Luka Modric sukses meraih gelar pemain terbaik versi jurnalis, Ballon d’Or, usai mengalahkan tiga kandidat lainnya, yaitu Antoine Griezmann dan Cristiano Ronaldo. Kontroversi muncul usai Lionel Messi hanya menempati posisi kelima.
Namun jika diamati lebih jauh, di posisi 10 besar nominasi Ballon d’Or tidak ada satupun pemain yang berposisi sebagai penjaga gawang. Peringkat kiper terbaik di nominasi Ballon d’Or ditempati oleh Thibaut Courtois di posisi ke-14.
Pun dalam sejarahnya, pemain di posisi penjaga gawang baru satu kali diapresiasi sebagai pemain terbaik dunia, tepatnya pada tahun 1963 dimana kiper asal Uni Soviet, Lev Yashin, mendapatkan gelar Ballon d’Or. Sampai saat ini atau 55 tahun setelahnya tidak ada satupun penjaga gawang yang bisa meraih gelar tersebut.
Lalu mengapa sulit mengapresiasi penjaga gawang? Untuk mencari tahu jawaban tersebut, kita harus mundur hingga dua abad tepatnya pada abad ke-19 di mana sepakbola pertama kali ditemukan dan posisi dan formasi dalam sepakbola mulai jelas.
Karena Menjadi Kiper itu Tabu
Mundur pada abad ke-19 ketika sepakbola mulai terkenal dan menjadi semacam demam di seluruh penjuru Inggris, konsep bermain sepakbola secara jelas untuk mencetak gol sebanyak-banyaknya dan meraih kemenangan. Untuk pembagian pemain pun praktis hanya ada satu atau dua pemain berposisi bertahan tanpa ada penjaga gawang.
Nama “penjaga” baru muncul ketika di tahun 1864 ketika posisi pemain terakhir di garis pertahanan memiliki fungsi untuk melakukan sapuan bersih dan mengamankan daerah. Namun konsep menggunakan tangan untuk menangkap bola belum dikenal.
Baca juga: Sejarah Kiper di Sepakbola
Secara komposisi pemain pun, sepakbola saat itu masih samar. Ada yang bermain 15 lawan 15 ada yang bermain 20 lawan 20 dan bahkan ada yang bermain 30 lawan 30. Semua tergantung asal daerah di mana Anda bermain bola dan berapa orang yang berpartisipasi.
Kemudian munculah konsep mengenai penjaga gawang dengan nama “anti-footballer”. Posisi ini merangkap antara penjaga gawang dan pemain belakang, dan posisi ini nyaris kesulitan untuk mendapatkan pemain.
Kenapa? Kembali ke konsep sepakbola adalah mencetak gol sebanyak-banyaknya untuk meraih kemenangan. Lalu untuk apa ada bertahan? Toh bertahan tidak membuat gol dan meraih kemenangan. Apalagi penjaga gawang, untuk apa susah-susah menjadi penjaga gawang, toh bola akan tetap masuk ke gawang.
Konsep menjadi kiper itu tabu setelah pihak Gereja juga membantu mengaplikasikannya. Di buku Jonathan Wilson, The Outsiders, pihak gereja menjadikan sepakbola sebagai olahraga yang meperkuat persatuan umat sekaligus mengajarkan nilai-nilai moralitas dalam konsep spiritual atau rohani.
Gereja menjadikan sepakbola untuk menjadi cara berdakwah. Bola adalah lambang roh dan spiritual yang sudah mencapai bentuk sempurna dari kehidupan ragawi. Wawang adalah surga, jadi semua akan berlomba-lomba untuk bisa memasukkan bola ke gawang sebagai bentuk rohani yang mencapai surga yang dijanjikan oleh Tuhan.
Lalu kiper jelas menjadi anti thesis dari semua sifat surgawi, kiper dianggap penghalang menuju surgawi dan biasanya pada era tersebut, kiper merupakan anak yang paling nakal di sistem pendidikan di dalam Gereja atau Seminari, jadi menjadi kiper bukanlah keuntungan, namun sebuah hukuman.
Mengubah Stigma Penjaga Gawang
Posisi kiper benar-benar harus berterima kasih kepada Yashin, setelah sukses meraih gelar pemain terbaik dunia, apparel perlengkapan olahraga meilirik posisi kiper sebagai posisi yang menjanjikan. Alat-alat untuk membantu kiper mulai berkembang, dari dekker, sarung tangan, topi, kaus kaki, bahkan Admiral, apparel asal Inggris menyediakan kaus kaki khusus penjaga gawang yang memanjang hingga paha bagian atas.
Di era sepakbola modern saat ini, kiper mestinya tidak lagi dipandang sebelah mata, tiap tahun muncul kiper-kiper dengan bukan hanya kemampuan defensif namun juga kemampuan ofensif yang luar biasa. Kiper kini sudah menjadi posisi di mana serangan dibangun, bukan lagi anak tiri yang menjaga gawang dan punya satu fungsi. Kiper masa kini dituntut bisa memainkan tempo, memainkan bola, membangun serangan hingga menyelamatkan gawang.
Sungguh akan menjadi sebuah hal yang mengejutkan apabila dalam 10 tahun ke depan, kita tidak melihat kiper sebagai pemenang Ballon d’Or. Padahal, evolusi permainan dan fungsi penjaga gawang sudah meningkat dibandingkan berabad-abad silam. Mungkin ini saatnya Ederson, Alisson, De Gea, Kepa Arrizabalaga meraih gelar pemain terbaik. Bukan hanya dominasi dari para pencetak gol dan pengatur tempo, karena sebanyak apapun Anda mencetak gol, tidak akan ada artinya apabila pos di bawah mistar Anda rapuh.
Jika tidak percaya dengan konsep di atas, sila anda melihat Argentina di Piala Dunia 2018 lalu. Skuat lini depan kelas dunia sedangkan di pos kiper Anda akan melihat lubang besar di lini belakang Argentina.