Menakar Masa Depan Rafael Benitez dengan Everton

Rafael Benitez menjadi pelatih permanen Everton yang kelima dalam lima tahun terakhir. Ia menggantikan Carlo Ancelotti yang mundur dan memilih pindah ke Real Madrid pada musim panas ini.

Tugas Benitez jelas tidak mudah. Ia menangani klub yang punya ambisi tinggi untuk setidaknya menembus persaingan Eropa. Soalnya, musim lalu, Everton dengan segala rekrutan mahalnya, hanya bisa duduk di peringkat ke-10.

Di sisi lain, Benitez juga punya prestasi mentereng bersama klub sebelumnya. Ia pernah membawa Valencia juara dua kali La Liga, dan yang paling terkenal adalah kisahnya bersama Liverpool kala menjuarai Liga Champions musim 2004/2005 serta menjuarai Divisi Championship bersama Newcastle United pada 2016/2017.

Di Everton, buat urusan transfer, Benitez bekerja sama dengan direktur sepakbola, Marcel Brands, sama seperti yang dulu dilakukan Ancelotti. Baik Benitez maupun Brands memantau target transfer, untuk kemudian dikerjakan oleh Brands sampai transfernya berhasil.

Meski demikian ada masalah dalam hal masa lalu Benitez sebagai nahkoda Liverpool. Tidak sedikit fans yang sulit menerima Benitez. Pun dengan Benitez yang sulit untuk memenangi hati para penggemar Everton.

Meski demikian, ada dua cara untuk bisa mengatasinya. Cara pertama sudah dilakukan yaitu tetap membiarkan Duncan Ferguson untuk menjadi asisten manajer. Karena sebagai legenda klub, Ferguson akan mendapatkan rasa hormat dari para penggemar. Cara kedua adalah dengan bekerja dengan baik di bursa transfer.

Saat bersama Anceloti, Brands mendapatkan kemudahan dari reputasinya sebagai pelatih top. Karena tentu tak masuk akal James Rodriguez mau bermain buat Everton, karena sebelumnya ia bermain buat Real Madrid dan Bayern Munchen. Pun dengan Allan yang pindah ke Everton mengikuti jejak mantan pelatihnya itu di Napoli.

Everton tak akan menargetkan James dan Allan. Di sisi lain, akan masuk akal kalau The Toffees merekrut Abdoulaye Doucoure atau Ben Godfrey. Doucoure didatangkan dari Watford dan menjadi kunci Everton di lini tengah sepanjang musim lalu. Saat pemain berkebangsaa Prancis itu absen, lini tengah Everton terasa lamban dan kurang menyerang.

Sementara itu, kemampuan Godfrey main di sejumlah posisi di lini pertahanan, menjadi vital buat Everton yang kurang dalam kedalaman skuad. Mantan pemain Norwich ini menjadi rekan yang ideal buat Yerry Mina di bek tengah, tapi bisa juga dimainkan sebagai fullback.

Ini menunjukkan perekrutan Everton sebenarnya bisa saja sukses tanpa harus bertumpu pada manajer bernama besar, agar pemain top bisa bergabung.

Saat mendatangkan Benitez, Everton menunjuk manajer yang bisa melanjutkan era Ancelotti. Gaya mainnya sama: fokus pada pertahanan yang kuat, tapi punya penyerangan yang bagus asal diisi pemain yang tepat.

Benitez pun menyebut kalau bersama Everton, ia ingin mengulangi yang ia lakukan di Real Madrid. Ia ingin sepakbola yang seimbang dan kompetitif.

“Anda harus bersaing. Kami akan mencoba untuk memiliki tim yang memiliki keseimbangan—menyerang dan bertahan—dan memastikan bahwa Anda dapat bersaing dengan siapa pun.”

Sama seperti Ancelotti, Benitez juga punya nama besar yang bikin pemain lain ingin bergabung. Ini bisa menjadi inspirasi bagi Brands untuk dipertimbangkan.

Saat ditanya soal peran direktur sepakbola, Benitez bilang kalau dia memang sudah terbiasa. Apalagi saat melatih di Spanyol, ia hampir selalu berhubungan dengan direktur sepakbola.

“Brands adalah seorang profesional, aku juga seorang profesional, kami akan bekerja bersama, kami akan terus berbicara, menyusun pertemuan, bicara soal gagasan untuk masa depan dan soal pemain,”

“Komunikasi harus terjadi lalu kami harus bicara sepanjang waktu. Aku sudah berkomunikasi dengannya. Aku punya rencana. Aku tahu para pemain dan aku melakukan risetku sendiri dan kini aku punya semua informasi dari mereka.”

Data ini yang kemudian dikumpulkan lalu mereka akan menganalisis setiap pemain. Keputusan tidak selamanya benar, tapi kalau dikerjakan bersama-sama, mereka akan mencoba untuk membuat keputusan yang tepat.

Melihat daftar pelatih Everton dalam beberapa tahun terakhir, tentu menjadi sulit buat mereka untuk menemukan ciri khas dan filosofi. Soalnya, tiap pelatih punya egonya masing-masing.

Untuk itu, klub harus memiliki filosofinya sendiri yang diantarkan direktur sepakbola, lalu dieksekusi di atas lapangan oleh pelatih. Proses ini harusnya tidak terganggu saat pelatih berganti. Soalnya, klub harus menetapkan filosofi saat mengontrak manajer.

Sayangnya, Everton tampaknya belum berada pada fase ini.

Ini terlihat dari perekrutan di era Ancelotti. Pertanyaannya adalah apakah Everton membutuhkan James Rodriguez? Atau justru pemain seperti Doucore dan Godfrey-lah yang mereka butuhkan. Nama besar semestinya tidak melulu jadi pertimbangan, karena target utamanya adalah prestasi menuju persaingan di Eropa.

Ini juga jadi tantangan buat Brands karena baik Ancelotti dan Benitez punya egonya sendiri. Menjadi lebih mudah sebenarnya buat Brands untuk bekerja sama dengan “kepala pelatih” ketimbang “manajer”.

Soal permainan, Benitez tampaknya akan meminta pemainnya menerapkan gaya bermain yang bekerja keras. Mereka akan tampil lebih menyerang utamanya di pertandingan kandang.

Dinamika antara Benitez dengan Brands serta Benitez dengan para penggemar akan diuji di Premier League. Ditambah lagi dibolehkannya suporter kembali ke stadion, bikin sejumlah hal akan punya pengaruh besar ke depannya.

Kalau dinamikanya berjalan positif, bukan tidak mungkin Everton bisa meraih tujuan utamanya. Namun, kalau berjalan ke arah negatif, Everton mungkin bukan butuh pelatih baru, tapi klub perlu punya filosofi yang jelas.

Sumber: Forbes