Para Kapten Peraih Trofi Piala Dunia (2)

Pada bagian pertama, redaksi sudah menampilkan beberapa kapten yang mengangkat tropi Piala Dunia saat masih bernama Jules Rimet Cup. Pada bagian kedua ini, kita akan melihat siapa saja kapten pengangkat trofi Piala Dunia versi baru buatan seniman asal Italia, Silvio Gazzaniga.

1974 – Franz Beckenbauer

Sang Kaisar sudah menjadi pilihan utama di jantung pertahanan Jerman sejak Piala Dunia 1966 ketika usianya belum genap 21 tahun. Kepemimpinannya saat itu sudah terlihat meski gagal membawa Jerman Barat juara karena dikalahkan Inggris. Selain cakap dalam bertahan, Beckenbauer juga pandai dalam menginisiasi serangan.

Di ajang empat tahunan ini, ia sudah mencetak empat gol yang menjadi catatan terbaik seorang pemain belakang. Setelah hanya menjadi juara tiga di Meksiko 1970, ia akhirnya menjadi kapten pertama yang mengangkat tropi Piala Dunia versi baru setelah membawa Tim Panser mengalahkan Belanda di final 1974.

1978 – Daniel Passarella

Bisa dibilang Daniel Passarella adalah salah satu bek terbaik yang pernah dimiliki Argentina. Ia punya kaki kiri yang mematikan, sundulan yang berbahaya serta tajam di depan gawang. 140 gol adalah catatan yang terbilang mustahil untuk dilakukan seorang bek tengah.

Prestasi tertinggi seorang Passarella tentunya adalah ketika dirinya menjadi orang pertama Argentina yang mengangkat tropi Piala Dunia. Tidak hanya itu, ia juga menjadi bagian dari kesuksesan tim Tango memenangi gelar kedua mereka delapan tahun berselang meski saat itu ia sudah tidak lagi menjabat sebagai kapten.

1982- Dino Zoff

Ia sering disebut-sebut sebagai kiper terbaik dunia bersama Lev Yashin dan Gordon Banks. Zoff sudah memperkuat Italia sejak mereka menjuarai Piala Eropa 1968. Akan tetapi, ia tidak pernah mujur ketika berlaga di Piala Dunia. Barulah di usianya yang ke-40 pada 1982, Zoff merasakan nikmatnya menjuarai Piala Dunia. Ia menjadi bagian dari solidnya taktik cattenacio ala Enzo Bearzot.

Mengalahkan Jerman Barat 3-1 di final, Zoff menjadi kiper kedua yang mengangkat Piala Dunia setelah seniornya Giampiero Combi. Saat perjalanan pulang, Zoff asyik bermain kartu di depan tropi berlapis emas tersebut bersama rekannya Franco Causio, pelatih Bearzot, serta Presiden italia Sandro Pertini

1986 – Diego Maradona

Pada 1978, Maradona dicampakkan karena terlalu muda. Empat tahun berselang, Diego masih pemain biasa-biasa saja di timnas. Barulah pada 1986 nama Maradona meledak dalam turnamen yang diselenggarakan di Meksiko. El Pibe de Oro menjadi ikon setelah era Passarella dan Mario Kempes berakhir. Dua golnya ke gawang Inggris membuat namanya dipuja bak dewa. Kegemilangannya diteruskan hingga partai final saat mengalahkan Jerman Barat 3-2.

1990 – Lothar Matthaeus

Bersama Antonio Carbajal (Meksiko), Matthaeus adalah pemilik rekor sebagai pemain yang lima kali ikut serta dalam lima Piala Dunia (1982, 86, 90, 94, dan 98). Pada 1986, ia merasakan final Piala Dunia pertamanya. Namun saat itu, ia kalah bersinar dibanding Maradona.

Empat tahun berselang, barulah ia bisa membalaskan dendamnya terhadap tim Tango dengan mengalahkan mereka 1-0 di Stadion Olimpico. Meski berposisi sebagai bek, Matthaeus sanggup mencetak empat gol. Namanya sejajar dengan pemain lain macam Gary Lineker dan Roger Milla.

