Loyalitas adalah barang mewah di era modern saat ini. Sepakbola menuntut sesuatu yang instan dan dinamis. Nominal besar bukanlah masalah bagi klub-klub kaya. Pergantian manajer karena hasil minor seringkali dilakukan tanpa melihat proses yang dilakukan. Beberapa hari yang lalu klub Ligue 1, Bordeaux resmi memecat manajer mereka, Jocelyn Gourvennec, pasca hasil minor yang mereka raih karena hanya meraih 2 kemenangan sejak Oktober.
Bordeaux tidak perlu waktu lama untuk mencari pengganti Gourvennec. Gus Poyet resmi ditunjuk menjadi manajer. Namun, kejutan terjadi. Jeremy Toulalan mengundurkan diri dari klub pasca peresmian Poyet menjadi manajer tim.
Spekulasi bermunculan tentang penyebab Toulalan mengundurkan diri, sebagai pemain yang cukup senior dan berpengaruh di klub. Toulalan memang baru pindah dari AS Monaco musim lalu, tapi perannya tak tergantikan. Sebanyak 61 penampilan dicatatkan pemain berusia 34 tahun ini, bahkan didaulat menjadi wakil kapten.
Mundurnya Toulalan kemudian terungkap. Jeremy Toulalan merasa frustrasi dan kecewa dengan klub pasca dipecatnya Gourvennec. Presiden klub, Stéphane Martin, menjelaskan adanya keberpihakan Toulalan kepada Gourvennec.
“Saya tidak terkejut, ketika permainan kami mulai menurun, dia (Toulalan) dengan tegas menyatakan kepercayaannya terhadap Gourvennec”, dikutip dari sport365.fr.
Namun, benarkah hanya solidaritas yang menyebabkan pemain senior sekaliber Toulalan, yang telah malang melintang di Eropa, memilih mundur dari sebuah klub?
Faktor lain yang membuat Toulalan memilih mundur adalah adanya disorganisasi di dalam tim. Pasca kekalahan melawan Caen, tiga pemain Bordeaux, Jonathan Cafu, Otávio, dan Malcom, mengunggah video di Instagram di mana mereka bersanda gurau dengan pasangan mereka di stadion pasca kekalahan.
Kecaman datang dari para suporter yang menyatakan sikap mereka “bodoh dan tidak menunjukkan hal yang terpuji”. Klub pun mendenda mereka sebagai hukuman karena tidak adanya respect dan kedewasaan.
Malcom sendiri yang dikabarkan akan bergabung dengan Arsenal musim depan, memberikan permintaan maaf secara resmi. Di sisi lain, Toulalan merasa tidak adanya wujud professional dalam klub yang membuat ia memutuskan untuk mengundurkan diri; sebuah gestur yang menuai banyak pujian dari suporter klub.
Baca juga: Malcom, Penerus Neymar yang Butuh Liga Champions
Jeremy Toulalan memang merupakan sosok yang sangat disiplin dan profesional. Semenjak bermain di Lyon hingga Monaco, ia selalu diberikan jabatan sebagai kapten ataupun wakil kapten di lapangan.
Manuel Pellegrini yang sempat menanganinya di Malaga memuji Toulalan sebagai sosok pemimpin yang selalu mengarahkan rekan-rekannya. “Fantastis, kehadirannya memudahkan saya dalam koordinasi di lapangan. Visinya luas untuk tim. Ia adalah sosok yang menyenangkan untuk diajak bekerjasama,” tutur Pellegrini pada 2012 lalu.
Kedewasaan dan profesionalismenya dibawa hingga ke Monaco. Dalam dua musim Toulalan juga menjadi wakil kapten dari Falcao. Kini, setekah mundurnya Toulalan, tekanan bagi pihak pemain cukup besar. Suporter menyatakan kekecewaan terhadap pemain usai dilumat PSG 6-2 dan dibantai Strasbourg 3-0 di kandang sendiri. Puncak dari buruknya penampilan Bordeaux adalah saat ditekuk Caen.
Malcom mendapat sorotan karena penampilannya yang buruk. Ini bisa saja tak lepas karena ia sudah menjadi target sejumlah kesebelasan seperti Manchester United, Arsenal, dan Tottenham Hotspur. Di musim ini, ia membuat sejumlah kontroversi yang puncaknya saat Gourvennec menegurnya karena terlambat berlatih dan bermain buruk ketika menghadapi Montpellier pada Desember sebelum Natal.
Bordeaux sendiri juga dalam tekanan cukup besar. Gus Poyet yang ditunjuk menjadi manajer tim, sebenarnya merupakan pilihan kedua. Incaran utama sebenarnya adalah manajer Club Brugee, Michel Preud’homme. Namun, pemilik saham mayoritas Bordeaux, Nicolas de Tavernost, keberatan dengan biaya 750.000 Euro sebagai kompensasi.
Penunjukkan Gus Poyet sendiri dianggap cukup kontroversial. Meskipun sempat berprestasi membawa Sunderland lolos dari degradasi, Gus Poyet sendiri kemudian dipecat setelah hasil buruk pada musim 2014/2015. Poyet kemudian menangani AEK Athens, Real Betis, dan Shanghai Shenhua dengan catatan minor. Semua memecat Gus Poyet karena hasil buruk yang dialami, Betis misalnya memecat Poyet pasca berada di dasar klasemen musim lalu, sedangkan di China, Poyet gagal membawa Shanghai Shenhua yang diperkuat Carlos Tevez gagal menembus papan atas liga.
Baca juga: Tidak Ada Pribumi di Sepakbola Prancis
Kini Jeremy Toulalan dalam status free agent dan diincar sejumlah klub. Claudio Ranieri yang kagum pada sosoknya mengincarnya untuk memperkuat Nantes di Ligue 1. Ranieri sendiri menyatakan kebutuhannya kepada sosok pemimpin dari pemain muda dan menjadi jendral di lapangan, yang menurutnya Toulalan adalah sosok yang tepat untuk itu.
Jeremy Toulalan merupakan contoh, bagaimana profesionalitas adalah hal penting yang harus dimiliki seseorang apapun pekerjaan yang dilakukan, tidak tergiur oleh gemerlap dunia dan tetap merendah untuk menjaga kualitas sebagai seorang individu.