Kekalahan 0-3 Panama dari Belgia, nyatanya tak terlalu diambil pusing oleh skuat Panama itu sendiri. Mereka merasa bahwa dengan kemampuan mereka yang seperti itu, tak kalah terlalu banyak sudah merupakan sebuah prestasi.
Saat lagu kebangsaa Panama berkumandang di Fisht Stadium, air muka para penggemar dan skuat Panama langsung berubah. Beberapa menyanyikannya dengan penuh semangat, sementara sebagian lainnya, menahan haru karena bangga.
Kapten Panama, Roman Torres, contohnya. Ia menundukkan kepalanya, menutup matanya, bergelayut dengan mimpinya yang kini menjadi nyata. Para penggemar Panama menyanyikan lagu kebangsaannya dengan lantang seakan itu adalah nyanyian favorit mereka sepanjang masa.
“Amat menyenangkan melihat orang-orang Panama menyaksikan kami bermain sepakbola di level internasional di Piala Dunia pertama kami, dan menyaksikan kebahagiaan mereka,” kata kiper Panama, Jaime Penedo.
Momen Spesial Hernan Dario Gomez
Piala Dunia 2018 menjadi momen spesial buat manajer Panama, Hernan Dario Gomez. Ini memang bukan Piala Dunia pertama buatnya untuk terlibat di tim kepelatihan. Pada Piala Dunia 1990 dan 1994, ia didapuk menjadi asisten pelatih Kolombia.
Pada 1998, Gomez ditunjuk menjadi pelatih utama Los Cafeteros. Dalam gelaran yang dihelat di Prancis tersebut, Kolombia hanya menempati peringkat ketiga setelah kalah dari Rumania dan Inggris.
Gomez masih menukangi kesebelasan negara pada Piala Dunia 2002. Kali ini giliran Ekuador yang ia bawa. Piala Dunia 2002 amat berkesan buat Ekuador karena itulah kali pertama mereka lolos ke Piala Dunia.
Ekuador memang gagal berbicara banyak di kompetisi terbesar pertamanya tersebut. Mereka kalah dari Italia dan Meksiko, tapi berhasil menang dari Kroasia. Capaian ini juga mirip dengan yang dicapai Kolombia empat tahun sebelumnya, di mana Gomez mencatatkan dua kekalahan dan sekali menang.
Perjalanan Panama Menuju Piala Dunia 2018
Dua kali berhasil menukangi kesebelasan dan langsung lolos ke Piala Dunia, ternyata bukan merupakan momen paling spesial buat Gomez. Justru, saat menukangi Panama-lah, momen spesial itu amat terasa baginya.
Panama bukan kesebelasan yang punya sejumlah pemain ternama macam Kolombia dengan James Rodriguez-nya, atau bahkan Ekuador dengan Antonio Valencia-nya. Tidak ada nama yang benar-benar dikenal oleh publik sepakbola secara luas. Gomez pun justru memanggil pemain 19 tahun yang belum pernah bermain untuk timnas bernama Jose Luis Rodriguez.
Baca juga: Jose Luis Rodriguez, Permata Panama di Piala Dunia
Di babak kualifikasi Zona Amerika Utara dan Tengah, Concacaf, tidak ada yang menyangka kalau Panama bisa lolos ke Piala Dunia. Alasannya, skuat mereka tak cukup tajam. Bahkan, gawang mereka lebih mudah bergetar ketimbang mereka yang mencetak gol ke gawang lawan.
Di Zona Concacaf, ada 35 kesebelasan negara yang mengikuti babak kualifikasi yang terdiri dari lima putaran. Enam kesebelasan dengan peringkat teratas, langsung lolos ke babak keempat, termasuk Panama.
Di babak keempat, sudah terlihat bagaimana melempemnya lini depan Panama. Dari enam pertandingan, mereka cuma mencetak tujuh gol. Bandingkan dengan Meksiko dengan 13 gol dan Amerika Serikat dengan 20 gol.
Di babak kelima, drama pun terjadi. Sebelum pertandingan terakhir, Panama masih berada di posisi terbawah kedua. Pesaing mereka, Amerika Serikat, lebih diunggulkan karena menghadapi Trinidad dan Tobago yang notabene merupakan kesebelasan negara terlemah. Akan tetapi, kejutan pun hadir karena Amerika justru kalah 1-2 dari Trinidad dan Tobago, sementara Panama menang 2-1 dari Kosta Rika yang memang sudah lolos sejak pertandingan sebelumnya.
Selain itu, kematian Amilicar Henriquez, pada 2017, masih berbekas di hati Gomez. Henriquez sendiri ditembak mati di depan rumahnya di Colon. Tidak jelas apa motif dari penembakan tersebut. Di sisi lain, Henriquez merupakan gelandang yang amat dibutuhkan Panama. Ia telah mencatatkan lebih dari 100 caps buat timnas. Henriquez juga merupakan pemain yang didatangkan Gomez ketika ia menangani Independiente Medelin di Kolombia.
Kekalahan Bukan Segalanya
Gomez hampir tak pernah menangani kesebelasan dengan profil tinggi. Namun, hebatnya, di level internasional, ia bisa membawa tiga negara ke tiga Piala Dunia sebagai pelatih utama. Ia pun masuk ke dalam rekor bersama dengan Henri Michel (Prancis ke Piala Dunia 1986, Kamerun ke Piala Dunia 1994, dan Maroko ke Piala Dunia 1998), Bora Milutinovic (Meksiko ke Piala Dunia 1986, Kosta Rika ke Piala Dunia 1990, Amerika Serikat ke Piala Dunia 1994, Nigeria ke Piala Dunia 1998, dan Cina di Piala Dnia 2002), serta Carlos Alberto Parreira (Kuwait ke Piala Dunia 1982, Uni Emirat Arab ke Piala Dunia 1990, Brasil ke Piala Dunia 1994 dan 2006, Saudi Arabia ke Piala Dunia 1998, dan Afrika Selatan ke Piala Dunia 2010).
Berbeda dengan pelatih lain yang memang menangani tuan rumah atau kesebelasan yang kuat secara tradisi, Gomez justru sebaliknya. Ia selalu mensyukuri segala hasil yang didapatkannya. Apalagi kalau melihat materi pemain yang ia punya.
“Ini merupakan hari yang emosional buat kami. Ini adalah kelima kalinya saya ada di Piala Dunia dan saya masih merasa kalau ini seperti yang pertama. Aku amat senang, tegang, dan gelisah,” tutur Gomez.
“Kami memulai pertandingan dan tim amat emosional. Seiring berjalannya waktu, fokus kami pun membaik.”
“Tak ada yang suka dengan kekalahan. Mungkin sebagian orang berpikir kalau kebobolan tiga gol itu kebanyakan. Tapi sejujurnya, melihat siapa lawan kami dan mengingat sejarah kami, dan perkembangan kami, saya pikir ini adalah hasil yang wajar. Mereka bahkan bisa mencetak lebih banyak gol.”
“Saya pikir mereka amat senang, para pemain senang, seluruh negara juga senang. Ini adalah pengalaman luar biasa untuk negara kami,” tutup Gomez.