Pada 2006, Sam Allardyce menjadi kandidat teratas untuk menggantikan Sven Goran Eriksson untuk menjadi pelatih timnas Inggris. Ketika itu, Eriksson memutuskan untuk berhenti usai Piala Dunia.
Kala itu, Allardyce dikenal karena membawa Bolton Wanderers dari kesebelasan Divisi Championship, menjadi kesebelasan papan tengah Premier League. Kemampuannya mengelola pemain juga tak perlu diragukan. Ia yang mengorbitkan Eidur Gudjohnsen, Jussi Jaaskelainen, hingga membawa kapten timnas Nigeria, Jay-Jay Okocha.
Pada musim 2005/2006, Bolton mencapai fase gugur UEFA Cup dan finis di peringkat kedelapan Premier League. Capaian bagus ini membuat Federasi Sepakbola Inggris, FA, memasukkan namanya ke dalam daftar empat calon pelatih timnas Inggris bersama Alan Curbishley, Steve McClaren, dan Martin O’Neill. Allardyce sudah lolos seleksi hingga menyisakan dirinya dengan McClaren. Namun, FA justru memilih McClaren yang sepanjang kariernya saat itu baru menangani Middlesbrough.
Keputusan FA tersebut membuat Allardyce frustrasi bahkan hingga hari ini. Pasalnya, ia menganggap “kekalahannya” dari McClaren justru disebabkan karena FA itu sendiri; lebih tepatnya karena FA tak punya infrastruktur yang dibutuhkan Allardyce untuk membuat presentasi yang layak.
Allardyce bercerita saat itu ia menuangkan semua pemikirannya lewat PowerPoint. Ia bahkan menaruh semua detail kecil di slide presentasi tersebut. Tidak ada yang salah sampai ia diberitahu Brian Barwick, CEO FA saat itu.
“Tapi kemudian Brian Barwick, CEO, bilang padaku kalau tak ada fasitias PowerPoint di tempat wawancara. Jadi aku harus mencetak hard copies-nya untuk panel. Sebegitunya untuk FA yang (dikenal) progresif,” tutur Allardyce.
Yang membuat Allardyce kesal adalah ia percaya kalau di antara tiga kandidat lainnya, ia adalah yang terbaik. Dia pun merasa bisa memberikan yang terbaik atas apa yang orang-orang menyebutnya sebagai pekerjaan yang mustahil.
“Aku seharusnya mendapatkannya, dan karena aku adalah manajer yang lebih baik sekarang ketimbang dulu, aku percaya aku harus ikut lagi andai pekerjaan itu ada lagi. Itu bukan kesombongan atau penuh dengan kepentingan pribadi. Rekam jejak saya-lah yang membuat saya layak dipertimbangkan,” ungkap Allardyce.
“Aku ambisius dan aku masih menginginkan pekerjaan sebagai pelatih timnas Inggris, tapi aku cuma punya peluang kecil meskipun kini saya lebih siap untuk melakukannya.”
Baca juga: Bagaimana Proses Klub Sepakbola Saat Merekrut Manajer?
Pentingnya Presentasi
Sebelum direkrut, merupakan hal yang umum bagi manajer untuk melakukan presentasi. Bahkan beberapa kesebelasan menuntuk presentasi yang detail dalam wawancara tersebut, utamanya mengungkapkan rencana jangka pendek dan jangka panjang. Tidak cukup untuk sekadar menawarkan ide yang samar atau sekadar janji-janji. Diperlukan hal yang pasti agar manajemen klub teryakinkan.
Ini yang dilakukan oleh Marcelo Bielsa ketika diwawancara oleh manajemen Leeds. Ia mengaku sudah menyaksikan setiap menit kesebelasan Divisi Championship bertanding di musim lalu. Memang ini terdengar berlebihan, tapi untuk sekelas Bielsa, ia menunjukkan kerja keras dan kemauan yang luar biasa besar. Padahal, nama besarnya saja sudah dianggap cukup untuk mengelola kesebelasan seperti Leeds.
Hal ini juga dilakukan Brendan Rodgers sebelum ia menjadi manajer Watford. Pria berkebangsaan Irlandia Utara ini punya dokumen dan buku catatan yang berisi tentang apa yang akan ia lakukan dan bagaimana cara ia melakukannya. Dengan sumber seperti ini, ia disebut-sebut menghadirkan presentasi yang luar biasa di hadapan manajemen Watford pada 2008.
Meskipun demikian, tentu manajer juga manusia. Dan sebagaimana pencari kerja lainnya, ia bisa saja menghadirkan wawancara yang buruk. Salah satunya yang Allardyce tadi; bukan dia yang mengacaukan tapi FA yang kelewat buruk karena kelas sekolah di kota-kota besar Indonesia saja sudah punya fasilitas untuk presentasi PowerPoint. Huft.