Tak cukup dengan pelatih hebat agar sebuah kesebelasan bisa berprestasi. Pun sebaliknya. Para pemain mentereng tapi pelatihnya kurang bagus pun bisa membuat kesebelasan pulang lebih cepat dari kompetisi. Hal berbeda terjadi dengan Belgia. Mereka punya generasi pesepakbola yang sudah matang, ditambah dengan pengetahuan taktik brilian Roberto Martinez.
Buktinya terlihat jelas di babak 16 besar Piala Dunia kala menghadapi Jepang. Tertinggal 0-2 di awal babak kedua, Belgia mencetak tiga gol dalam waktu 21 menit. Keberhasilan ini pun membawa mereka lolos ke perempat final dan bertemu calon juara lainnya, Brasil.
Sebelumnya, Belgia sempat membuat kejutan dengan memuncaki ranking FIFA pada Maret 2016. Sayangnya, empat bulan kemudian, mereka justru kalah di babak perempat final Piala Eropa 2016. Hal senada juga terjadi di Piala Dunia 2014 ketika mereka terlempar dari babak perempat final Piala Dunia usai dikalahkan Argentina.
Berdasarkan BBC, Belgia yang menang dari Jepang semalam adalah untuk pertama kalinya sejak 1970 di mana mereka bisa menang dari ketertinggalan 0-2. Lantas, apakah ini pertanda kalau yang dibawa Martinez ke Rusia ini adalah generasi emas yang sebenarnya?
Momentum yang Tak Boleh Dilepaskan
Para pemain Belgia tampak begitu bersemangat untuk mengejar ketertinggalan dari jepang. Berawal dari sundulan Jan Vertonghen dan Marouane Fellaini, Belgia dengan cerdik menutup pertandingan lewat serangan balik yang diselesaikan Nacer Chadli.
Dalam proses gol terakhir Belgia sebenarnya ada sesuatu yang mungkin luput dari pengamatan. Proses gol tersebut menunjukkan seberapa kreatifnya para pemain Belgia, tidak terbatas pada Eden Hazard, tapi bahkan Romelu Lukaku pun ikut berperan. Lukaku dengan sengaja melepas bola, dan tahu kalau di belakangnya, Chadli sudah siap menyambar bola. Chadli sendiri berlari tanpa pengawalan karena pertahanan Belgia terpengaruh oleh pergerakan Lukaku.
Hal semacam ini tentu tak terbentuk begitu saja. Ada proses dari sesi latihan yang ikut berperan. Ini menunjukkan bahwa skuat Belgia tengah panas-panasnya. Para pemainnya sudah terikat satu sama lain dan kerja sama mereka pun meningkat. Peran Martinez pun mendapatkan sorotan.
Pujian mengalir dari Alan Shearer yang merasa kalau team talk Martinez di jeda antarbabak punya pengaruh besar. Momentum ini yang harus terus dilanjutkan di Piala Dunia ini.
Pertandingan Penting Menghadapi Brasil
Sejatinya, Belgia punya peluang untuk berada di “rak” yang lebih ringan andai mereka kalah dari Inggris di babak grup. Namun, mereka tetap mempertahankan keunggulan 1-0 atas The Three Lions. Sialnya, gara-gara itu, mereka harus berada di rak dengan tim kuat macam Uruguay, Portugal, Prancis, Argentina, Brasil, juga Meksiko. Di sisi lain, kalau kalah dari Inggris, Belgia akan menghadapi Spanyol, Rusia, Kroasia, Denmark, Swedia, Swiss, atau Kolombia. Kekalahan, di atas kertas akan membuat peluang Belgia lebih mudah untuk mencapai final.
Baca juga: Cerdas Apa Takut? Menyoal Strategi Inggris ‘Mengalah’ dari Belgia
Sejatinya, apabila Belgia berhasil menang dari Brasil di babak perempat final, peluang mereka untuk juara makin terbuka lebar. Bukan karena Brasil tak bermain sebagus di Piala Dunia 2014, tapi karena mereka punya mentalitas untuk menang.
Semasa melatih di Inggris, Martinez hanya menangani kesebelasan seperti Wigan Athletic dan Everton. Di Everton, ada sejumlah pemain potensial, termasuk Lukaku. Akan tetapi, mereka tak punya mental juara. Belum lagi, secara teknis mereka masih kalah dari kesebelasan besar macam Chelsea maupun Manchester City.
Untungnya, di Belgia, Martinez punya pemain yang sudah pernah meraih gelar juara. Sebut saja Eden Hazard, Kevin de Bruyne, Thibaut Courtois, Thomas Vermaelen, hingga Vincent Kompany. Mereka juga punya sejumlah pemain yang secara kualitas tak perlu diragukan seperti Dries Mertens, Toby Alderweirld, hingga Moussa Dembele.
Generasi Emas Belgia
Belgia tak punya prestasi yang stabil dan mengilap di Eropa. Skuat terbaik mereka ada di era 1970-an hingga 1980-an. Kala itu, Belgia berhasil menempati peringkat keempat di Piala Dunia 1976. Di Piala Eropa, mereka sempat menempati peringkat ketiga di Piala Eropa 1972 dan runner up di Piala Eropa 1980.
Bintang Belgia pada1980-an, Jan Ceulemans, mengakui kalau Belgia yang sekarang adalah skuat terbaik yang pernah mereka miliki. Di semua lini, Belgia kuat. Courtois di penjaga gawang, Vertonghen, Alderweireld dan Vincent Kompany di lini belakang, Hazard di lini tengah, serta Lukaku sebagai ujung tombak.
Belgia juga punya Kevin De Bruyne yang bisa menjadi pemecah kebuntuan kalau Hazard tak bermain bagus. Kualitas De Bruyne sudah teruji saat ia meraih gelar juara bersama Manchester City musim lalu. Ini memudahkan Martinez untuk membuat komposisi tim sebaik mungkin.
Persoalan terbesar Martinez adalah soal mentalitas kemenangan yang konon belum hadir di skuat Belgia. Akan tetapi, kemenangan dari Jepang membalikkan itu semua. Belgia, kini sudah layak untuk disebut sebagia penantang gelar juara Piala Dunia.