Moreno pun memberi kartu merah buat pemain AS Roma tersebut.
Keputusan kedua adalah ketika wasit menganggap Damiano Tommasi berada dalam posisi offside. Padahal, saat itu ia tengah bebas tak terkawal. Dalam tayangan lambat terlihat kalau wasit salah memberikan keputusan.
Ada momen lain seperti tekel dua kaki Choi Jin-cheul pada Gianluca Zambrotta dan siku Kim Tae-young yang bikin wajah Del Piero mengucurkan darah. Akan tetapi wasit tak memberi kartu merah untuk dua momen itu.
Ada sejumlah rumor usai Piala Dunia berakhir. Konon, Moreno berlibur di Amerika Serikat dan membeli mobil baru setelahnya. Meski demikian, Moreno selalu mengelak kalau dirinya membuat keputusan yang salah di laga Italia vs Korea Selatan.
TV RAI Italia menuntut FIFA karena mereka kehilangan banyak uang dari iklan usai Italia tersingkir di Piala Dunia. Namun, mereka memutuskan untuk mendatangkan Moreno dan mengisi program acara mereka. Isi dari program tersebut bisa diduga: pembalasan dendam. Moreno dipermalukan sedemikian rupa dan bikin masyarakat Italia senang karenanya.
Sumber: The Guardian