Musim panas 1995, ‘Negeri Pizza’ Italia gempar oleh seorang anak muda asal Portugal. Gara-gara sang pemain, hubungan dua klub besar di Serie A masa itu, jadi semakin keruh. Dialah Luis Figo, yang membuat peseteruan Juventus dan Parma semakin membara kala itu. Apalagi kalau bukan karena kedua klub tersebut memperebutkan tanda tangan pemain yang belum genap berusia 23 tahun itu.
Sepanjang musim sebelumnya, Figo tampil ciamik bersama Sporting CP, klub yang menempa skill-nya sejak usia 13 tahun. Pada musim 1994/1995 itu, dia membuat 36 penampilan dengan 11 gol di semua kompetisi dan membantu klub meraih Piala Portugal, trofi pertama dalam karier seniornya, menyusul gelar juara dalam Kejuaraan Eropa U-16 1989 dan Piala Dunia FIFA U-20 1991 bersama tim nasional.
Makanya, tidak heran jika banyak klub raksasa Eropa yang terpukau dengan kemampuannya. Namun, masa depan Figo malah sampai pada situasi di mana ada dua klub yang sama-sama mengklaim telah berhasil merekrutnya. Kedua klub itu adalah Juventus dan Parma, yang kemudian berseteru hebat, hingga akhirnya Figo menerima hukuman larangan tak boleh gabung ke klub Italia selama dua tahun.
Persaingan Panas
Sebenarnya, Juventus dan Parma sudah terlibat dalam persaingan panas di Serie A sejak awal musim 1994/1995 itu. Skuat I Gialloblu yang dimotori gelandang Dino Baggio dan Gianfranco Zola di depan tampil perkasa kala itu. Sebagai salah satu penantang juara liga, mereka mengawali musim dengan baik hingga memimpin klasemen sejak pekan tiga, dan tak pernah keluar lagi dari posisi dua besar.
Sementara Juventus sempat tercecer di papan tengah, sebelum berhasil merebut posisi satu dari Parma beberapa pekan kemudian, dan tak pernah turun lagi sejak pekan 16. Sejak itu, kedua tim bersaing di puncak klasemen, hingga tiga pekan sebelum akhir musim I Bianconeri memastikan sang musuh tak bisa lagi mengejar mereka setelah menghancurkannya dengan skor 4-0 di Delle Alpi, Turin.
Kemenangan telak pada 21 Mei 1995 yang membuat Juventus sukses menyegel gelar Scudetto ke-23 mereka itu, sekaligus menjadi pembalasan atas kekalahan mereka beberapa hari sebelumnya. Skuat Marcelo Lippi yang dipimpin Roberto Baggio bertekuk lutut dari Parma di final Piala UEFA dengan agregat 2-1, setelah kalah 1-0 di markas lawan pada leg pertama sebelum kemudian ditahan imbang.
Tak cukup sampai di situ, Juventus kembali membalas Parma dengan menghancurkan mereka di final Coppa Italia beberapa pekan kemudian. Mereka menang 1-0 pada leg pertama di kandang, sebelum berpesta 0-2 pada leg kedua di Ennio Tardini, di hadapan para pendukung sang musuh. Di momen itu pula, Alessandro Del Piero mulai dikenal dengan jersey keramat bernomor 10, menggantikan Baggio.
Barcelona yang Mujur
Keluar dari lapangan, ternyata persaingan Juventus dan Parma masih terus berlanjut, kali ini di bursa transfer musim panas 1995. Kedua klub rupanya sama-sama tertarik pada Figo, bintang muda yang tengah bersinar. Mereka pun balapan untuk mendapatkan tanda tangan sang pemain. Apalagi, saat itu klub pemiliknya, Sporting sudah memutuskan untuk melego Figo demi keuntungan finansial.
Namun, tiba-tiba muncul masalah, bermula dari sikap Sporting yang menyetujui penjualannya ke Juventus secara diam-diam; mungkin karena hubungan klub dan sang pemain sudah memburuk. Begitu mengetahuinya, Figo pun marah, dan malah membalas dengan menandatangani kesepakatan pra-kontrak dengan Parma. Alhasil kedua klub sama-sama mengklaim berhak atas bakat sang winger.
“Kontrak saya dengan Sporting hampir berakhir dan klub tersebut belum melakukan apa pun untuk penandatanganan kontrak baru,” ungkap Figo dalam wawancara dengan Four Four Two pada 2017. “Mereka mencapai kesepakatan dengan Juventus untuk mentransfer saya, tetapi saya marah ketika mengetahuinya dan saya menandatangani kontrak dengan Presiden Parma, Giambattista Pastorello.”
“Itu adalah satu-satunya kontrak yang benar-benar saya tandatangani; apa yang saya tandatangani dengan Juventus seharusnya bukan kontrak yang sah. Tapi Luciano Moggi (Direktur Juventus saat itu) berhasil ‘melarang’ saya main di Italia selama dua tahun. Mungkin itu adalah momen keberuntungan saya, karena pada akhirnya saya pergi ke Barcelona,” kata Figo lagi menjelaskan permasalahannya.
Ya, akhirnya semua kesepakatan itu dibatalkan, sedang Figo dihukum larangan bermain untuk klub Italia selama dua tahun. Dan, Barcelona yang mujur, karena kemudian mendapatkan sangat pemain dengan biaya 2,25 juta paun. Sebagai pengganti Michael Laudrup di Camp Nou, Figo akhirnya meraih sukses besar dengan meraih tujuh trofi dalam lima musim, sebelum dibajak Real Madrid pada 2000.
Akhirnya Pindah ke Italia
Setelah lima musim luar biasa bersama Madrid; yang juga diawali dengan transfer kontroversial, Figo pun mewujudkan apa yang pernah gagal terjadi sepuluh tahun silam. Di usia menjelang 33 tahun, dia akhirnya pindah juga ke Italia. Pemain kelahiran 4 November 1972 itu bergabung dengan Inter Milan, dan membantu klub memenangkan Scudetto empat musim beruntun sebelum pensiun pada 2009.
Sumber: Four Four Two, The Football Faithful, Juventus,