1994 – Dunga

Nama Dunga sebenarnya kurang bersinar jika dibandingkan dengan pemain Samba lain macam Pele, Ronaldo, maupun Romario. Akan tetapi, pada kejuaraan di Amerika Serikat 1994, Dunga menjadi pelindung di lini tengah skuad asuhan Carlos Alberto Pareira tersebut.

Yang menarik, Dunga sejatinya bukanlah kapten utama Brasil saat itu. Parreira saat itu lebih memilih Rai sebagai kapten alih-alih Dunga. Namun, nama Dunga yang akhirnya dipilih dan membawa Brasil meraih kejayaan.

1998 – Didier Deschamps

Tugas seorang Deschamps saat itu terbilang berat. Ia harus menyatukan skuat Prancis yang saat itu diisi pemain matang macam Zidane, pemain muda yang diwakili Henry, dan Trezeguet, serta pemain yang berlatar belakang imigran seperti Marcel Dessaily dan Lilian Thuram. Pria yang sekarang menjadi manajer Tim Ayan Jantan tersebut akhirnya berhasil mengangkat Piala Dunia pertama mereka sebelum dilanjutkan dengan meraih gelar Piala Eropa dua tahun berselang.

2002 – Cafu

Pemain bernama lengkap Marcos Evangelista de Moraes ini sebenarnya bukanlah kapten utama pilihan Luiz Felipe Scolari. Felipao lebih memilih Emerson alih-alih Cafu. Akan tetapi, Emerson cedera saat latihan yang membuat ban kapten terus melingkar di lengan pemain yang memiliki kecepatan yang mumpuni tersebut.

Sepanjang turnamen di Korea-Jepang, Cafu menunjukkan penampilan yang solid dan berkontribusi cukup besar dalam serangan tim Samba. Ia juga menjadi pemain yang mampu meraih dua gelar Piala Dunia (1994 dan 2002) hanya dalam tiga kesempatan.

2006 – Fabio Cannavaro

Dirundung masalah pengaturan skor di negerinya, Italia justru keluar sebagai juara Piala Dunia Jerman 2006. Itu semua berkat andil seorang Fabio Cannavaro di lini belakang Azzurri. Meski teman duetnya kerap berganti dari Alessandro Nesta, Andrea Barzagli, hingga Marco Materazzi, namun berkat Canna lah lini belakang Italia hanya menderita dua gol sepanjang turnamen. Setelah mengangkat gelar Piala Dunia, manajer Guanzhou Evergrande ini kemudian mendapat gelar pemain terbaik dunia di akhir tahun.

2010 – Iker Casillas

Mengawali turnamen dengan kebobolan, Iker Casillas kemudian mampu menjaga gawangnya hanya kebobolan satu gol saja hingga Spanyol berhasil melangkah ke partai final. Menghadapi Belanda, Santo Iker kembali membuat gawangnya tetap nihil gol. Ia berkontribusi lewat penyelamatannya dalam menghentikan serangan Arjen Robben. Satu gol dari Andres Iniesta membuat ia menjadi kiper ketiga yang bisa mengangkat Piala Dunia setelah Combi dan Dino Zoff.

2014 – Philip Lahm

Sepeninggal Michael Ballack, ban kapten timnas Jerman kemudian dipegang oleh Phillip Lahm. Pada piala dunia 2010, ia menjadi pemain yang tidak tergantikan di bawah arahan Joachim Loew. Salah satu kelebihan Lahm adalah ketenangannya baik ketika bertahan maupun menyerang. Ia juga tidak terlalu agresif tapi tekelnya kerap menemui sasaran. Ia juga bisa bermain di banyak posisi seperti ketika diturunkan sebagai gelandang tengah dalam beberapa laga di Piala Dunia 2014, satu-satunya turnamen internasional yang berhasil ia menangi.