Lewat format play-off, ada satu hal yang dinantikan ketika juara Divisi Championship bahkan sudah ketahuan. Hal itu adalah juara play-off yang akan menemani peringkat pertama dan kedua untuk promosi ke Premier League.
Hal ini diungkapkan oleh pengamat sepakbola, Teguh R. Sutasman, ketika berbincang bersama redaksi Ligalaga.id terkait format kompetisi Divisi Championship.
“Setiap tahun selalu ada kejutan. Bahkan, euforia-nya juara Championship itu, kalah sama euforia juara play-off. Karena tim itu harus melewati 46 pertandingan reguler di liga, dengan total 49 bila ia melangkah ke final play-off,” kata Teguh.
49 pertandingan ini hanyalah yang dilakoni di liga, belum termasuk dengan kompetisi cup nasional seperti Piala FA dan Piala Liga Inggris. “Bayangkan, selelah apa mereka,” ungkap Teguh.
Secara jadwal, Divisi Championship pun lebih padat ketimbang Premier League. Mereka memulai liga lebih dulu ketimbang EPL. Pun ketika Premier League sudah berakhir, Divisi Championship biasanya masih menyisakan pertandingan.
Padatnya jadwal pertandingan membuat jeda antar-pertandingan menjadi lebih singkat. Teguh mencontohkan pada Desember lalu, saking padatnya, Leeds United bermain setiap tiga hari selama dua minggu. Di sisi lain, padatnya jadwal bikin pusing tim pelatih karena pemain yang bisa didaftarkan hanya 25 pemain.
“Bisa dibayangkan obstacle atau kesulitan tim di Championship itu susah karena padat pasti cedera dan stamina terkuras. Yang uniknya lagi, ada sejumlah pembatasan yang bikin pusing sekaligus jadi seru,” kata Teguh.
Yang dimaksud pembatasan tersebut adalah aturan Financial Fair Play (FFP). Aturan ini bahkan sudah diterapkan di Divisi Championship. Akibatnya, tak sedikit klub yang menerima sanksi karena melanggar aturan FFP. Contohnya, Bolton yang turun ke League One dengan tambahan sanksi minus 12 poin.
“Hukumannya memang tidak main-main. Selain disanksi transfer, juga pengurangan poin. Jadi, ini bikin Divisi Championship benar-benar kompetitif,” tutur Teguh.
Yang dimaksud Teguh bukan cuma kompetitif di atas lapangan, tapi juga secara keuangan. Pasalnya, pemasukan klub dari siaran televisi tidak sebesar yang didapat tim Premier League.
Bicara soal ketahanan, contoh terbaiknya adalah Leeds United yang sempat memuncaki klasemen Divisi Championship. Namun, usai tahun baru, mereka tersalip hingga terpeleset ke peringkat ketiga. Di semifinal babak play-off Leeds bahkan kalah dari Derby County yang saat itu dimanajeri Frank Lampard.
Siapa yang lolos dari babak play-off? Jawabannya Aston Villa. Padahal, di klasemen mereka hanya menempati peringkat keenam. Mereka berjarak sembilan poin dari Leeds di peringkat ketiga.
Musim ini, tabel klasemen Divisi Championship pun begitu menarik. Di peringkat keenam ada Preston dengan 56 poin hingga pekan ke-36. Ia hanya berjarak 11 poin dari Reading di peringkat ke-16. Di sisi lain, liga masih menyisakan 10 pertandingan. Artinya, empat pertandingan tak menyapu bersih kemenangan, Reading bisa menyalip Preston di peringkat keenam.
Ketatnya kompetisi di Divisi Championship membuat liga ini kian menarik. Selain soal ketahanan, mereka juga perlu skema pembiayaan yang baik. Membuang uang malah bisa bikin mereka kena aturan FFP yang ujung-ujungnya merugikan tim. Di sisi lain, kalau menghemat, mereka akan kesulitan bersaing dengan tim yang secara materi pemain lebih baik.
Jadi, sudah mulai tertarik menyaksikan Divisi Championship?